"Misalnya, alzheimer juga bisa berdampak pada kerusakan pankreas seperti layaknya penderita diabetes mellitus (DB) atau kencing manis," kata ahli penyakit saraf Indonesia dr Andreas Harry, SpS (K) yang diundang mengikuti konferensi dunia para dokter ahli dan peneliti alzheimer itu saat menghubungi Antara dari Chicago, AS, Rabu pagi.
Konferensi Internasional Alzheimer 2018 yang diselenggarakan Asosiasi Alzheimer Internasional (AAICAD) itu berlangsung sejak Minggu (22/7) dan akan berakhir pada Kamis (26/7).
Dokter ahli penyakit saraf (neurolog) yang juga anggota International Advance Research (AAICAD) itu melaporkan bahwa dalam konferensi itu -- khususnya pada sesi penelitian masa depan -- juga dibahas mengenai diagnostik AD dengan pemeriksaan, yang mengidentifikasi adanya neurofilamen dan neurogain dalam cairan otak dan dalam darah penderita AD.
Ia menjelaskan bahwa neurofilamen adalah hasil dari penghancuran dendrit dan axon.
Mengenai neurofilamen, menurut lulusan spesialis saraf FakultasKedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, setidaknya ada 200 penelitian, namun hanya tiga yang berhasil menggunakan neurofilamen ini sebagai pendeteksi adanya AD.
Neurofilamen tidak lain adalah merupakan hancurnya dendrite dan axon (neuronal loss) dan terjadi pada alzheimer dengan gejala klinis gangguan kognitif.
Penelitian masa depan yang juga hangat dibicarakan dalam konferensi itu adalah mengenai ditemukannya "beta amyloid 42" yang disebut "sangat toxic" di usus, liver, pankreas dan otak pada penyakit AD.
Mengenai bagaimana hal itu bisa terjadi, Andreas Harry yang menjadi dosen luar biasa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar 1996-2001 itu menyatakan bahwa "Penemuan ini masih terus diteliti mengapa zat toxic ini didapat juga pada organ tersebut".
Ia menambahkan bahwa salah satu faktor risiko dominan terjadinya alzheimer sporadis "late onset" dan sudah terbukti secara epidemiologi adalah DB atau kencing manis.
Penyakit alzheimer diketahui merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi dua kelompok, yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58 tahun disebut sebagai early onset, dan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 58 tahun, disebut sebagai late onset. (Editor : Unggul Tri Ratomo).