Kudus, Antara Jateng - Pendaftaran buruh rokok sigaret kretek tangan di Kabupaten Kudus sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menunggu surat dari Kemenakertrans.
"Surat dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tersebut, yang akan dijadikan dasar dalam mendaftar buruh rokok SKT atau buruh borong," kata Kabid Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Kudus Bambang Margono di Kudus, Kamis.
Ia mengatakan belum didaftarnya mereka karena permasalahan upah yang diterima mereka.
Berdasarkan aturan, lanjut dia, upah yang diterima seharusnya tidak boleh kurang dari upah minimum kabupaten (UMK), sedangkan buruh borong tersebut kurang dari UMK.
Hal itu, kata dia, menyangkut besaran premi yang harus ditanggung perusahaan untuk setiap pekerjanya.
"Karena belum sinkron terkait permasalahan tersebut dengan Persatuan Pengusaha Rokok Kudus (PPRK) sebagai organisasi perusahaan rokok di Kudus, pendaftarannya menunggu surat dari Kemenakertrans," ujarnya.
Sebelumnya, lanjut dia, memang ada tim dari Kemenakertrans Kudus yang turun untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.
Hanya saja, BPJS Ketenagakerjaan Kudus hingga sekarang belum mengetahui hasilnya.
"Jika ada surat dari Kemenakertrans, setidaknya ketika mengakomodir buruh rokok SKT sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak menyalahi aturan," ujarnya.
Buruh rokok berstatus buruh borong di Kudus yang sebelumnya didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan Kudus, katanya, baru dari PT Djarum Kudus.
Terkait dengan jumlah buruh rokok yang nantinya akan didaftarkan, kata dia, mencapai puluhan ribu buruh, namun angka pastinya belum mengetahui.
Sementara PPRK sejak awal berupaya mendaftarkan buruh "bathil" yang bukan sebagai pegawai perusahaan rokok bisa didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan, khususnya untuk jaminan hari tua (JHT).
PPRK juga berharap usulan persentase pembayaran premi dari burung borong, yang terdiri atas buruh giling dan bathil, nyontong (pengemasan) bisa diterima, sehingga nantinya mereka juga mendapatkan jaminan hari tua seperti halnya pekerja lainnya di sektor rokok.
Buruh "bathil", selama ini tidak mendapatkan gaji dari perusahaan, melainkan dari teman kerjanya yang berstatus sebagai buruh giling (membuat rokok).
Kehadiran buruh "bathil", berdasarkan penjelasan dari PPRK berawal ketika buruh giling selain harus membuat rokok dalam jumlah banyak juga harus merapikannya, sehingga agar hasilnya lebih banyak perlu bantuan teman yang bisa merapikan rokok tersebut sesuai standar dari perusahaan.
Untuk mengatasi hal itu, dicarikan partner kerja yang bertugas merapikan rokok dengan gunting dan biasa disebut buruh "bathil".
Upah yang diterima buruh bathil, berasal dari temannya yang bersatatus buruh giling yang status upahnya merupakan pegawai perusahaan rokok.
Meskipun demikian, buruh "bathil" juga mendapatkan seragam kerja serta tunjangan hari raya (THR) seperti halnya buruh giling ataupun buruh borong.
Berdasarkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus jumlah buruh rokok sigaret kretek tangan (SKT) di Kabupaten Kudus sebanyak 98.211 orang, sedangkan buruh rokok sigaret kretek mesin (SKM) sebanyak 1.990 orang.