Semarang (ANTARA) - Selepas salat Subuh, pagi itu Solikah (44) dengan sepeda motornya ke pasar membeli kebutuhan bahan makanan yang akan dimasaknya untuk dibagikan kepada anak-anak yang terindikasi dan mengarah stunting, mengacu dari data puskesmas setempat.
Menu makanan yang dimasak pun selalu berbeda setiap hari, berupa sayur mayur, buah, dan dobel protein (hanya telur yang wajib selalu ada). Sementara pendamping protein lainnya bisa berupa ikan, daging ayam, dan daging sapi.
Ibu dua anak dari Desa Keser, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, ini menceritakan pembagian makanan tinggi gizi tersebut telah dilakukan sejak tahun 2022. Ia mendapatkan anggaran Rp15 ribu per anak.
“Menu makanan yang diberikan berupa sayur yang selalu beda setiap harinya, lauk dobel protein. Hanya telur yang harus selalu ada. Untuk anak yang tidak suka telur, maka para kader PKK meminta kepada ibu atau neneknya agar terus mengenalkan telur ke anak. Buah juga selalu ada. Anggaran itu tidak pakai nasi, karena kalau di desa kan nasi punya sendiri-sendiri,” kata Solikah.
Bergerak bersama
Pemberian sayur, lauk, dan buah kepada anak-anak stunting setiap hari selama 90 hari yang dilakukan Solikah tersebut, merupakan bagian dari Program Dashat atau Dapur Sehat Atasi Stunting yang telah diluncurkan Pemerintah Kabupaten Blora sejak awal Agustus 2022.
Program tersebut mengarahkan para kader PKK, KB, posyandu, dan bidan desa untuk menyajikan makanan sehat dan bergizi tinggi untuk mengatasi dan mencegah bertambahnya stunting.
Untuk memaksimalkan pencegahan stunting, Pemkab Blora juga membentuk tim percepatan penanggulangan stunting (TPPS) di tingkat kecamatan dan desa. Upaya penyediaan makanan bergizi oleh Solikah tersebut merupakan satu dari banyak kegiatan yang dilakukan di tingkat paling bawah yakni para kader PKK.
Tidak hanya di Desa Keser, Kecamatan Tunjungan, tetapi langkah tersebut juga sama dilakukan para kader PKK lainnya yang ada di Kabupaten Blora. Bahkan tidak hanya di Kabupaten Blora, tetapi upaya penanganan stunting juga dilakukan di seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah.
Jika Kabupaten Blora dengan Program Dashat, para kader PKK di wilayah lain juga memiliki inovasi untuk pengentasan stunting seperti di Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang dengan Program Amalkan dan Kukuhkan Halaman Asri, Teratur, Indah, dan Nyaman (Aku Hatinya) serta menerapkan prinsip ekonomi sirkular.
Program tersebut direalisasikan dalam bentuk pengembangan teras pangan, mengelola rumah pangan, memasak hasil panen untuk dibagikan kepada para balita yang mengalami kurang gizi, dan menjual produk di gerai pangan yang hasilnya digunakan kembali untuk pengentasan angka stunting.
Gerakan dari kader PKK di dua daerah tersebut hanya sebagian dari upaya penanganan dan pencegahan stunting yang adi di Provinsi Jawa Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun telah meluncurkan Gerakan Gong Ceting atau Gotong Royong Cegah Stuting yang bersinergi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta pihak akademisi (22 perguruan tinggi se-Jateng).
Langkah lain yang dilakukan yakni dengan pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota, 576 TPPS kecamatan, serta sebanyak 8.650 TPPS desa/kelurahan. Tidak hanya itu, berbagai strategi program berupa Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng, Jo Kawin Bocah untuk mencegah perkawinan usia anak, pendampingan keluarga risiko stunting dan berbagai program lintas sektor lainnya.
Harus dicegah dan ditangani
Stunting harus dicegah dan ditangani karena dapat menghambat perkembangan fisik dan mental anak, serta berdampak pada kesehatan dan produktivitas saat dewasa, sehingga menjadi isu nasional. Dampak lebih luas lagi, stunting juga dapat menghambat upaya Indonesia untuk menjadi negara yang berdaya saing tinggi.
Sejumlah dampak jika anak stunting yakni, dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, menghambat perkembangan otak sehingga kemampuan mental dan belajar anak kurang maksimal, serta dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, jantung koroner, dan stroke.
Hal terburuk saat sumber daya manusianya stunting, maka berpotensi mengganggu tingkat produktivitas, pertumbuhan dan perkembangan intelektual pun menjadi terganggu, serta biaya yang dikeluarkan untuk beragam risiko yang disebabkan oleh stunting pun menjadi tinggi dan bisa berpengaruh pada Negara.
Besarnya dampak tersebut, stunting menjadi perhatian dunia dan WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen. Pemerintah Indonesia juga menetapkan stunting sebagai isu prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan menetapkan target penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Hasilnya membanggakan
Berdasarkan data survei kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting Provinsi Jawa Tengah 20,7 persen dan sejumlah kabupaten dan kota terus menunjukkan hasilnya seperti angka prevalensi stunting 10,4 persen (terendah se-Jateng).
Prevalensi stunting sendiri merupakan persentase jumlah balita di suatu populasi yang mengalami stunting. Angka tersebut digunakan sebagai indikator untuk menilai masalah gizi pada kelompok balita.
Untuk menurunkan angka stunting, Provinsi Jawa Tengah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan. Selain itu, juga dilakukan berbagai program, seperti Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng dan Jo Kawin Bocah.
Dari tahun ke tahun, prevalensi stunting Provinsi Jawa Tengah berdasarkan SKI dan survei status gizi Indonesia (SSGI) terus mengalami penurunan. Prevalensi Stunting Provinsi Jawa Tengah berdasarkan data SSGI & SKI mengalami penurunan dari tahun 2019 dengan prevalensi 27,7 persen. di tahun 2021 menjadi 20,9 persen, tahun 2022 sebanyak 20,8 persen, dan di tahun 2023 menjadi 20,7 persen. Angka itu, masih di bawah prevalensi stunting nasional tahun 2023 sebesar 21,5 persen.
Prevalensi Stunting Provinsi Jateng berdasarkan SKI dan SSGI terus menurun angkanya
|
|
Tahun
|
Persen
|
2019
|
27,7
|
2021
|
20,9
|
2022
|
20,8
|
2023
|
20,7
|