Semarang (ANTARA) - Di masa pandemi COVID-19, tren masyarakat bersepeda tengah naik daun. Hasil survey yang dilakukan oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) mencatat ada peningkatan hingga 10 kali lipat tren masyarakat bersepeda terutama di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti; di Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Bandung, dan Surabaya. Bahkan saat penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, masyarakat bersepeda meningkat 1.000 persen dibandingkan Oktober 2019.
Ada beragam alasan masyarakat bersepeda, di antaranya merupakan alternatif untuk berolahraga pada saat banyak tempat olahraga yang terpaksa ditutup. Selain itu, karena alasan bosan harus di rumah terus menerus sehingga memilih kegiatan bersepeda. Tren masyarakat bersepeda juga memberikan dampak pada sektor ekonomi, yakni pada penjualan sepeda, suku cadang, maupun service. Di sejumlah daerah, penjualan suku cadang sepeda bahkan kenaikannya mencapai 200 persen di masa pandemi COVID-19.
Tingginya animo para pesepeda di masa normal baru, belakangan beredar isu akan adanya aturan pajak sepeda oleh Kementerian Perhubungan. Namun Kemenhub membantah hal tersebut. “Tidak benar Kemenhub sedang menyiapkan regulasi terkait pajak sepeda. Yang benar adalah kami sedang menyiapkan regulasi untuk mendukung keselamatan para pesepeda. Hal ini juga untuk menyikapi maraknya penggunaan sepeda sebagai sarana transportasi oleh masyarakat,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati.
Sejumlah regulasi yang disiapkan, di antaranya terkait dengan alat pemantul cahaya bagi para pesepeda, jalur sepeda, serta penggunaan alat keselamatan lainnya oleh pesepeda. Pemerintah juga mendorong pemerintah daerah untuk mengatur penggunaan sepeda, minimal dengan menyiapkan infrastruktur jalan maupun ketentuan lain yang mengatur khusus para pesepeda di wilayahnya masing-masing, seperti jalur sepeda keselamatan.
Djoko Setijowarno, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat menilai pilihan masyarakat bersepeda diharapkan tidak sekadar untuk berolahraga untuk meningkatkan imun tubuh, tetapi bisa menjadi aktivitas harian dan budaya masyarakat. Selain itu, dengan bersepeda diharapkan tidak menimbulkan celaka bagi diri sendiri maupun orang lain akibat berperilaku seenaknya sendiri. Dan yang utama, jangan sampai dengan bersepeda justru tertular dan menularkan COVID-19.
Untuk mendukung bersepeda menjadi budaya, tentu dibutuhkan keterlibatan semua pihak terutama dari pemerintah daerah seperti dengan menyediakan jalur sepeda (bike path) agar tidak berbagi ruas wilayah dengan pergerakan kendaraan lain, dapat bersama atau terpisah dengan pejalan kaki. Kemudian lajur sepeda (bike lane), rute sepeda (bike route) di kawasan perumahan, perkantoran, terpadu (super blok). Selain itu juga diperlukan penyediaan parkir sepeda yang berkualitas baik parkir sepeda gratis dan atau sewa di sekolah, kampus, stasiun, pasar, pusat perbelanjaan, perkantoran, tempat ibadah, dan tempat rekreasi.
Aktivitas masyarakat yang produktif dengan tren bersepeda tersebut diharapkan tidak sekadar "latah", tetapi dapat menjadi budaya di era normal baru dan roda perekonomian nasional bisa tetap berjalan.
Ada beragam alasan masyarakat bersepeda, di antaranya merupakan alternatif untuk berolahraga pada saat banyak tempat olahraga yang terpaksa ditutup. Selain itu, karena alasan bosan harus di rumah terus menerus sehingga memilih kegiatan bersepeda. Tren masyarakat bersepeda juga memberikan dampak pada sektor ekonomi, yakni pada penjualan sepeda, suku cadang, maupun service. Di sejumlah daerah, penjualan suku cadang sepeda bahkan kenaikannya mencapai 200 persen di masa pandemi COVID-19.
Tingginya animo para pesepeda di masa normal baru, belakangan beredar isu akan adanya aturan pajak sepeda oleh Kementerian Perhubungan. Namun Kemenhub membantah hal tersebut. “Tidak benar Kemenhub sedang menyiapkan regulasi terkait pajak sepeda. Yang benar adalah kami sedang menyiapkan regulasi untuk mendukung keselamatan para pesepeda. Hal ini juga untuk menyikapi maraknya penggunaan sepeda sebagai sarana transportasi oleh masyarakat,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati.
Sejumlah regulasi yang disiapkan, di antaranya terkait dengan alat pemantul cahaya bagi para pesepeda, jalur sepeda, serta penggunaan alat keselamatan lainnya oleh pesepeda. Pemerintah juga mendorong pemerintah daerah untuk mengatur penggunaan sepeda, minimal dengan menyiapkan infrastruktur jalan maupun ketentuan lain yang mengatur khusus para pesepeda di wilayahnya masing-masing, seperti jalur sepeda keselamatan.
Djoko Setijowarno, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat menilai pilihan masyarakat bersepeda diharapkan tidak sekadar untuk berolahraga untuk meningkatkan imun tubuh, tetapi bisa menjadi aktivitas harian dan budaya masyarakat. Selain itu, dengan bersepeda diharapkan tidak menimbulkan celaka bagi diri sendiri maupun orang lain akibat berperilaku seenaknya sendiri. Dan yang utama, jangan sampai dengan bersepeda justru tertular dan menularkan COVID-19.
Untuk mendukung bersepeda menjadi budaya, tentu dibutuhkan keterlibatan semua pihak terutama dari pemerintah daerah seperti dengan menyediakan jalur sepeda (bike path) agar tidak berbagi ruas wilayah dengan pergerakan kendaraan lain, dapat bersama atau terpisah dengan pejalan kaki. Kemudian lajur sepeda (bike lane), rute sepeda (bike route) di kawasan perumahan, perkantoran, terpadu (super blok). Selain itu juga diperlukan penyediaan parkir sepeda yang berkualitas baik parkir sepeda gratis dan atau sewa di sekolah, kampus, stasiun, pasar, pusat perbelanjaan, perkantoran, tempat ibadah, dan tempat rekreasi.
Aktivitas masyarakat yang produktif dengan tren bersepeda tersebut diharapkan tidak sekadar "latah", tetapi dapat menjadi budaya di era normal baru dan roda perekonomian nasional bisa tetap berjalan.