"Jadi terus terang (penyakit) ini membingungkan. Kita sebagai klinisi, sebagai dokter, ini membingungkan," kata Andika kepada ANTARA, dihubungi diJakarta, Jumat.
Ia mengatakan gejala yang muncul dari COVID-19 tidak hanya pilek, sesak napas dan pneumonia, tetapi juga menyerupai gejala penyakit lain seperti mencret, muntah-muntah, mati rasa, cegukan, ruam kulit, mata merah hingga gejala yang menyerupai stroke dan kehilangan kesadaran karena adanya gangguan pada otak.
Baca juga: Kondisi tubuh sangat memengaruhi keluhan dan respons penyakit COVID-19
Gejala-gejala tersebut muncul karena reseptor COVID-19 tidak hanya terdapat pada saluran pernapasan, tetapi juga saluran pencernaan, saluran mata, saluran pada kulit hingga otak sehingga menimbulkan gejala pada saluran tempat virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel inang melalui reseptor Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE).
"Kita enggak bisa membedakan mencret ini karena infeksi bakteri atau karena jamur atau karena COVID-19. Kita tidak bisa membedakannya secara klinis saja," kata Andika.
Untuk itu diperlukan pemeriksaan segera, baik melalui tes cepat atau rapid test, atau dengan pemeriksaan swab atau disebut juga pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) guna menghindari kemungkinan penyebaran lebih lanjut.
Baca juga: Mata merah, cegukan hingga gangguan otak bisa jadi gejala COVID-19
"Jadi harus kita lakukan pemeriksaan penunjang. Kemudian kita lanjutkan dengan pemeriksaan PCR untuk memastikan (penyakit) itu COVID-19 atau tidak," katanya.
Selain untuk menghindari kemungkinan penyebaran lebih lanjut, pemeriksaan segera juga penting dilakukan untuk mengurangi dampak kesehatan yang lebih besar pada pasien yang terinfeksi.
"Bayangkan seperti kebakaran. Kalau fire-nya sedikit tentu lebih mudah kita padamkan. Tapi kalau sudah kebakaran besar, tentu agak sulit kita melakukan pemadamannya. Jadi tetap intinya testing itu yang paling penting. Kemudian kita lakukan tracing, baru kita lakukan treatment," kata Andika.
Baca juga: Perhimpunan dokter paru: Diare salah satu gejala COVID-19
Baca juga: Dokter paru: Pasien COVID-19 rentan terkena happy hypoxia
Baca juga: Dokter Paru minta masyarakat disiplin taati protokol kesehatan