Peneliti dari Universitas Dian Nuswantoro Nurjanah di Semarang, Rabu, mengungkapkan bahwa dari total tempat yang diteliti, hanya lima persen tempat umum yang berada dalam kategori baik dan sisanya 95 persen dalam kondisi sedang hingga membahayakan.
Hal tersebut disebabkan kandungan "particulate matter" pada tempat-tempat yang diperbolehkan merokok sangat tinggi dibandingkan kandungan PM di tempat yang dilarang merokok.
"Rokok yang menyala mengeluarkan partikel mikro dalam jumlah besar dan mudah terhirup ke dalam paru-paru sehingga akan menyebabkan kerusakan paru-paru," katanya.
Sebanyak 78 lokasi yang menjadi tempat penelitian yakni perguruan tinggi, kantor pemerintah dan swasta, restoran, kafe perpustakaan, loket pelayanan umum dan bandara udara.
Koordinator Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok Abdun Mufid yang juga menjadi tim peneliti bersama Nurjanah menambahkan pada penelitian di tahun 2012 dengan 70 responden karyawan nonperokok dari kafe dan restoran di 13 lokasi di Kota Semarang juga menunjukkan mereka mengalami dampak akibat terpapar asap rokok orang lain.
"Hal itu terbukti kadar nikotin dalam tubuh tinggi (urine cotinine). Selain itu, akibat paparan asap rokok orang lain juga sudah mengalami gangguan fungsi paru obstruktif dan restriktif," katanya.
Mengingat semua usia responden pada kategori produktif dan tidak memiliki riwayat sakit paru sebelumnya.
Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang Ngargono menilai kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan terus menerus, asap rokok orang lain jangan lagi mencemari ruang publik karena semua orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan bersih.
"Pemerintah harus melindungi masyarakatnya dari bahaya asap rokok orang lain dan diperlukan regulasi terkait hal tersebut," kata Ngargono.