Sejak awal masa kampanye, 23 September 2018, hingga sekarang asupan visi, misi, dan program kerja peserta Pemilihan Umum 2019 kepada masyarakat yang punya hak pilih (bisa dikatakan) minim, atau lebih pada mengampanyekan citra diri mereka.

Namun, alangkah indahnya penerapan strategi pencitraan lebih menonjolkan keunggulan sang calon, tanpa harus menyebar kampanye negatif lawan politik, apalagi kampanye hitam dengan memproduksi berita bohong (hoaks).

Parpol peserta pemilu maupun pasangan calon presiden/wakil presiden pada masa kampanye ini harus responsif. Cepat tanggap terhadap apa yang dialami bangsa ini diperlukan oleh calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI maupun calon anggota legislatif di semua tingkatan. Begitu pula, dua peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI.

Kasus prostitusi daring (online) di Surabaya, Sabtu (5-1-2019), misalnya. Peserta pemilu perlu menanggapinya dengan memaparkan cara-cara mengatasinya. Gagasan yang disampaikan oleh mereka setidaknya menambah pengetahuan masyarakat. Syukur-syukur masyarakat bisa berperan serta.

Peran serta masyarakat ini perlu guna meminimalkan jumlah kasus prostitusi daring. Apalagi, kata pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha, untuk memberantas sama sekali prostitusi daring sangatlah sulit.

Atas laporan masyarakat, kasus prostitusi anak di Facebook terungkap. Begitu pula, pemblokiran sejumlah akun prostitusi di Twitter juga atas laporan masyarakat lewat fitur RAS (report as spam) yang disediakan oleh media sosial ini.

Nah, mumpung masa kampanye belum berakhir, mulai sekarang hingga 13 April 2019, caleg perlu mengedepakan visi, misi, dan program kerja jika kelak mereka menjadi wakil rakyat.

Begitu pula, pasangan calon presiden/wakil presiden beserta tim suksesnya seyogianya memanfaatkan sisa waktu itu dengan kegiatan yang bermanfaat bagi rakyat Indonesia. Setop kampanye negatif! Sudahi kampanye hitam!

Pewarta : Kliwon
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024