Semarang (ANTARA) - Upaya penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dalam proses legislasi harus dikawal sehingga semua pihak wajib mengawal proses percepatan legislasi yang telah disepakati bersama.
"Dalam proses pembahasan RUU TPKS bersama pemerintah diharapkan terjadi sejumlah penyempurnaan dalam rangka merespons kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/1).
Sesuai tahapan legislasi, setelah Rapat Paripurna, Selasa (18/1) lalu, Pimpinan DPR mengirimkan surat pengantar ke Presiden terkait RUU TPKS sebagai hak inisiatif DPR untuk dimintakan Surat Presiden beserta lampiran daftar inventarisasi masalah (DIM) sebagai bahan pembahasan bersama Pemerintah.
Lestari sangat berharap semua pihak mengawal tahapan legislasi itu dengan baik, agar percepatan proses pembahasan RUU TPKS bisa direalisasikan.
Rerie, sapaan akrab Lestari, mendorong sejumlah aspek yang dikaji dalam DIM pada proses pembahasan RUU TPKS menjadi aturan yang mampu mencegah sejumlah tindak kekerasan seksual yang marak terjadi di tengah masyarakat.
Selain itu, tambah Rerie, sejumlah kendala yang menghambat proses hukum dalam kasus kekerasan seksual harus mampu diatasi dengan hadirnya UU TPKS kelak. Kendala itu, antara lain, tidak adanya psikolog pendamping korban, korban takut melapor, hingga kesulitan mendapat keterangan korban yang penyandang disabilitas.
Lestari menyatakan kasus-kasus kekerasan seksual kerap terjadi di ruang-ruang privat dan publik yang sebagian besar menyasar perempuan dan anak sebagai korban.
Rerie berharap produk undang-undang yang dihasilkan kelak mampu membentuk sistem pencegahan dan perlindungan masyarakat yang maksimal dari ancaman tindak kekerasan seksual.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu meminta Pemerintah agar juga melakukan kolaborasi yang solid antar-kementerian dan lembaga juga dengan para legislator, dalam proses legislasi RUU TPKS.
Mengingat, tambahnya, dalam pembahasan RUU TPKS sejumlah aspek, antara lain aspek hukum, sosial dan perlindungan berada di bawah kewenangan kementerian yang berbeda.
Kesiapan yang matang dari kedua belah pihak, Badan Legislasi DPR dan Pemerintah, ujar Rerie, diharapkan mampu mendorong percepatan lahirnya UU TPKS yang mampu mencegah dan memberi kepastian hukum terhadap berbagai kasus tindak pidana kekerasan seksual di negeri ini. ***
"Dalam proses pembahasan RUU TPKS bersama pemerintah diharapkan terjadi sejumlah penyempurnaan dalam rangka merespons kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/1).
Sesuai tahapan legislasi, setelah Rapat Paripurna, Selasa (18/1) lalu, Pimpinan DPR mengirimkan surat pengantar ke Presiden terkait RUU TPKS sebagai hak inisiatif DPR untuk dimintakan Surat Presiden beserta lampiran daftar inventarisasi masalah (DIM) sebagai bahan pembahasan bersama Pemerintah.
Lestari sangat berharap semua pihak mengawal tahapan legislasi itu dengan baik, agar percepatan proses pembahasan RUU TPKS bisa direalisasikan.
Rerie, sapaan akrab Lestari, mendorong sejumlah aspek yang dikaji dalam DIM pada proses pembahasan RUU TPKS menjadi aturan yang mampu mencegah sejumlah tindak kekerasan seksual yang marak terjadi di tengah masyarakat.
Selain itu, tambah Rerie, sejumlah kendala yang menghambat proses hukum dalam kasus kekerasan seksual harus mampu diatasi dengan hadirnya UU TPKS kelak. Kendala itu, antara lain, tidak adanya psikolog pendamping korban, korban takut melapor, hingga kesulitan mendapat keterangan korban yang penyandang disabilitas.
Lestari menyatakan kasus-kasus kekerasan seksual kerap terjadi di ruang-ruang privat dan publik yang sebagian besar menyasar perempuan dan anak sebagai korban.
Rerie berharap produk undang-undang yang dihasilkan kelak mampu membentuk sistem pencegahan dan perlindungan masyarakat yang maksimal dari ancaman tindak kekerasan seksual.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu meminta Pemerintah agar juga melakukan kolaborasi yang solid antar-kementerian dan lembaga juga dengan para legislator, dalam proses legislasi RUU TPKS.
Mengingat, tambahnya, dalam pembahasan RUU TPKS sejumlah aspek, antara lain aspek hukum, sosial dan perlindungan berada di bawah kewenangan kementerian yang berbeda.
Kesiapan yang matang dari kedua belah pihak, Badan Legislasi DPR dan Pemerintah, ujar Rerie, diharapkan mampu mendorong percepatan lahirnya UU TPKS yang mampu mencegah dan memberi kepastian hukum terhadap berbagai kasus tindak pidana kekerasan seksual di negeri ini. ***