Batang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Batang, Jawa Tengah, menginformasikan bahwa berdasar hasil pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat elektronik, jumlah kasus kekerdilan (stunting) pada 2022 sebanyak 5.182 balita dari 38.211 balita.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Ida Susilaksmi di Batang, Kamis, mengatakan bahwa dengan hasil ini maka Kabupaten Batang masuk kategori 10 besar kasus stunting di Jateng.
"Memang terjadi penurunan kasus kekerdilan anak pada 2022 dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 5.275 balita dari 37.302 balita," katanya.
Menurut dia, untuk menurunkan jumlah kasus kekerdilan pada anak, pemkab telah melakukan sejumlah upaya seperti melalui program "Gayeng Nginceng Wong Meteng" dan menggandeng Kementerian Agama setempat melakukan sosialisasi dan pembinaan pada calon pengantin.
Dikatakan, faktor penyebab kasus kekerdilan pada anak sangat kompleks tetapi pilar utamanya adalah pola makan, pola asuh, dan sanitasi.
"Ketiga hal itu, berkontribusi sebagai penyebab kasus kekerdilan pada anak di daerah itu," kata Ida Susilaksmi.
Masyarakat di daerah, lanjut dia, masih memiliki anggapan bahwa ibu hamil dan ibu menyusui memiliki pantangan yang tidak diperbolehkan dimakan padahal makanan tersebut bergizi dan sehat sangat dibutuhkan bagi mereka dan pertumbuhan otak dan badan janin dalam kandungan.
Ida Susilaksmi mengatakan dengan adanya pandemi COVID-19 menyebabkan terjadinya goncangan ekonomi sehingga berpengaruh terhadap asupan gizi pada bayi.
"Pola asuh juga berpengaruh, ketika bayi diasuh oleh orang yang pengetahuannya kurang memadai sehingga dalam memberikan makanan juga keliru pola dan tidak telaten," katanya.
Demikian pula, kata dia, dengan keterbatasan sanitasi dan adanya buang air besar secara sembarangan akan berisiko terjadinya penyakit menular.
"Diare tinggi, anak sering sakit-sakitan, berat badannya akan turun, dan berakibat stunting," kata Ida Susilaksmi.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Ida Susilaksmi di Batang, Kamis, mengatakan bahwa dengan hasil ini maka Kabupaten Batang masuk kategori 10 besar kasus stunting di Jateng.
"Memang terjadi penurunan kasus kekerdilan anak pada 2022 dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 5.275 balita dari 37.302 balita," katanya.
Menurut dia, untuk menurunkan jumlah kasus kekerdilan pada anak, pemkab telah melakukan sejumlah upaya seperti melalui program "Gayeng Nginceng Wong Meteng" dan menggandeng Kementerian Agama setempat melakukan sosialisasi dan pembinaan pada calon pengantin.
Dikatakan, faktor penyebab kasus kekerdilan pada anak sangat kompleks tetapi pilar utamanya adalah pola makan, pola asuh, dan sanitasi.
"Ketiga hal itu, berkontribusi sebagai penyebab kasus kekerdilan pada anak di daerah itu," kata Ida Susilaksmi.
Masyarakat di daerah, lanjut dia, masih memiliki anggapan bahwa ibu hamil dan ibu menyusui memiliki pantangan yang tidak diperbolehkan dimakan padahal makanan tersebut bergizi dan sehat sangat dibutuhkan bagi mereka dan pertumbuhan otak dan badan janin dalam kandungan.
Ida Susilaksmi mengatakan dengan adanya pandemi COVID-19 menyebabkan terjadinya goncangan ekonomi sehingga berpengaruh terhadap asupan gizi pada bayi.
"Pola asuh juga berpengaruh, ketika bayi diasuh oleh orang yang pengetahuannya kurang memadai sehingga dalam memberikan makanan juga keliru pola dan tidak telaten," katanya.
Demikian pula, kata dia, dengan keterbatasan sanitasi dan adanya buang air besar secara sembarangan akan berisiko terjadinya penyakit menular.
"Diare tinggi, anak sering sakit-sakitan, berat badannya akan turun, dan berakibat stunting," kata Ida Susilaksmi.