Semarang (ANTARA) - “Pemimpin itu bukan sekadar bisa jadi hero, tapi bisa menciptakan dan menggerakkan hero-hero lainnya ikut turun tangan” kata Anies Baswedan.
Kata-kata itu lekat dan terus membayangi Dian Marta Wijayanti*. Kepala Sekolah SDN Gajahmungkur 03 Semarang ini ingin sekali bisa menciptakan para hero baru di sekolah yang memiliki jumlah siswa sebanyak 167 itu.
Dalam menjalankan amanahnya yang baru, kepala sekolah kelahiran Blora tahun 1992 ini memiliki prinsip: lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Oleh karenanya, dirinya mencari celah dan melihat potensi di tempat ia bertugas. Salah satu potensi yang besar adalah luasnya lingkungan sekolah.
"Kami akhirnya babat alas, mengoptimalkan penggunaan lahan yang ada. Ada banyak tanaman produktif seperti mangga, nangka, jeruk, pisang, jambu biji, dan belimbing," kata Dian yang memiliki pengalaman menjadi guru selama tujuh tahun dan menjadi Plt kepala sekolah sembilan bulan ini.
Baca juga: Keluar zona nyaman wujudkan perubahan
Dian pun mengajak para guru menjadikan tanaman yang ada tersebut sebagai sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi peserta didik, misal dalam belajar jenis akar dengan melakukan pengamatan langsung. Siswa dapat mengklasifikasikan tanaman apakah berakar serabut atau tunggang.
Siswa juga dapat diajak ke lapangan untuk mengamati ekosistem yang ada di sekitarnya, sehingga lebih memahami dalam mempelajari ekosistem alam dan buatan.
"Memiliki lahan yang luas adalah kekayaan bagi sekolah untuk menciptakan pembelajaran aktif," kata Dian.
Baca juga: Robingah tertambat pada pembelajaran berdiferensiasi
Mencetak hero
Dalam memaksimalkan lahan lingkungan sekolah, Dian dihadapkan pada tumpukan sampah plastik di belakang gedung sekolah, rumput liar, serta banyaknya Tanaman Bougenville yang tidak lagi berbunga dan dikhawatirkan tidak aman bagi peserta didik.
Kondisi tersebut mengingatkan Dian akan tujuh aset pemetaan sekolah saat menjadi Pengajar Praktik Guru Penggerak Angkatan 4 Kota Semarang. Ketujuh aset tersebut yakni modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial, modal politik, dan modal agama-budaya.
Seorang pemimpin, katanya, harus mampu mengelola aset yang ada sebaik mungkin untuk mengoptimalkan kualitas sekolah.
Salah satu upaya mengoptimalkan kualitas sekolah, Dian memberikan komando dengan mengajak seluruh warga sekolah mulai dari guru, karyawan, serta peserta didik melakukan kerja bakti.
"Tidak hanya meningkatkan kerja sama, kegiatan tersebut justru juga menjadi ajang belajar di luar kelas oleh guru dan peserta didik," kata Dian.
Baca juga: Solusi itu bernama Guru Penggerak
Mereka mencabuti rumput-rumput liar, memangkas Tanaman Bougenville, dan belajar dari banyak hal seperti mengenal nama binatang yang ditemukan saat kegiatan.
"Bu, aku dapat keong," kata Ayu, siswa kelas 1 sembari menunjukkan ke gurunya.
"Mana ada keong di sini Yu," jawab Ratna guru kelas 1 yang kemudian menjelaskan bahwa yang ditemukan Ayu adalah cangkang bekicot dan bukan keong.
Upaya Dian menciptakan para hero peduli lingkungan pun berbuah manis. Lahan sekolah yang terletak di Jalan Cikuray Raya tersebut, kini pun terlihat indah dipandang mata.
Bahkan tidak sebatas membersihkan lahan, para hero peduli lingkungan SD Gajahmungkur 03 Semarang tersebut pun bersiap menanam tanaman produktif lebih banyak lagi pada lahan yang ada.
Baca juga: Menggali potensi melalui Program Sejati
*Dian Marta Wijayanti
Kepala Sekolah SDN Gajahmungkur 03 Kota Semarang
Fasilitator Program Pintar Tanoto Foundation
Kata-kata itu lekat dan terus membayangi Dian Marta Wijayanti*. Kepala Sekolah SDN Gajahmungkur 03 Semarang ini ingin sekali bisa menciptakan para hero baru di sekolah yang memiliki jumlah siswa sebanyak 167 itu.
Dalam menjalankan amanahnya yang baru, kepala sekolah kelahiran Blora tahun 1992 ini memiliki prinsip: lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Oleh karenanya, dirinya mencari celah dan melihat potensi di tempat ia bertugas. Salah satu potensi yang besar adalah luasnya lingkungan sekolah.
"Kami akhirnya babat alas, mengoptimalkan penggunaan lahan yang ada. Ada banyak tanaman produktif seperti mangga, nangka, jeruk, pisang, jambu biji, dan belimbing," kata Dian yang memiliki pengalaman menjadi guru selama tujuh tahun dan menjadi Plt kepala sekolah sembilan bulan ini.
Baca juga: Keluar zona nyaman wujudkan perubahan
Dian pun mengajak para guru menjadikan tanaman yang ada tersebut sebagai sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi peserta didik, misal dalam belajar jenis akar dengan melakukan pengamatan langsung. Siswa dapat mengklasifikasikan tanaman apakah berakar serabut atau tunggang.
Siswa juga dapat diajak ke lapangan untuk mengamati ekosistem yang ada di sekitarnya, sehingga lebih memahami dalam mempelajari ekosistem alam dan buatan.
"Memiliki lahan yang luas adalah kekayaan bagi sekolah untuk menciptakan pembelajaran aktif," kata Dian.
Baca juga: Robingah tertambat pada pembelajaran berdiferensiasi
Mencetak hero
Dalam memaksimalkan lahan lingkungan sekolah, Dian dihadapkan pada tumpukan sampah plastik di belakang gedung sekolah, rumput liar, serta banyaknya Tanaman Bougenville yang tidak lagi berbunga dan dikhawatirkan tidak aman bagi peserta didik.
Kondisi tersebut mengingatkan Dian akan tujuh aset pemetaan sekolah saat menjadi Pengajar Praktik Guru Penggerak Angkatan 4 Kota Semarang. Ketujuh aset tersebut yakni modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial, modal politik, dan modal agama-budaya.
Seorang pemimpin, katanya, harus mampu mengelola aset yang ada sebaik mungkin untuk mengoptimalkan kualitas sekolah.
Salah satu upaya mengoptimalkan kualitas sekolah, Dian memberikan komando dengan mengajak seluruh warga sekolah mulai dari guru, karyawan, serta peserta didik melakukan kerja bakti.
"Tidak hanya meningkatkan kerja sama, kegiatan tersebut justru juga menjadi ajang belajar di luar kelas oleh guru dan peserta didik," kata Dian.
Baca juga: Solusi itu bernama Guru Penggerak
Mereka mencabuti rumput-rumput liar, memangkas Tanaman Bougenville, dan belajar dari banyak hal seperti mengenal nama binatang yang ditemukan saat kegiatan.
"Bu, aku dapat keong," kata Ayu, siswa kelas 1 sembari menunjukkan ke gurunya.
"Mana ada keong di sini Yu," jawab Ratna guru kelas 1 yang kemudian menjelaskan bahwa yang ditemukan Ayu adalah cangkang bekicot dan bukan keong.
Upaya Dian menciptakan para hero peduli lingkungan pun berbuah manis. Lahan sekolah yang terletak di Jalan Cikuray Raya tersebut, kini pun terlihat indah dipandang mata.
Bahkan tidak sebatas membersihkan lahan, para hero peduli lingkungan SD Gajahmungkur 03 Semarang tersebut pun bersiap menanam tanaman produktif lebih banyak lagi pada lahan yang ada.
Baca juga: Menggali potensi melalui Program Sejati
*Dian Marta Wijayanti
Kepala Sekolah SDN Gajahmungkur 03 Kota Semarang
Fasilitator Program Pintar Tanoto Foundation