Semarang (ANTARA) - Tawuran antarkelompok remaja atau gangster di Kota Semarang cukup marak di beberapa bulan menjelang pelaksanaan Pilkada 2024.
Perkembangan kelompok-kelompok remaja yang mempersenjatai diri dengan senjata tajam tersebut cukup meresahkan warga Ibu Kota Jawa Tengah, khususnya di malam hari.
Gangster yang sebagian besar anggotanya anak yang masih berusia di bawah umur tersebut mempersenjatai diri dengan senjata tajam yang ukuran panjangnya bisa lebih dari satu meter.
Dari data Polrestabes Semarang selama periode Januari hingga September 2024 tercatat 83 kasus tawuran antar-gangster dimana 73 pelaku harus menjalani pidana hingga persidangan di pengadilan.
Sementara sekitar 200 pelaku lainnya menjalani pembinaan oleh kepolisian.
Maraknya tawuran tersebut tidak sedikit menimbulkan korban jiwa, baik dari anggota gangster itu sendiri maupun masyarakat biasa yang tidak bersalah.
Seorang mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang bernama Muhammad Tirza Nugroho tewas pada 17 September 2024 akibat sabetan senjata tajam kelompok gangster saat melintas di Jalan Kelud, Kota Semarang.
Mahasiswa tersebut diduga menjadi korban salah sasaran kelompok gengster yang malam itu sedang mencari musuh untuk tawuran.
Upaya tegas dilakukan Polrestabes Semarang untuk mengatasi tindak kriminalitas oleh kelompok-kelompok gangster tersebut.
Aplikasi Libas Polrestabes Semarang efektif untuk mendeteksi serta mendukung respon cepat polisi dalam menindak tindak kriminalitas itu.
Banyak laporan masyarakat tentang keberadaan kelompok-kelompok gangster yang dilaporkan melalui aplikasi Libas dan segera ditindaklanjuti.
Bahkan aplikasi Libas juga merekam data tindak kriminal para pelaku tawuran yang tertangkap.
Penindakan hukum tersebut ditindaklanjuti dengan deklarasi pembubaran kelompok-kelompok gangster yang diinisiasi juga oleh Polrestabes Semarang.
Sebanyak 19 kelompok gangster di Kota Semarang mendeklarasikan pembubaran kelompok yang beberapa waktu terakhir menimbulkan keresahan bagi masyarakat di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah itu.
Puluhan anggota gangster menyatakan membubarkan diri dan menghentikan segala bentuk aktivitas gangster yang meresahkan dan mengganggu ketenteraman masyarakat.
Selain itu, para anggota gangster tersebut juga meminta maaf kepada seluruh masyarakat Kota Semarang atas dampak negatif yang ditimbulkan.
Dalam pembubaran tersebut juga diserahkan secara simbolis atribut, seperti kaos serta bendera milik para anggota gangster.
Dibiayai Judi Online
Polrestabes Semarang juga mengungkap dugaan aliran dana judi daring ke sejumlah kelompok gangster di Kota Semarang.
Pengungkapan tersebut berawal dari penangkapan sejumlah anggota gangster dan dalam penyidikan, polisi menemukan pembiayaan sejumlah gangster oleh laman judi online.
Dari sejumlah anggota gangster yang ditangkap tersebut, beberapa di antaranya merupakan admin media sosial sejumlah gangster.
Menurut Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar, ada tiga admin media sosial yang mengaku mendapat aliran dana dari judi online.
Polisi sendiri sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni MIS (22) warga Semarang Utara, MAH (19) warga Pedurungan, serta SWA (23) warga Semarang Barat.
Laman-laman judi online tersebut bekerja sama dengan tersangka MIS yang selanjutnya disalurkan ke empat kelompok gangster. Para tersangka itu memperoleh aliran uang sebesar Rp5 juta sampai Rp8 juta per bulan.
Uang yang dialirkan tersebut ditujukan untuk pengobatan jika terluka saat tawuran, membeli minuman keras, hingga kebutuhan rekreasi dan menggelar pertemuan.
Keterlibatan laman judi online yang membiayai keberadaan gangster tidak boleh dipandang ringan sehingga harus ada pengungkapan lebih serius dan mengejar pengelola judi online yang ikut membesarkan gangster.
Apa hanya sekedar motif dari admin medsos yang menjadi tersangka untuk mencari keuntungan ekonomi atau ada motif lainnya.
Keberadaan gangster yang meresahkan itu bisa mengganggu upaya kepolisian menciptakan situasi kondusif menjelang hingga pelaksanaan tahapan Pilkada 2024 di Kota Semarang.
Selain kerawanan akibat aksi gangster, polisi juga mengungkap, sebuah kasus pelibatan siswa SMK dalam demonstrasi mahasiswa di Kota Semarang yang berakhir ricuh pada Agustus 2024 lalu.
Ada pihak-pihak tertentu menggunakan akun-akun media sosial untuk memprovokasi siswa SMK sehingga sejumlah siswa SMK dari wilayah Demak, Grobogan, dan Kabupaten Semarang ikut bersama mahasiswa melakukan demonstrasi itu.
Kepolisian mengingatkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap rangkaian peristiwa tersebut untuk menghentikan dan tidak meneruskan upaya-upaya yang melanggar hukum dan mengganggu situasi kondusif Kota Semarang.
Cegah sebelum berkembang
Polisi menyebut fenomena gangster sebagai bentuk kenakalan remaja yang melebihi batas kewajaran sehingga diperlukan upaya semua pihak untuk bersama-sama mencegah sebuah komunitas pelajar dan remaja yang berkembang menjadi kelompok gangster.
Sejumlah faktor diduga menjadi pemicu kenakalan remaja yang melebihi batas kewajaran, seperti tekanan dari teman sebaya, kurang pengawasan orang tua, hingga terpapar pengaruh negatif.
Oleh karena dibutuhkan peran sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar untuk mampu mendeteksi memunculkan gangster sebelum aksi-aksi mereka memakan korban.
Sudah menjadi fenomena di setiap sekolah terbentuk kelompok-kelompok geng karena minat tertentu. Tetapi yang perlu diantisipasi adalah kelompok yang mengarah eksklusifitas dengan mengandalkan kekerasan fisik.
Semula kelompok itu dibentuk sebagai solidaritas satu sekolah menghadapi ancaman kekerasan dari sekolah lain, namun bisa jadi berkembang menjadi ancaman bagi sekolah lain dan memicu tawuran antarsekolah.
Model serupa juga terbentuk di setiap kawasan pemukiman yang akhirnya menjadi potensi tawuran antarkampung.
Polisi menyebut penindakan secara pidana menjadi salah satu formulasi penegakan hukum terhadap maraknya kenakalan remaja yang melebihi batas itu. Namun selain penindakan perlu dibentuk mitra-mitra kepolisian di sekolah dan masyarakat yang memantau kelompok itu sebelum berkembang menjadi gangster.
Kepolisian perlu menggalang kemitraaan dengan guru sekolah dan tokoh-tokoh masyarakat untuk mendeteksi secara dini kelompok remaja yang mengumbar kekerasan, bahkan mewajibkan anggota geng untuk saling beradu fisik dengan alasan meningkatkan keberanian kelompoknya.
Mereka dapat melaporkan segala aktifitas dari kelompok atau yang mencurigakan melalui aplikasi Libas.
Mereka dapat melaporkan segala aktifitas dari kelompok atau yang mencurigakan melalui aplikasi Libas.
Memang benar ada satuan intelijen yang memantau setiap perkembangan yang menganggu keamanan dan ketertiban, tetapi semakin banyak mitra kepolisian maka pencegahan bisa dilakukan lebih dini.
Peran orang tua juga sangat penting untuk mencegah anak-anaknya terjerumus dalam kelompok gangster. Teliti siapa teman-teman mereka, kemana saja waktu dihabiskan di luar sekolah dan amati perubahan perilaku yang terjadi.
Komunikasi orang tua dan anak menjadi benteng agar anak tidak terpengaruh hal-hal negatif. Kalau perlu mendorong para remaja untuk lebih dekat dengan kelompok pengajian agama, agar ada guru spiritual yang bisa membentengi mereka.
Keprihatinan tentang kondisi darurat gangster di Kota Semarang juga sempat diutarakan Wali Kota Hevearita G.Rahayu yang mengajak semua elemen masyarakat untuk membantu kepolisian mencegah munculnya gangster.
Wali Kota mengapresiasi upaya kepolisian mengatasi kelompok-kelompok gangster itu. Namun menurut Wali Kota mengatasi gangster tentunya tidak hanya sebatas pada pencegahan, perlu juga penyembuhan para remaja yang terlanjur masuk di dalamnya.
Mereka yang pernah terlibat harus diberikan terapi pemulihan dan pembinaan oleh keluarga, dan tokoh-tokoh agama agar tidak kembali terjerumus masuk kelompok serupa.
Mereka yang pernah terlibat harus diberikan terapi pemulihan dan pembinaan oleh keluarga, dan tokoh-tokoh agama agar tidak kembali terjerumus masuk kelompok serupa.
Usai penindakan tegas serta deklarasi pembubaran terhadap kelompok-kelompok gangster oleh Polrestabes Semarang terlihat hal positif terhadap situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Ibu Kota Jawa Tengah ini.
Polisi mencatat penurunan drastis laporan masyarakat tentang aktivitas kelompok-kelompok tersebut di bulan Oktober hingga menjelang masa pemungutan suara Pilkada 2024.
Kondisi tersebut diharapkan bisa terus dipertahankan dengan tetap menjaga kewaspadaan kepolisian terhadap berbagai ancaman kamtibmas di tahun politik ini.