"Tadi pagi sudah koordinasi dengan Kepolisian Singapura. Kami, rencananya dalam minggu ini akan ke sana untuk lakukan pemeriksaan," kata Waseso di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Dalam rencana pemeriksaan tersebut, HW akan diperiksa dalam status sebagai saksi.
Ia menambahkan, pemeriksaan akan dilakukan di KBRI Singapura. "Di sana (Singapura), yang bersangkutan harus diperiksa di kedutaan," ujarnya.
Sebelumnya kuasa hukum tersangka HW telah melayangkan surat permohonan ke Mabes Polri terkait permintaan pemeriksaan kliennya di Singapura.
Permintaan itu karena HW akan menjalani operasi bedah jantung di Singapura, sehingga tidak memungkinkan bagi HW untuk diperiksa di Indonesia.
Dalam kasus tersebut, ada tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni RP, DH dan HW. Dari ketiganya, hanya HW yang belum pernah menjalani pemeriksaan karena berada di Singapura dengan alasan sakit.
DH diketahui merupakan mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas; RP mantan Kepala BP Migas. Sementara HW merupakan salah satu pendiri PT TPPI.
Dalam kasus itu, TPPI diketahui telah melanggar kebijakan Wapres Jusuf Kalla (saat itu).
Sesuai kebijakan Wapres bahwa penunjukan TPPI sebagai pelaksana penjualan kondensat bagian negara diberikan dengan syarat hasil olahan kondensat dijual kepada PT Pertamina. Namun kenyataannya, TPPI malah menjual kondensat ke pihak lain, baik perusahaan lokal maupun asing.
Kasus ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk kurun waktu 2009-2011.
Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009, padahal TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009 untuk dijual.
Penunjukan langsung ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Para tersangka yang terlibat dalam kasus ini telah melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.