Semarang (ANTARA) - Margaretha Dwi Maryani seorang ibu rumah tangga di Semarang kini memiliki rutinitas dua kali setiap satu minggu menjalani terapi Hemodialisa (cuci darah), sebuah terapi yang tidak menyembuhkan namun lebih bersifat perawatan untuk menjaga kualitas hidup penderita gagal ginjal.

Margareth mengaku telah enam tahun dengan rutin mendatangi Klinik Ginjal dan Hipertensi Lestari Semarang berbekal semangat yang tinggi menjalani pengobatan dan selalu bersyukur dirinya sangat terbantu karena cuci darahnya sepenuhnya dijamin program JKN-KIS

“Dari jaman saya masih gadis sering terkena batu ginjal, karena masih muda dulu masih saya buat aktifitas olahraga dan dengan mengkonsumsi obat-obat dari dokter, batu ginjal saya bisa keluar. Namun ketika saya menikah batu ginjal saya kembali muncul dan segala upaya dilakukan sampai pada akhirnya harus dioperasi," kata Margareth.

Operasi pengangkatan batu ginjal tersebut, lanjut Margareth ternyata belum sepenuhnya berhasil, karena berulangkali masih saja muncul sampai akhirnya mengganggu kesehatan ginjal dan memunculkan permasalahan baru yakni sejak tahun 2014 mewajibkannya untuk menjalani prosedur cuci darah.

Awal terapi cuci darah, kata Margareth, menjadi momok menakutkan, namun kemudian bisa berangsur menghilang karena adanya dukungan dari anak-anaknya yang selalu membesarkan hatinya agar tetap menjalani cuci darah daripada nanti racun yang ada di tubuh menyebar, apalagi bagi anak-anaknya selalu mementingkan kesehatannya.

“Saya sempat bertanya kepada dokter bagaimana kondisi ginjal saya, katanya produktivitas ginjal saya sudah tidak lagi 100 persen, sehingga saya harus cuci darah namun saya jadi semangat karena hati saya dibesarkan oleh dokter agar tetap bersyukur walaupun ginjal bermasalah tetapi bisa dibantu dengan cuci darah," kata Margareth ketika ditemui di Klinik Ginjal dan Hipertensi Lestari.

Prosedur cuci darah merupakan kegiatan rutin yang wajib dilakukan oleh pasien gagal ginjal, karena kemampuan ginjal seseorang berkurang untuk menyaring racun dari cairan dan sisa-sisa makanan.

Margareth menjelaskan untuk menjalani cuci darah diperlukan biaya yang tidak sedikit dan dirinya mengaku beruntung karena sudah terdaftar sebagai peserta JKN-KIS sejak adanya BPJS Kesehatan di awal tahun 2014, sehingga sangat membantu dirinya dan pasien cuci darah lainnya.

“Kebetulan saya single parent karena suami sudah meninggal. Bersyukurnya saya terdaftar sebagai peserta JKN-KIS, sudah bisa membayangkan jika cuci darah mandiri, pasti membutuhkan biaya yang sangat besar. Dengan menjadi peserta JKN-KIS, perawatan cuci darah saya di klinik ini dilayani seperti keluarga. Dokternya sudah seperti kakak sendiri, perawatnya baik-baik, sehingga walau hidup dengan gagal ginjal saya tetap memotivasi diri saya sendiri untuk sehat dan semangat, sehingga saya merasa bukan pasien gagal ginjal," kata Margareth.

Baca juga: BPJS Kesehatan beri perhatian lebih bagi penderita Hipertensi dan Diabetes saat COVID-19

Margareth selalu optimistis dan gagal ginjal bukan akhir dari segalanya, sehingga dirinya tetap beraktifitas bersama anak-anak, setiap minggu pergi keluar kota, yang terpenting cuci darah rutin, menjaga makanan, nutrisi minuman bahkan semenjak rutin hemodialisa keluhan adanya batu ginjal tidak pernah muncul lagi.

"Apalagi saat ini BPJS Kesehatan mempermudah prosedur hemodialisa atau cuci darah bagi peserta JKN-KIS. Dengan simplifikasi prosedur, peserta tidak perlu lagi mengulang surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk mendapatkan layanan ini. Namun proses pendaftaran pelayanan cuci darah cukup dengan rekam sidik jari di rumah sakit atau klinik utama tempat peserta biasa mendapat pelayanan," cerita Margareth.

Margareth mengaku masih sering mendengar keluhan dari masyarakat terkait program JKN-KIS, padahal jika masyarakat tahu besarnya manfaat program-programnya seperti saya tentunya tidak akan ada keluhan, namun hanya rasa syukur.

"Saya selalu bilang yang penting disyukuri, sampai cuci darah dicover program JKN-KIS ini, coba dibayangkan kalo tidak ada JKN-KIS, pasti rumah sudah terjual karena biaya cuci darah itu mahal sekali saya berharap semoga programJKN-KIS dari BPJS Kesehatan ini selalu dilancarkan programnya, karena banyak sekali masyarakat yang kondisinya sepertinya," tutup Margareth.
Baca juga: Peresepan obat program JKN-KIS bisa dilakukan online selama COVID-19
Baca juga: Perpres 64/2020: Pemerintah berikan bantuan untuk peserta JKN-KIS kelas III

Pewarta : KSM
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024