Riset yang dirilis awal Maret itu dilakukan di lima negara Asia: Hanoi (Vietnam), Siem Reap (Kamboja), Distrik Sunsari (Nepal), Distrik Umerkot (Pakistan), Jakarta dan Kabupaten Serang (Indonesia).
Survei dilakukan pada Oktober 2013 hingga Maret 2014 dengan melibatkan 9.000 siswa usia 12--17 tahun, guru, kepala sekolah, orang tua, dan perwakilan LSM.
Berdasarkan survei, Pakistan adalah negara dengan angka kekerasan di sekolah yang paling rendah di kawasan Asia, yaitu 43 persen.
Siswa di Indonesia 51 persen mengaku pernah menyaksikan tindakan kekerasan di sekolah. Angka di Pakistan sangat rendah, yaitu hanya 5 persen.
Namun menyedihkannya, hanya 30 persen rerata siswa di Asia yang menjadi saksi kekerasan yang melaporkan aksi kekerasan atau berupaya menghentikannya.
Lantas, siapakah pelaku kekerasan di sekolah?
Menurut anak-anak sekolah di Pakistan, 50 persen pelaku kekerasan adalah guru atau staf non-guru. Jenis ini di Indonesia sebesar 33 persen dan 42 persen di Vietnam.
Sedangkan keterangan bahwa sesama pelajar yang menjadi pelaku adalah 33 persen di Vietnam, 58 persen di Kamboja, dan 59 persen anak laki-laki di Indonesia.
Bila siswa mayoritas tidak melaporkan aksi kekerasan di sekolah, hal ini disebabkan oleh minimnya mekanisme respon yang terstruktur dan menyeluruh.
Para guru dan orang tua yang disurvei mengakui anak-anak cenderung tidak akan mengadukan kekerasan di sekolah karena khawatir akan menjadi pihak yang disalahkan.
Di sisi lain, mengingat pelaku kekerasan adalah guru atau staf non-guru dan sesama pelajar di sekolah yang sama, korban kekerasan biasanya memilih untuk diam dan tidak mengadukan persoalannya.
Selain alasan tadi, budaya dan tradisi kelokalan juga berpengaruh besar. Di semua negara yang disurvei, diketahui bahwa anak ditempatkan di struktur kekuasaan terbawah di masyarakat. Sehingga hukuman fisik nan keras terhadap anak dipandang sebagai langkah jitu mendisiplinkan anak.
Di Vietnam, pria dipersepsikan gampang marah dan kurang bisa mengendalikan diri. Sementara perempuan secara sosial dilihat sebagai kaum yang pasif dan submisif.
Berita Terkait
Pemprov Jateng targetkan partisipasi pemilih pilkada 84 persen
Selasa, 19 November 2024 21:32 Wib
Tim KKN Undip dampingi 84 Farm Kendal "go digital"
Sabtu, 2 November 2024 10:21 Wib
Realisasi penerimaan pajak daerah di Kudus mencapai 82,84 persen
Senin, 7 Oktober 2024 15:53 Wib
Penerimaan pajak Pemkab Kudus triwulan III capai 84,07 persen
Selasa, 17 Oktober 2023 15:38 Wib
84 pimpinan peguruan silat se-Jateng dikumpulkan Polda
Senin, 17 Juli 2023 22:10 Wib
Bekas SD SBI Kota Semarang siap terima 84 siswa baru
Senin, 19 Juni 2023 7:54 Wib
PLTU Batang salurkan santunan pada 84 anak yatim
Minggu, 2 April 2023 17:06 Wib
84.609 jemaah calon haji tidak dibebani biaya tambahan pelunasan tahun 2023, ini sebabnya
Rabu, 15 Februari 2023 19:35 Wib