Semarang (ANTARA) - Kematian maternal (ibu hamil saat melahirkan) dan neonatal (bayi) menjadi pekerjaan rumah (PR) yang hingga saat ini tengah serius digarap oleh Indonesia, termasuk di dalamnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang kemudian diteruskan ke jajaran di bawahnya mulai dari tempat pelayanan kesehatan hingga sumber daya manusia (SDM) petugas kesehatan.
 
Menggarap PR secara bersamaan tersebut diharapkan bisa terus menurunkan angka kematian ibu hamil saat melahirkan yang dikhawatirkan kasus tersebut sebagai fenomena puncak gunung es, karena alasan komplikasi yang sebenarnya bisa diselamatkan, jika dilakukan pencegahan dan penanganan sejak dini.  
 
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menyebutkan sekitar 75 persen kematian ibu hamil saat melahirkan disebabkan perdarahan parah dan infeksi pascapersalinan, tekanan darah tinggi saat kehamilan (preeclampsia/eclampsia), partus lama/macet, serta aborsi yang tidak aman.
 
Sementara kematian bayi berkaitan erat dengan kualitas pelayanan persalinan dan penanganan bayi baru lahir yang kurang optimal setelah lahir dan beberapa hari pertama setelah lahir, prematur, komplikasi terkait persalinan (asfixia atau kesulitan bernafas saat lahir), infeksi, hingga cacat lahir (birth defect).
 
Baca juga: Perlu peran lintas sektoral turunkan angka kematian ibu hamil

Permasalahan yang ada tersebut diperparah dengan minimnya pencegahan dan terlambatnya penanganan; terlambat mengenali tanda risiko atau bahaya, terlambat mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, terlambat mendapat pertolongan, serta terlalu banyak melahirkan, terlalu rapat jarak kelahiran, dan terlalu tua saat melahirkan.  
  
"Nginceng Wong Meteng"  
Menyikapi kondisi tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengimplementasikan program yang tujuannya menurunkan kematian maternal dan neonatal di Jawa Tengah dengan melibatkan seluruh pihak untuk mengawal dan memantau ibu hamil dari fase pra-hamil sampai fase nifas.
 
Program tersebut dikenal dengan Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng. Bagi masyarakat Jawa Tengah, istilah nginceng wong meteng sudah familiar yang artinya "mengintip" orang hamil.  
 
Nginceng dalam program tersebut mengandung arti luas, tidak sekadar mengintip secara harfiah, tetapi ingin mengetahui banyak hal (menelisik) mulai dari data diri, riwayat kesehatan atau penyakit, usia ibu hamil apakah terlalu muda, usianya terlalu tua, jarak kehamilan, progres selama kehamilan, persalinan, sampai selesai persalinan.
 
Jika dijabarkan dari program tersebut, Nginceng dimaksudkan untuk menelisik, mengetahui, memantau, sehingga tepat dalam melakukan pendampingan ibu hamil dari hulu ke hilir yang melikupi 4 fase, mulai dari fase sebelum hamil, fase hamil, fase persalinan, dan fase nifas.
 
Trias Ippuk Leniarti, petugas Posyandu RT 4 Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari, Kota Semarang mengakui adanya upaya Pemprov Jateng untuk menurunkan angka kematian ibu hamil dan bayi, sebagai petugas Posyandu selalu diingatkan untuk mendata warga yang hamil dan balita di wilayahnya masing-masing.
 
"Kami petugas Posyandu terus diingatkan untuk mendata warga yang hamil. Kadang memang ada warga yang malu, karena hamil. Padahal data itu penting, karena nantinya rumah yang bersangkutan harus ditempeli stiker yang menjelaskan bahwa di rumah tersebut ada yang hamil," katanya.
 
Stiker tersebut bertuliskan Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi menuju persalinan yang aman dan selamat lengkap dengan data mulai dari nama, taksiran persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan, transportasi, hingga calon donor jika dibutuhkan tambahan tranfusi akibat pendarahan hebat.
 
Baca juga: USAID: Di balik kematian ibu melahirkan banyak penderitaan

Selain sebagai petugas Posyandu, Trias Ippuk yang juga pengurus RW 03 Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari ini mengaku tidak hanya di tingkat Posyandu tetapi dalam setiap rapat RW yang melibatkan seluruh RT juga selalu diingatkan pentingnya mendata dan memantau ibu hamil dan balita.
 
"Istilahnya jangan sampai sebagai tetangga tidak tahu kalau tetangganya hamil. Karena saat ibu hamil masuk dalam risiko tinggi, maka potensi ibu hamil dan calon bayi meninggal sangat tinggi. Oleh karena itu, pendataan dan pemasangan stiker tersebut dimaksudkan agar ibu hamil selalu dalam pantauan, tidak kekurangan gizi, dan cepat mendapatkan penanganan tercepat misal saat akan melahirkan agar tidak terlambat mendapat penanganan," katanya.
 
Setelah didata siapa saja yang hamil, siapa saja yang masuk dalam ibu hamil berisiko tinggi, maka terus mendapatkan pendampingan oleh tenaga medis Puskesmas setempat termasuk dalam hal asupan makanan, karena bagi ibu hamil tidak mampu akan mendapatkan bantuan berupa uang untuk dibelanjakan nasi, telur, dan susu sebagai penambah gizi.
 
Selain ibu hamil, tambahnya, balita juga menjadi perhatian khusus di antaranya bagi yang tumbuh kembangnya lambat dilihat dari hasil timbangan berat dan panjang badan, lingkar kepala, dan bagi bayi yang pertumbuhannya kurang, mendapatkan tambahan asupan berupa roti dan susu.
 
Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng tersebut dirasakan Ika Ratna Indriyati (37), warga Candi, Kelurahan Candisari sejak awal kehamilan sampai masa nifas yang terus dalam pantauan petugas kesehatan, apalagi dirinya masuk dalam ketegori ibu hamil dengan risiko tinggi.  
 
"Awalnya saya periksa di Puskesmas, namun karena dinyatakan ibu hamil dengan risiko tinggi, sejak saat itu dirujuk ke rumah sakit. Setiap bulan saya kontrol di rumah sakit, juga setiap bulan ada petugas Puskemas yang datang ke rumah untuk memantau kondisi kehamilan dan kesehatan saya," kata Ika.
 
Ika dinyatakan berisiko tinggi karena faktor obesitas, jarak kelahiran anak pertama dengan kedua yang terpaut jauh yakni 9 tahun, usia saat hamil 36 tahun lebih, dan hasil pemeriksaan terakhir yang menambah risiko tinggi yakni nafasnya yang terlalu pendek.
 
Selain kontrol kehamilan di rumah sakit, petugas Puskesmas yang datang ke rumah juga mengukur tensi darah, menanyakan ada keluhan tidak selama hamil, serta mengecek hasil pemeriksaan yang dilakukan di rumah sakit.
 
"Programnya bagus sekali (Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng, red.). Bahkan setelah saya pulang dari rumah sakit setelah melahirkan, petugas Puskemas juga masih datang ke rumah seminggu sekali untuk memastikan pada masa nifas kondisi kesehatan saya tetap baik. Beda dengan dulu, pada saat anak pertama saya, tidak ada petugas yang datang ke rumah. Sekarang, diperhatikan sekali," katanya bersyukur.
 
Ika juga mengaku perhatian yang sama juga diberikan kepada bayinya oleh petugas kesehatan, seperti anjuran pemberian ASI eksklusif dan keharusan perawatan intensif di rumah sakit karena bayinya kuning, pemberian imunisasi, serta adanya pantauan tumbuh kembang anak.
 
Tingginya perhatian petugas kesehatan terhadap ibu hamil juga dirasakan Septiana Erika Hapsari (26) Warga Parangkusumo, Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang pada kehamilan pertamanya.
 
"Ada banyak yang dicek pada saat pemeriksaan mulai dari cek gigi hingga harus cek ke laboratorium dan kata bidan untuk identifikasi secara dini. Cek ke laboratorium juga harus dua kali dalam masa kehamilan yakni pada usia kehamilan 4 bulan dan 8 bulan," katanya.
 
Ia bersyukur hasil cek laboratorium di Puskesmas yang terdiri atas pengecekan Hemoglobin, protein urin, reduksi urin, PH, gula darah, ada tidaknya penyakit HIV dan Sipilis yang seluruh biaya gratis (jika dilakukan cek laboratorium mandiri biayanya mencapai Rp600 ribu, red) dinyatakan baik.
 
"Selain cek lab dua kali waktu hamil, saya sebulan sekali juga selalu kontrol untuk cek USG untuk mengetahui berat dan kesehatan calon bayi. Kalau saat ini yang menjadi keluhan saya, kedua kaki saya sudah bengkak dan dokter meminta saya untuk memperhatikan pola makan seperti harus mengurangi garam dan gorengan," katanya.
 
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo menjelaskan sebenarnya pada fase hamil, ibu harus mendapatkan asupan cukup gizi seimbang dan mereka tercatat dalam aplikasi Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng mulai dari identitas, umur kehamilan, riwayat hipertensi, hingga potensi terkena risiko kehamilan (ada 15 risiko kehamilan).  
 
"Melalui aplikasi tersebut, akan kelihatan apakah ibu hamil masuk dalam risiko tinggi yang harus mendapatkan pendampingan intensif dan masing-masing pemerintah kabupaten kota memiliki inovasi dan kreatifitas sendiri-sendiri untuk menerapkan program Jateng Gayang Nginceng Wong Meteng," jelas Yulianto.
 
Di Kabupaten Kebumen, misalnya lahir gerakan penurunan angka kematian ibu dan bayi dengan melibatkan mulai tingkat RT, RW, Polsek, dan Koramil untuk "nginceng" ibu hamil; di Sukoharjo ada gerakan minum pil pintar (talet tambah darah) untuk para remaja putri atau calon ibu, karena masalah yang biasa terjadi para remaja putri mengalami anemia.
 
"Kami juga bekerja sama dengan Kementerian Agama agar para calon pengantin harus mengikuti kursus pra hamil. Kami juga kerja sama dengan perguruan tinggi. Mahasiswa kami berikan edukasi, kemudian mereka ikut melakukan pendampingan ibu hamil. Tidak hanya sebelum hamil, saat hamil, tetapi saat persalinan juga harus dilakukan di faskes agar mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Setelah melahirkan, ada juga gerakan ASI ekslusif hingga imunisasi," tandas Yulianto.
 
Untuk meningkatkan gerakan pemberian ASI eksklusif, dilakukanlah pendekatan dengan sejumlah komunitas pekerja perempuan seperti di pabrik, dengan perusahaan atau instansi agar para ibu memiliki kesadaran mengenenai pentingnya memberikan ASI untuk anaknya yang didukung ketersediaan tempat menyusui atau memerah ASI di lingkungan kerjanya.  
 
Tidak sekadar dorongan untuk SDM, Pemprov Jateng juga melakukan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan agar memenuhi standar dan dari 881 puskesmas di Jateng, tinggal 14 yang belum terakreditasi dan akan terus dikejar untuk terakreditasi, sehingga ibu hamil mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal.
 
Yulianto menegaskan bahwa seluruh gerakan yang sistematis, inovatif, integratif karena tidak hanya satu sektor, dan holistik atau menyeluruh karena melingkupi sektor pendidikan hingga pemberdayaan masyarakat tersebut berada dalam satu wadah yakni program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng.
 
Baca juga: Program 5 NG mampu turunkan angka kematian ibu dan bayi

Banjir Penghargaan  
Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng terus menunjukkan hasil positif sehingga sejumlah pihak mulai "mengakui" keberhasilan program tersebut termasuk di antaranya United States Agency for Internastional Development (USAID) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
 
Dalam pertemuan dengan USAID pada akhir tahun 2018, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyebutkan bahwa dengan program yang diinisiasi dirinya tersebut telah menurunkan angka kematian 14 persen per tahun sejak diluncurkan atau melampaui target dunia sebesar 3 persen per tahun.
 
Jateng berhasil mencatat angka kematian ibu 88,58 per 100 ribu kelahiran hidup (2017) atau jauh di bawah pada 2013 yang angka kematian ibu masih 118,62 per 100 ribu kelahiran hidup. Angka kematian bayi juga dapat ditekan yakni 5.485 pada 2016 menjadi 4.481 pada 2018 dan keberhasilan tersebut dikarenakan seluruh stakeholder dari hulu ke hilir dilibatkan.
 
Tidak hanya USAID, program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng juga menjadikan Ganjar Pranowo sebagai kepala daerah yang berhasil mendapatkan penghargaan Manggala Karya Kencana (mendukung terlaksananya program kependudukan keluarga berencana dan pembangunan keluarga atau KKBPK) dari BKKBN.
 
"Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng sangat bagus karena berhasil menurunkan angka kematian ibu juga bayi," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat di Semarang usai penyerahan penghargaan kepada Ganjar Pranowo yang diserahkan pada peringatan Hari Jadi Pemprov Jateng.
 
Program Jateng Gayang Nginceng Wong Meteng telah diluncurkan Ganjar Pranowo pada kepemimpinan pertamanya tahun 2016 dan pada masa jabatan keduanya yang didampingi Wakil Gubernur Taj Yasin, keduanya juga fokus di sektor kesehatan sebagai program prioritas dari tiga program unggulan yaitu pengentasan kemiskinan, peningkatan kesehatan, dan ekotren.
 
Ganjar-Taj Yasin menilai pencapaian di sektor kesehatan tidak bisa instan, sehingga sangat tepat pada periode pertama (Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmiko) sebagai bagian untuk membangun pondasi dan perode kedua (Ganjar Pranowo-Taj Yasin) sebagai tahapan akselerasi dan penurunan angka kematian ibu dan anak yang melampaui target dunia menjadi salah satu bukti nyata pekerjaan rumah (PR) bersama tersebut benar-benar digarap dan terus kerjakan.

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024