Semarang (ANTARA) - Adalah kenyataan ironis bahwa aksi unjuk rasa di sejumlah daerah terkait dengan putusan Rapat Paripurna DPR RI yang menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang gegara disinformasi.
Seharusnya pada era teknologi informasi ini hal itu tidak terjadi jika setiap ada perubahan draf RUU Cipta Kerja segera dipublikasikan melalui web resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (www.dpr.go.id).
Ketika berupa naskah akademik nama rancangan undang-undang ini "RUU Cipta Lapangan Kerja". Setelah melalui pembahasan di DPR RI, sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020, kemudian pada Rapat Paripurna DPR RI pada hari Senin (5 Oktober 2020) namanya berubah menjadi "RUU Cipta Kerja".
Baca juga: Gubernur Ganjar temui unjuk rasa penolak UU Cipta Kerja
Seyogianya pembuat undang-undang menginformasikan adanya perubahan kepada publik mulai tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Tidak pelak lagi, aksi unjuk rasa pun mewarnai pembahasan tersebut. Ada sejumlah ketentuan yang ditolak oleh kalangan pekerja/buruh gegara dalam draf RUU Cipta Kerja menghapus upah minimun kabupaten/kota (UMK).
Berdasarkan file "RUU Cipta Kerja" memang UMK dihapus. Pada Pasal 88C Ayat (1) menyebutkan Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman; Ayat (2) upah minimum sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan upah minimum provinsi (UMP).
Setelah 3 Oktober atau berdasarkan nama dokumen "UU Cipta Kerja FINAL - Paripurna", apa yang dituntut oleh buruh, misalnya soal UMK, sudah diakomodasi oleh pembuat undang-undang.
Jangankan rakyat, sejumlah anggota DPR RI mengaku belum menerima naskah akhir RUU Cipta Kerja. Ini sebuah ironi pada era teknologi informasi. Oleh karena itu, perlu transparansi dalam setiap pembahasan RUU.
Kini publik tinggal menanti apakah draf RUU Cipta Kerja yang ada di media sosial sama dengan UU Cipta Kerja yang ada di dalam Lembaran Negara RI, termasuk pernyataan Presiden RI Joko Widodo dan sejumlah pejabat lain yang memberi penjelasan kepada rakyat pasca-Rapat Paripurna DPR RI.
Baca juga: Undip dorong kampus buka posko pengaduan UU Cipta Kerja
Baca juga: Ganjar duduk bersama pihak terkait bahas UU Cipta Kerja
Baca juga: Ganjar undang serikat pekerja diskusikan UU Cipta Kerja
Seharusnya pada era teknologi informasi ini hal itu tidak terjadi jika setiap ada perubahan draf RUU Cipta Kerja segera dipublikasikan melalui web resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (www.dpr.go.id).
Ketika berupa naskah akademik nama rancangan undang-undang ini "RUU Cipta Lapangan Kerja". Setelah melalui pembahasan di DPR RI, sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020, kemudian pada Rapat Paripurna DPR RI pada hari Senin (5 Oktober 2020) namanya berubah menjadi "RUU Cipta Kerja".
Baca juga: Gubernur Ganjar temui unjuk rasa penolak UU Cipta Kerja
Seyogianya pembuat undang-undang menginformasikan adanya perubahan kepada publik mulai tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Tidak pelak lagi, aksi unjuk rasa pun mewarnai pembahasan tersebut. Ada sejumlah ketentuan yang ditolak oleh kalangan pekerja/buruh gegara dalam draf RUU Cipta Kerja menghapus upah minimun kabupaten/kota (UMK).
Berdasarkan file "RUU Cipta Kerja" memang UMK dihapus. Pada Pasal 88C Ayat (1) menyebutkan Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman; Ayat (2) upah minimum sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan upah minimum provinsi (UMP).
Setelah 3 Oktober atau berdasarkan nama dokumen "UU Cipta Kerja FINAL - Paripurna", apa yang dituntut oleh buruh, misalnya soal UMK, sudah diakomodasi oleh pembuat undang-undang.
Jangankan rakyat, sejumlah anggota DPR RI mengaku belum menerima naskah akhir RUU Cipta Kerja. Ini sebuah ironi pada era teknologi informasi. Oleh karena itu, perlu transparansi dalam setiap pembahasan RUU.
Kini publik tinggal menanti apakah draf RUU Cipta Kerja yang ada di media sosial sama dengan UU Cipta Kerja yang ada di dalam Lembaran Negara RI, termasuk pernyataan Presiden RI Joko Widodo dan sejumlah pejabat lain yang memberi penjelasan kepada rakyat pasca-Rapat Paripurna DPR RI.
Baca juga: Undip dorong kampus buka posko pengaduan UU Cipta Kerja
Baca juga: Ganjar duduk bersama pihak terkait bahas UU Cipta Kerja
Baca juga: Ganjar undang serikat pekerja diskusikan UU Cipta Kerja