Kehadiran Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan boleh dikatakan menjadi nafas segar yang berembus bagi upaya-upaya memperkuat kehidupan masyarakat berkebudayaan.

Pada dasarnya kebudayaan menyentuh seluruh sektor dan sendi kehidupan manusia. Ia bukan sekadar berwujud kesenian dan perayaan ritual tradisi masyarakat, namun juga juga menyangkut nilai suatu karakter luhur yang menjalani proses pewarisan dan bersama gerak zaman membentuk peradaban manusia.

Sidang paripurna DPR RI pada 27 April 2017 mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan. Rancangan itu sendiri sesungguhnya telah diajukan pemerintah sejak sekitar 35 tahun lalu.

Memang cukup panjang perjalanan mencapai Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan. Pembahasan rancangan tersebut hingga tiga periode keparlemenan. Meskipun demikian, bukan berarti undang-undang tersebut sudah sempurna.

Sri Sultan Hamengku Buwono X saat uji publik rancangan undang-undang itu, mengemukakan pentingnya kesadaran bahwa masih terbuka ruang bagi peluang perubahan undang-undang itu karena kebudayaan bersifat dinamis. Alasannya, bahwa budaya sangat kompleks dan luas, menjangkau semua hasil cita, rasa, karsa, dan karya manusia.

"Tidak ada undang-undang yang sekali jadi," katanya ketika menerima rombongan DPR RI untuk uji publik rancangan undang-undang itu di Yogyakarta pada awal April lalu. Uji publik oleh dewan juga dilakukan di Provinsi Riau.

Awalnya bernama Rancangan Undang-Undang Kebudayaan, sedangkan dalam proses pembahasan antara legislatif dan eksekutif berkembang menjadi Rancangan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan.

Hal itu merujuk kepada Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945, bahwa "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya".

Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan terdiri atas sembilan bab dan 61 pasal. Bab I Ketentuan Umum berupa penjelasan, asas, tujuan, dan objek pemajuan kebudayaan, Bab II Pemajuan, yakni tentang penjelasan umum, perlindungan yang berupa inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, publikasi, serta pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.
    
Bab III Hak dan Kewajiban menyangkut peranan setiap orang dalam memajukan kebudayaan, Bab IV Tugas dan Wewenang menyangkut pemerintah pusat dan daerah dalam upaya memajukan kebudayaan, Bab V Pendanaan, Bab VI Penghargaan, Bab VII Larangan, Bab VIII Ketentuan Pidana, dan Bab IX Ketentuan Penutup.

Undang-undang tersebut tidak cukup berhenti pada pengesahan di parlemen, namun mesti segera dihilirkan secara intensif dan masif, supaya menyentuh pemahaman masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya.

Jangan sampai undang-undang itu hanya bertengger di singgasana. Ia harus menyatakan diri sebagai embusan nafas segar bagi pemajuan kebudayaan bangsa.


Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor :
Copyright © ANTARA 2024