"Tingkat keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Jateng pada 2014 baru mencapai 57,6 persen sehingga masih tergolong rendah," katanya usai bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang, Rabu.
Menurut dia, masih rendahnya tingkat keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif itu dipengaruhi beberapa faktor seperti belum tersampaikannya informasi mengenai pentingnya ASI eksklusif kepada berbagai lapisan masyarakat dan masih banyak perusahaan yang belum menyediakan ruang menyusui atau ruang untuk memerah ASI.
"Proses penyerapan informasi mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif di perkotaan sudah relatif baik karena bisa diterima oleh masyarakat melalui komunitas dan media sosial, sedangkan di pedesaan masih mengandalkan informasi dari televisi," ujarnya.
Pada perusahaan yang sudah disediakan ruang laktasi, kata dia, perlu didukung dengan adanya kebijakan perusahaan yang memberikan waktu khusus untuk menyusui atau memerah ASI pada jam istrahat.
"Hal itu bertujuan menjaga agar produksi ASI tidak mengalami penurunan," katanya.
Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Jawa Tengah Rahmadani menambahkan bahwa untuk mempertahankan atau menambah jumlah produksi ASI, payudara perlu dirangsang dengan cara memerah ASI minimal 2-3 jam sekali.
"Kalau ibu menyusui yang kebetulan juga bekerja di suatu perusahaan hanya diberi waktu untuk memerah ASI pada saat jam istirahat, maka hal itu bisa membuat produksi ASI menurun sehingga tidak akan mencukupi untuk ASI eksklusif," ujarnya.
Melihat pentingnya pemberian ASI eksklusif tersebut, Komunitas Konselor Ibu Menyusui Kota Semarang dan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Jawa Tengah mendukung pemberian cuti selama enam bulan bagi ibu melahirkan seperti yang sudah diterapkan di Vietnam.
"Kendati demikian jika kebijakan pemberian cuti 90 hari bagi ibu melahirkan seperti yang diatur Undang-Undang Ketenagakerjaan benar-benar diterapkan oleh semua perusahaan, kami sudah bersyukur," ujar Rahmadani.