Purwokerto, Jateng (ANTARA) - Sebanyak 1.222 pekerja dari 54 perusahaan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, dirumahkan akibat adanya pandemi COVID-19, kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (Dinnakerkop UKM) Kabupaten Banyumas Joko Wiyono.
"Itu data sementara yang kami terima. Tiap dua hari sekali, kami perbarui," katanya dalam konferensi pers yang didampingi Sekretaris Dinnakerkop UKM Suwardi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa.
Menurut Joko, pekerja yang dirumahkan itu sebagian besar bekerja di sektor perhotelan, rumah makan, dan tempat hiburan.
Selain itu, kata dia, ada juga 19 pekerja dari tiga perusahaan di Banyumas yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca juga: 3.000 pekerja di Semarang dirumahkan
Dengan demikian, lanjut dia, di Kabupaten Banyumas hingga Selasa terdapat 57 perusahaan yang berhenti operasi maupun tutup sementara waktu karena adanya pandemi COVID-19.
"Bagi perusahaan yang masih beroperasi, kami telah bersurat guna meminta perusahaan-perusahaan tersebut melaksanakan protokol kesehatan seperti menyediakan sarana cuci tangan, termometer, dan sebagainya," kata Joko.
Ia mengatakan selain 1.222 pekerja yang dirumahkan dan 19 pekerja yang terkena PHK, Banyumas juga kedatangan 441 pekerja migran Indonesia yang dipulangkan dari negara tempat mereka bekerja sebagai dampak dari pandemi COVID-19.
"Sebagian besar pekerja migran yang dipulangkan itu sebelumnya bekerja di Hong Kong. Ada juga yang berasal dari Malaysia dan Taiwan," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Dinnakerkop UKM Kabupaten Banyumas Suwardi mengatakan jika dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sebenarnya tidak ada istilah pekerja dirumahkan.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pihaknya telah meminta perusahaan yang merumahkan pekerjanya untuk melakukan musyawarah terkait dengan pembayaran upah yang menjadi hak pekerja.
"Jika mampu, ya dibayar penuh. Jangan sampai hal itu sebagai akal-akalan supaya tidak bayar upah," katanya.
Menurut dia, pihaknya juga telah mengundang bagian personalia dari masing-masing perusahaan untuk mendata perusahaan mana saja yang merumahkan pekerjanya maupun melakukan PHK.
Oleh karena itu, kata dia, data mengenai jumlah pekerja yang dirumahkan dan di-PHK selalu diperbarui setiap dua hari sekali.
"Bisa saja hari ini perusahaan tersebut masih mampu bertahan, namun dua hari kemudian tidak mampu lagi sehingga terpaksa merumahkan pekerjanya," katanya.
Ia mengatakan pihaknya saat sekarang sedang mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah agar pekerja yang terdampak pandemi COVID-19 bisa mendapatkan jaring pengaman sosial dari pemerintah.
Baca juga: 32.192 pekerja migran Indonesia pulang dari negara terdampak COVID-19
Baca juga: Presiden minta pengaman sosial secepatnya diterapkan, lindungi pekerja informal
"Itu data sementara yang kami terima. Tiap dua hari sekali, kami perbarui," katanya dalam konferensi pers yang didampingi Sekretaris Dinnakerkop UKM Suwardi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa.
Menurut Joko, pekerja yang dirumahkan itu sebagian besar bekerja di sektor perhotelan, rumah makan, dan tempat hiburan.
Selain itu, kata dia, ada juga 19 pekerja dari tiga perusahaan di Banyumas yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca juga: 3.000 pekerja di Semarang dirumahkan
Dengan demikian, lanjut dia, di Kabupaten Banyumas hingga Selasa terdapat 57 perusahaan yang berhenti operasi maupun tutup sementara waktu karena adanya pandemi COVID-19.
"Bagi perusahaan yang masih beroperasi, kami telah bersurat guna meminta perusahaan-perusahaan tersebut melaksanakan protokol kesehatan seperti menyediakan sarana cuci tangan, termometer, dan sebagainya," kata Joko.
Ia mengatakan selain 1.222 pekerja yang dirumahkan dan 19 pekerja yang terkena PHK, Banyumas juga kedatangan 441 pekerja migran Indonesia yang dipulangkan dari negara tempat mereka bekerja sebagai dampak dari pandemi COVID-19.
"Sebagian besar pekerja migran yang dipulangkan itu sebelumnya bekerja di Hong Kong. Ada juga yang berasal dari Malaysia dan Taiwan," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Dinnakerkop UKM Kabupaten Banyumas Suwardi mengatakan jika dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sebenarnya tidak ada istilah pekerja dirumahkan.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pihaknya telah meminta perusahaan yang merumahkan pekerjanya untuk melakukan musyawarah terkait dengan pembayaran upah yang menjadi hak pekerja.
"Jika mampu, ya dibayar penuh. Jangan sampai hal itu sebagai akal-akalan supaya tidak bayar upah," katanya.
Menurut dia, pihaknya juga telah mengundang bagian personalia dari masing-masing perusahaan untuk mendata perusahaan mana saja yang merumahkan pekerjanya maupun melakukan PHK.
Oleh karena itu, kata dia, data mengenai jumlah pekerja yang dirumahkan dan di-PHK selalu diperbarui setiap dua hari sekali.
"Bisa saja hari ini perusahaan tersebut masih mampu bertahan, namun dua hari kemudian tidak mampu lagi sehingga terpaksa merumahkan pekerjanya," katanya.
Ia mengatakan pihaknya saat sekarang sedang mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah agar pekerja yang terdampak pandemi COVID-19 bisa mendapatkan jaring pengaman sosial dari pemerintah.
Baca juga: 32.192 pekerja migran Indonesia pulang dari negara terdampak COVID-19
Baca juga: Presiden minta pengaman sosial secepatnya diterapkan, lindungi pekerja informal