Semarang (ANTARA) - Temuan ada warga negara asing (WNA) masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2019 di sejumlah daerah, termasuk di Provinsi Jawa Tengah, tidak bisa dianggap sepele.
Kendati jumlahnya hanya sedikit, temuan tersebut akan dengan mudah dijadikan pembenaran atas dugaan dan spekulasi sebelumnya yang beredar tentang keterlibatan asing dalam Pemilu 2019. Jangan sampai muncul dugaan bahwa temuan itu merupakan fenomena puncak gunung es.
Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Tengah, Senin (11/3) menyatakan pihaknya menemukan delapan nama WNA masuk DPT Pemilu 2019.
Sebelumnya, Bawaslu Jateng juga telah menemukan 12 nama WNA yang masuk DPT Pemilu 2019 berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, tercatat ada 20 WNA masuk DPT Pemilu 2019.
Dalam kontestasi Pilpres 2019 yang hanya diikuti dua pasangan, persaingan antarkubu demikian sengit. Bukan hanya perseteruan opini antartim sukses dan antarpendukung, bahkan dalam debat capres sebelumnya kedua kandidat juga sudah saling serang.
Demokrasi memang memberi ruang pertarungan gagasan dan adu data karena dari ruang tersebut akan muncul ide, kebijakan terbaik, yang akan ditagih implementasinya oleh konstituen ketika pasangan tersebut memenangi pilpres.
Publik dan penyelenggara pemilu menginginkan pertarungan ide antarcapres, antartim sukses, dan antarkubu pendukung menghasilkan rencana kebijakan dan gagasan baru yang membawa perbaikan kehidupan demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan.
Namun, yang terjadi belakangan ini tidak melulu pertarungan gagasan baru, tetapi malah menyulut percikan-percikan konflik, yang sebagian di antaranya malah berujung pada pelanggaran UU ITE dan KUHP.
Dalam kondisi tersebut, pemilu dan pilpres yang didesain sebagai momentum pesta demokrasi rakyat tidak lagi membawa suasana kegembiraan politik, tetapi malah diwarnai kecemasan terjadinya konflik horisontal akibat munculnya dorongan kuat untuk menghabisi lawan-lawan politik.
Oleh karena itu, menghadapi temuan faktual WNA masuk DPT Pemilu 2019, sudah selayakanya Kementerian Dalam Negeri menyikapinya dengan tegas. Penjelasan kesalahan keliru menginput data di DPT, misalnya, tidak serta merta akan diterima dengan lapang dada oleh kalangan yang sejak awal sudah menaruh curiga akan terjadinya kecurangan dalam Pemilu 2019.
Kita tidak ingin ada pihak-pihak yang mendelegitimasi hasil Pemilu 2019. Oleh karena itu, sekecil apa pun potensi kerawanan tersebut harus bisa diantisipasi dan diatasi lebih dini.
Selagi masih ada waktu sekitar 2 bulan, sudah saatnya semua elemen yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 menyisir segala potensi kerawanan yang bisa mencederai kualitas pemilu serentak yang akan diselenggarakan pada 17 April 2019.
Bagi bangsa Indonesia, Pemilu 2019 merupakan pengalaman baru karena baru kali ini lima jenis pemilihan dilakukan serentak. Kesuksesannya akan menjadi model bagi pelaksanaan pemilu di masa mendatang. ***
Kendati jumlahnya hanya sedikit, temuan tersebut akan dengan mudah dijadikan pembenaran atas dugaan dan spekulasi sebelumnya yang beredar tentang keterlibatan asing dalam Pemilu 2019. Jangan sampai muncul dugaan bahwa temuan itu merupakan fenomena puncak gunung es.
Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Tengah, Senin (11/3) menyatakan pihaknya menemukan delapan nama WNA masuk DPT Pemilu 2019.
Sebelumnya, Bawaslu Jateng juga telah menemukan 12 nama WNA yang masuk DPT Pemilu 2019 berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, tercatat ada 20 WNA masuk DPT Pemilu 2019.
Dalam kontestasi Pilpres 2019 yang hanya diikuti dua pasangan, persaingan antarkubu demikian sengit. Bukan hanya perseteruan opini antartim sukses dan antarpendukung, bahkan dalam debat capres sebelumnya kedua kandidat juga sudah saling serang.
Demokrasi memang memberi ruang pertarungan gagasan dan adu data karena dari ruang tersebut akan muncul ide, kebijakan terbaik, yang akan ditagih implementasinya oleh konstituen ketika pasangan tersebut memenangi pilpres.
Publik dan penyelenggara pemilu menginginkan pertarungan ide antarcapres, antartim sukses, dan antarkubu pendukung menghasilkan rencana kebijakan dan gagasan baru yang membawa perbaikan kehidupan demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan.
Namun, yang terjadi belakangan ini tidak melulu pertarungan gagasan baru, tetapi malah menyulut percikan-percikan konflik, yang sebagian di antaranya malah berujung pada pelanggaran UU ITE dan KUHP.
Dalam kondisi tersebut, pemilu dan pilpres yang didesain sebagai momentum pesta demokrasi rakyat tidak lagi membawa suasana kegembiraan politik, tetapi malah diwarnai kecemasan terjadinya konflik horisontal akibat munculnya dorongan kuat untuk menghabisi lawan-lawan politik.
Oleh karena itu, menghadapi temuan faktual WNA masuk DPT Pemilu 2019, sudah selayakanya Kementerian Dalam Negeri menyikapinya dengan tegas. Penjelasan kesalahan keliru menginput data di DPT, misalnya, tidak serta merta akan diterima dengan lapang dada oleh kalangan yang sejak awal sudah menaruh curiga akan terjadinya kecurangan dalam Pemilu 2019.
Kita tidak ingin ada pihak-pihak yang mendelegitimasi hasil Pemilu 2019. Oleh karena itu, sekecil apa pun potensi kerawanan tersebut harus bisa diantisipasi dan diatasi lebih dini.
Selagi masih ada waktu sekitar 2 bulan, sudah saatnya semua elemen yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 menyisir segala potensi kerawanan yang bisa mencederai kualitas pemilu serentak yang akan diselenggarakan pada 17 April 2019.
Bagi bangsa Indonesia, Pemilu 2019 merupakan pengalaman baru karena baru kali ini lima jenis pemilihan dilakukan serentak. Kesuksesannya akan menjadi model bagi pelaksanaan pemilu di masa mendatang. ***