Semarang (Antaranews Jateng) - Pakar komunikasi dari STIKOM Semarang Gunawan Witjaksana menilai media arus utama, termasuk stasiun televisi, masih sangat kurang peranannya dalam sosialisasi pemilihan umum sehingga masih ada masyarakat yang belum tahu akan ada pemilu.
"Dengan demikian, pemanfaatan media sosial merupakan upaya sosialisasi agar masyarakat mengerti dan memahaminya," kata Drs. Gunawan Witjaksana, M.Si di Semarang, Rabu, ketika menjawab pertanyaan mengenai pelibatan warganet dalam sosialisasi Pemilu 2019.
Hal itu tertuang dalam Surat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Nomor: 32/PP.08-SD/06/KPU/I/2019, tanggal 9 Januari 2019, perihal Pembentukan Relawan Demokrasi (Relasi) Pemilu Serentak Tahun 2019.
Guna mencapai target kehadiran pemilih di tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2019 sebesar 77,5 persen, KPU melibatkan warganet yang mampu mengoperasikan, membuat
konten/desain/slogan/meme dan memiliki minimal tiga akun medsos (FB, Twiter, Instagram).
Dalam surat tersebut, juga dicantumkan syarat warganet yang menjadi relawan demokrasi, yakni untuk wilayah Jawa, Sumatera, dan Bali minimal "followers" sebanyak 2.000 orang untuk relawan basis pemilih warga internet.
Wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua minimal "followers" 1.000 orang untuk relawan basis pemilih warganet.
"Saya kira itu adalah upaya KPU karena sadar hingga detik ini sebagian masyarakat tidak paham pemilu," kata Gunawan.
Bahkan, lanjut dia, ada sebagian masyarakat yang tidak tahu akan ada pemilu pada tanggal 17 April 2019. Padahal, salah satu tugas KPU adalah menyosialisasikannya agar masyarakat paham.
"Yang perlu diingat adalah bagaimana KPU memformulasikan pesan sejujur mungkin, semanarik mungkin, serta etis," kata Gunawan yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang.