Bengkulu (ANTARA) - Anggota DPD RI Riri Damayanti meminta pemerintah menghentikan rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sektor barang kebutuhan pokok rakyat (sembako), yang rencananya akan diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Riri menilai penerapan pajak terhadap sembako tidak akan mencapai tujuan dari penarikan pajak itu sendiri yakni salah satunya untuk membiayai pembangunan yang akhirnya akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Penerapan pajak sembako, kata Riri, malah akan mensengsarakan masyarakat dan memperjauh ketimpangan sosial. Apalagi saat ini banyak masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah yang yang kesulitan karena dampak pandemi COVID-19.
"Saya tidak setuju. Janganlah, karena menurut saya sembako ini kebutuhan kita hari-hari dan yang paling membutuhkan itu orang yang menengah kebawah. Kalau sembako yang urusan perut aja mau di pajakin, ini akan menjadi persoalan nasional yang melibatkan banyak lapisan masyarakat," kata Riri di Bengkulu, Senin.
Senator dari daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Bengkulu ini menyebut pengenaan pajak terhadap sektor sembako ini tidak sejalan dengan program pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Menurutnya, pengenaan pajak sembako akan memicu kenaikan harga-harga. Sementara daya beli masyarakat sedang rendah karena kesulitan ekonomi akibat pandemi.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Saleh juga menyuarakan penolakan terhadap rencana penerapan PPN terhadap sektor sembako dan pendidikan.
Saleh meminta Menteri Keuangan meninjau ulang rencana tersebut dan memikirkan jalan lain untuk menyelesaikan persoalan keuangan negara.
"Saya tidak setuju. Saya minta Menteri Keuangan meninjau kembali karena kondisi saat ini sangat sulit. Kalau misalnya dikenakan lagi PPN sembako dan pendidikan akan semakin sulit," kata anggota DPR RI dari dapil Provinsi Bengkulu ini.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah saat ini masih tetap fokus memulihkan ekonomi sehingga dirinya sangat menyayangkan adanya kegaduhan di masyarakat terkait isu sembako dikenakan PPN.
"Pemerintah benar-benar menggunakan instrumen APBN karena memang tujuan kita adalah pemulihan ekonomi dari sisi 'demand side' dan 'supply side'," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Kamis (10/6).
Dia menjelaskan, draf RUU KUP baru dikirimkan kepada DPR namun belum dibahas sehingga sangat disesalkan munculnya kegaduhan mengenai isu pengenaan PPN untuk sembako.
Terlebih menurut dia, draf RUU KUP bocor dan tersebut ke publik dengan aspek-aspek yang terpotong dan tidak secara utuh sehingga menyebabkan kondisi "kikuk".
Baca juga: Gubernur sarankan Kemenkeu dan DPR klarifikasi PPN sembako
Riri menilai penerapan pajak terhadap sembako tidak akan mencapai tujuan dari penarikan pajak itu sendiri yakni salah satunya untuk membiayai pembangunan yang akhirnya akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Penerapan pajak sembako, kata Riri, malah akan mensengsarakan masyarakat dan memperjauh ketimpangan sosial. Apalagi saat ini banyak masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah yang yang kesulitan karena dampak pandemi COVID-19.
"Saya tidak setuju. Janganlah, karena menurut saya sembako ini kebutuhan kita hari-hari dan yang paling membutuhkan itu orang yang menengah kebawah. Kalau sembako yang urusan perut aja mau di pajakin, ini akan menjadi persoalan nasional yang melibatkan banyak lapisan masyarakat," kata Riri di Bengkulu, Senin.
Senator dari daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Bengkulu ini menyebut pengenaan pajak terhadap sektor sembako ini tidak sejalan dengan program pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Menurutnya, pengenaan pajak sembako akan memicu kenaikan harga-harga. Sementara daya beli masyarakat sedang rendah karena kesulitan ekonomi akibat pandemi.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Saleh juga menyuarakan penolakan terhadap rencana penerapan PPN terhadap sektor sembako dan pendidikan.
Saleh meminta Menteri Keuangan meninjau ulang rencana tersebut dan memikirkan jalan lain untuk menyelesaikan persoalan keuangan negara.
"Saya tidak setuju. Saya minta Menteri Keuangan meninjau kembali karena kondisi saat ini sangat sulit. Kalau misalnya dikenakan lagi PPN sembako dan pendidikan akan semakin sulit," kata anggota DPR RI dari dapil Provinsi Bengkulu ini.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah saat ini masih tetap fokus memulihkan ekonomi sehingga dirinya sangat menyayangkan adanya kegaduhan di masyarakat terkait isu sembako dikenakan PPN.
"Pemerintah benar-benar menggunakan instrumen APBN karena memang tujuan kita adalah pemulihan ekonomi dari sisi 'demand side' dan 'supply side'," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Kamis (10/6).
Dia menjelaskan, draf RUU KUP baru dikirimkan kepada DPR namun belum dibahas sehingga sangat disesalkan munculnya kegaduhan mengenai isu pengenaan PPN untuk sembako.
Terlebih menurut dia, draf RUU KUP bocor dan tersebut ke publik dengan aspek-aspek yang terpotong dan tidak secara utuh sehingga menyebabkan kondisi "kikuk".
Baca juga: Gubernur sarankan Kemenkeu dan DPR klarifikasi PPN sembako