Semarang (ANTARA) - Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) menilai kompetensi literasi digital masyarakat Indonesia mulai berkembang meski pengguna media digital di Tanah Air masih terjebak sebagai konsumen konten dan informasi yang beredar di dunia maya.
Kendati demikian, kata Koordinator Riset Nasional Japelidi Ni Made Ras Amanda, Selasa, mengemukakan bahwa kemampuan untuk menggunakan media digital secara kritis mulai tampak di berbagai lapisan masyarakat.
Temuan itu merupakan hasil penelitian nasional yang dilakukan Japelidi selama 2019. Penelitian di 18 kota dengan melibatkan 2.280 responden ini bertujuan memetakan kompetensi literasi digital yang dimiliki masyarakat pengguna internet di Indonesia.
Dalam penelitian ini, Japelidi menggunakan konsep 10 kompetensi literasi digital Japelidi yang meliputi keterampilan mengakses informasi, menyeleksi pesan, Ni Made Ras Amanda, memahami makna pesan, menganalisis informasi, memverifikasi kualitas informasi serta mengevaluasi informasi yang dikumpulkan.
Selain itu, ada pula kompetensi untuk mendistribusikan informasi, memproduksi konten, berpartisipasi dalam kegiatan di media digital dan berkolaborasi dengan pengguna lain.
"Riset ini merupakan upaya pemetaan sejauh mana kompetensi masyarakat Indonesia dalam bermedia digital," katanya dalam rilisnya.
Baca juga: Lawan hoaks corona, Japelidi kampanye dalam 42 bahasa daerah
Pemetaan ini, menurut dia, penting karena saat ini penetrasi internet di Indonesia makin meningkat dan perangkat digital sudah bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat. Namun, kemampuan menggunakan perangkat digital semestinya diikuti dengan keterampilan mengelola informasi yang baik.
Ia menambahkan bahwa riset ini bertujuan untuk memetakan keterampilan mana yang sudah dikuasai masyarakat pengguna media digital dan kompetensi mana yang perlu ditingkatkan lebih lanjut.
Dalam riset ini, tim Japelidi membagi 10 kompetensi literasi digital ke dalam empat kategori, yaitu keterampilan untuk mengonsumsi informasi secara fungsional, keterampilan mengonsumsi secara kritis, keterampilan prosuming (produksi) fungsional dan keterampilan prosuming kritis.
Berdasarkan data yang didapat, nilai tertinggi berada pada keterampilan mengonsumsi secara fungsional. Hal ini berarti sebagian besar masyarakat baru menggunakan media digital sebatas untuk mencari informasi.
"Sementara skor terendah ada pada keterampilan produksi yang melibatkan keterampilan berpikir kritis," kata dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Udayana Denpasar ini.
Meskipun lebih rendah, temuannya menunjukkan ada sebagian masyarakat yang sudah mampu berpikir kritis baik saat mengonsumsi informasi maupun memproduksi informasi.
Baca juga: Pegiat literasi digital prihatin hoaks marak
Menurut dia, yang menarik meskipun keterampilan kritis, cenderung ada pada responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Namun, ada sebagian responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah yang juga memiliki kompetensi kritis yang baik.
Sementara itu berdasarkan tingkat usia, pengguna berusia di atas 55 tahun memiliki tingkat literasi yang lebih rendah ketimbang usia yang lebih muda dan pengguna berusia antara 21 dan 36 tahun memiliki kompetensi literasi yang paling tinggi.
Dari sisi kelompok pekerjaan, lanjut dia, pensiunan dan ibu rumah tangga memiliki tingkat literasi yang lebih rendah.
Temuan lain yang layak dicatat menurut Manda adalah tidak adanya perbedaan tingkat literasi digital antara responden laki-laki dan perempuan. Selain itu, berdasarkan pengeluaran bulanan tingkat literasi digital juga terbilang tidak ada perbedaan.
Libatkan PT
Japelidi yang menjadi penyelenggara riset ini merupakan komunitas pegiat literasi digital yang beranggotakan 167 akademisi dari 82 perguruan tinggi yang tersebar di 32 kota di Indonesia.
Dalam riset pemetaan literasi digital masyarakat Indonesia ini sebanyak 86 peneliti dari 50 perguruan tinggi di Indonesia ambil bagian. Riset dilakukan di 18 kota yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia.
Manda menuturkan bahwa riset ini menunjukkan bahwa pada akhirnya semua lapisan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kompetensi literasi digital.
Ia berharap masyarakat lebih mampu menggunakan media sosial untuk menyalurkan kreativitas, partisipasi, dan kolaborasi sehingga tidak hanya berperan sebagai konsumen, tetapi juga produsen pesan.
Baca juga: Ujaran Kebencian Tunjukkan Rendahnya Literasi Digital
Sementara itu, Koordinator Japelidi Novi Kurnia menambahkan bahwa riset pemetaan kompetensi literasi digital adalah riset kedua yang dilakukan oleh Japelidi untuk mengetahui kompetensi mana yang patut diberi perhatian untuk penyusunan program mendatang.
Riset pertama Japelidi, kata Novi, pada tahun 2017 untuk memetakan gerakan literasi digital dilihat dari pelaku, kelompok sasaran, program, maupun mitra yang menjadi landasan kerja kolaborasi Japelidi dengan pemangku kepentingan lain.
"Peluncuran hasil riset ini sengaja kami lakukan bertepatan dengan Hari Literasi Dunia," kata dosen Ilmu Komunikasi UGM ini.
Selain literasi aksara, pihaknya merasa literasi digital menjadi hal yang perlu mendapatkan sorotan agar masyarakat Indonesia makin dewasa dalam bermedia, terutama melalui media digital dan internet.
Baca juga: Gerakan Literasi Digital Bukan Tinggalkan Media Konvensional