Semarang (ANTARA) - Koordinator Nasional Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Doktor Novi Kurnia memberikan tips untuk membedakan antara informasi akurat dan hoaks di media sosial agar warganet tidak langsung menyebarkan pesan itu kepada sesama netizen.
Novi Kurnia yang juga Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Senin malam, menyebutkan ada tiga cara membedakan informasi akurat dan tidak menurut tiga kompetensi kritis dalam mengelola informasi ala Japelidi.
Tips pertama adalah analisis. Waspadai informasi yang berlebihan dan provokatif, misalnya ada huruf kapitalnya, banyak tanda seru, ada perintah viralkan, ataupun ada pernyataan katanya A dan B yang belum jelas siapa.
"Biasanya too good to be true (terlalu bagus untuk menjadi kenyataan) maupun too bad to be true (terlalu buruk untuk menjadi kenyataan). Ini perlu diwaspadai karena sering enggak masuk akal," kata Novi.
Tips kedua, kata dia, adalah verifikasi, yakni membandingkan informasi dengan informasi lain, kemudian melakukan cek fakta dan periksa kebenaran informasi, baik secara manual (melakukan sendiri di mesin pencari) maupun menggunakan beberapa situs cek fakta, seperti cekfakta.com dan berbagai situs cek fakta dari pemerintah, media, dan organisasi masyarakat.
Tips ketiga adalah evaluasi. Novi meminta netizen memastikan sekali lagi bahwa selain soal akurat, informasi tadi bermanfaat dan juga tidak berisiko. Misalnya, etis atau tidak? Melanggar hukum atau tidak? Menyerempet SARA atau tidak? Dan berbagai pertimbangan sosial budaya hukum lainnya.
Sebelumnya, anggota Japelidi Semarang Dr. Liliek Budiastuti Wiratmo menyampakan rilis kepada ANTARA bahwa pada hari Sabtu (2/10) Koordinator Nasional Japelidi Dr. Novi Kurnia membuka peluncuran perdana program pemberdayaan pemuda di Indonesia bagian timur sebagai agen literasi digital.
Japelidi dalam kegiatan secara daring (online) ini bekerja sama dengan U.S. Consulate General Surabaya membuka secara resmi kegiatan penguatan kecakapan digital untuk kaum muda Indonesia bagian timur. Kegiatan ini diikuti lebih dari 135 peserta secara daring.
Dijelaskan pula bahwa kegiatan selama 6 bulan, sejak 15 September 2021 dan akan berakhir pada tanggal 28 Februari 2022, itu dilaksanakan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Tampil sebagai pembicara, selain Novi Kurnia (Koordinator Nasional Japelidi), yakni Angie Mizeur (Public Affairs Officer, U.S. Consulate General Surabaya); I Gusti Agung Putri Astrid Kartika (Staf Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA RI).
Berikutnya, Devie Rahmawati (Tenaga Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Kominfo); Ni Made Ras Amanda G. (Universitas Udayana Bali); dan Christian Natamado Simanullang (MyAmerica Surabaya).
Sementara itu, Ni Made Amanda selaku Ketua Program Literasi untuk Indonesia Timur menegaskan bahwa program ini berlatarbelakang riset-riset Japelidi sebelumnya tentang kompetensi literasi digital yang masih rendah.
"Kami berharap ini bisa menjadi program yang mampu meningkatkan literasi digital masyarakat timur. Kami juga bisa menemukan anak muda yang akan menjadi sosok perwakilan di wilayah timur," katanya.
Baca juga: Japelidi nilai kompetensi literasi digital masyarakat mulai berkembang
Baca juga: Gerakan Literasi Digital Bukan Tinggalkan Media Konvensional