Magelang, Antara Jateng - Festival Lima Gunung tahun ini baru diselenggarakan setelah Lebaran di kawasan antara Gunung Merapi dan Merbabu Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, namun berbagai persiapan yang seakan secara diam-diam, telah digelar sejak beberapa bulan lalu.
Penyelenggara festival secara berturut-turut setiap tahun adalah para seniman petani yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung, meliputi kawasan Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh.
Para petinggi komunitas telah memutuskan festival tahun ke-15 itu berlangsung di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang pada 21-24 Juli 2016.
Beberapa tahun lalu, penyelenggaraan serupa juga di Dusun Keron dengan Sujono sebagai pemuka sentral seniman setempat yang tergabung dalam kelompok Sanggar Saujana.
Kelompok seniman petani sanggar itu memiliki sejumlah karya seni terutama kontemporer desa, antara lain tarian Jingkrak Sundang, Topeng Saujana, dan wayang gunung dengan tokoh-tokoh satwa, terutama serangga.
Mereka juga mengembangkan kemahiran berolah karya instalasi seni dengan memanfaatkan berbagai bahan alam, seperti jerami, bambu, dan batang kering tanaman pertanian. Keberadaan sanggar seni dengan karya-karya mereka menjadi salah satu kekuatan penting Komunitas Lima Gunung.
Dusun Keron yang lokasinya relatif tak jauh dari alur Kali Pabelan yang aliran airnya berhulu di Gunung Merapi itu, berpenduduk 89 keluarga atau sekitar 350 jiwa melingkupi empat rukun tetangga.
Sebagian besar warga hidup sehari-hari sebagai petani komoditas hortikultura dan padi, peternak, serta buruh bangunan. Kepala dusun setempat saat ini dijabat oleh seorang perempuan muda bernama Sri Asih.
Penyelenggaraan Festival Lima Gunung telah dikenal masyarakat luas, terutama di kalangan seniman, pemerhati budaya, pegiat dan pengamat sosial, baik di dalam maupun luar negeri. Kekuatan kemandirian penyelenggaraannya setiap tahun, terkesan membuat festival tersebut selalu bergereget.
Para petinggi komunitas, termasuk inspirator utama yang juga budayawan Sutanto Mendut, selalu menjadi tumpuan konfirmasi berbagai pihak di Magelang maupun berbagai kota dan luar negeri, secara individu maupun kelompok, untuk sekadar menjadwalkan hendak menonton maupun ingin terlibat dalam pementasan kesenian.
Keputusan Dusun Keron sebagai lokasi Festival Lima Gunung tahun ini, memang disambut antusias warga setempat. Ihwal yang menjadi angan-angan gembira bersama adalah dusun mereka bakal didatangi ribuan orang karena festival tersebut.
"Terima kasih Festival Lima Gunung tahun ini di Keron," kata Kadus Keron Sri Asih dalam pertemuan dengan para petinggi Komunitas Lima Gunung beberapa waktu lalu ketika mengungkapkan kegembiraan warganya.
Pijakan berpikir sederhana warga Dusun Keron terkait dengan festival tersebut, yakni menjadi tuan rumah yang baik untuk perhelatan yang tahun ini bertema "Pala Kependhem", tentang berbagai tanaman pertanian dengan buah yang terpendam tanah, seperti singkong, tales, uwi, dan gembili itu.
Masyarakat Dusun Keron mewujudkan persiapan tersebut melalui gotong royong secara intensif sejak beberapa bulan terakhir. Mereka ingin menjadikan dusun tersebut berwajah bersih dan tertata rapi. Setidaknya, secara sepihak warga ingin membuat siapa saja yang hadir dalam festival beroleh gembira, nyaman, dan terkesan.
Sasaran gotong royong warga sebenarnya bukan hal baru karena telah lama menjadi angan-angan bersama mereka, yakni perbaikan dan pengembangan infrastruktur dusun. Pelaksanaan "proyek" itu semacam mendapat cantelan tepat karena festival.
"'Nyengkakaken anggenipun mbangun dusun ingkang sampun sawetara wekdal dipun ngen-ngen' (Mempercepat keinginan lama warga untuk membangun infrastruktur dusun, red.)," katanya.
Selagi panitia besar Festival Lima Gunung XV/2016 mempersiapan agenda perhelatan agar semakin matang melalui berbagai pertemuan formal maupun informal, termasuk komunikasi intesif melalui grup media sosial mereka, warga Keron pun juga bergerak seakan tiada berhenti menyiapkan dusunnya.
Warga seakan dibangkitkan untuk mewujudkan angan-angan pembangunan infrastruktur dusunnya selama ini.
"Warga 'gumregah' (bangkit) kerja bakti," kata seorang tokoh warga setempat yang juga Ketua RT04/RW11 Dusun Keron Abdul Rozak yang masa mudanya menjadi pemain ketoprak dan penabuh gamelan.
Seminggu sekali terhitung sejak awal April lalu, mereka kerja bakti membangun jalan lingkar dusun. Jalan lingkar itu hendak digunakan ratusan seniman Komunitas Lima Gunung dengan jejaringnya, termasuk dari luar kota, untuk kirab budaya saat puncak festival.
Dengan swadaya masyarakat, ruas jalan lingkar dusun sekitar 500 meter dilebarkan menjadi tiga meter, sebagian sisinya diperkuat menggunakan tanah dan pasir yang diwadahi ratusan karung dan sebagian lainnya diperkuat menggunakan tatanan potongan bambu.
Anggota kelompok peternak sapi juga secara swadaya membangun talud dari batu dan semen sepanjang 20 meter, tepat di depan kandang bersama mereka. Jalan di depan kandang akan menjadi jalur menuju panggung utama Festival Lima Gunung, di areal sawah tepi Dusun Keron.
Pemerintah desa setempat juga berinisiatif mengucurkan sejumlah Dana Desa diwujudkan menjadi 300 batang paralon, untuk warga Dusun Keron mengganti saluran air bersih dari salah satu sumber air, menuju dusun itu.
Pasokan air bersih untuk warga kawasan setempat bukan dari sumur atau perusahaan air bersih, akan tetapi mengandalkan sumber air yang dirawat secara berkala oleh mereka.
Untuk mencukupi kebutuhan air bersih sehari-hari, warga Dusun Keron memanfaatkan pasokan melalui pipa dari sumber air di Tlatar (kawasan Ibu Kota Kecamatan Sawangan). Kondisi pipa-pipa paralon tersebut telah usang karena berusia cukup waktu.
"Kami juga memperbaiki bak besar penampungan air yang menjadi pusat pengaturan distribusi ke rumah-rumah," ujar Sri Asih.
Penggantian pipa paralon air bersih, dianggap warga sebagai kebutuhan penting. Untuk jangka pendek, tentunya bagian tidak lepas dari upaya mereka melayani dengan baik para tamu festival, sedangkan jangka panjangnya, warga setiap hari akan beroleh kelancaran pasokan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga.
Sekitar 60 rumah warga juga telah didata, agar masing-masing pemiliknya menyiapkan secara memadai, sebagai tempat transit atau menginap para tamu festival. Para tamu festival boleh menginap secara gratis di rumah-rumah warga.
Warga juga beriuran bambu untuk pembuatan karya seni instalasi dusun dengan berbagai bahan alami yang dikerjakan terutama oleh para pemuda setempat.
Sedikitnya 300 batang pohon bambu dari berbagai pekarangan warga dipotong dalam rangkaian gotong royong mereka untuk berbagai keperluan festival, termasuk pembuatan dua panggung besar pementasan.
Sujono yang juga salah satu petinggi Komunitas Lima Gunung itu, mengemukakan bahwa sesungguhnya Festival Lima Gunung bukan sekadar menghadirkan pementasan berbagai kesenian, baik oleh anggota komunitas maupun jejaringnya.
Akan tetapi, ujarnya, festival tahun ini juga menampilkan kehendak warga secara kompak dan swadaya dalam membangun infrastruktur dan fasilitas umum dusun.
Pada Festival Lima Gunung XIV/2015 di kawasan Gunung Andong Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, masyarakat setempat memanfaatkan pergelaran itu untuk meresmikan hasil gotong royong selama dua tahun mereka merehab masjid menjadi lebih besar dan tampak megah.
Momentum Festival Lima Gunung 2016 dijadikan warga kawasan Gunung Merapi dan Merbabu di Dusun Keron itu, untuk mewujudkan kehendak swadaya membangun jalan lingkar dusun dan perbaikan saluran air bersih mereka.
"Penggantian pipa air bersih dan pembangunan jalan lingkar dusun kami menjadi ingatan berharga atas festival tahun ini," kata Sujono.
Penyelenggara festival secara berturut-turut setiap tahun adalah para seniman petani yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung, meliputi kawasan Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh.
Para petinggi komunitas telah memutuskan festival tahun ke-15 itu berlangsung di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang pada 21-24 Juli 2016.
Beberapa tahun lalu, penyelenggaraan serupa juga di Dusun Keron dengan Sujono sebagai pemuka sentral seniman setempat yang tergabung dalam kelompok Sanggar Saujana.
Kelompok seniman petani sanggar itu memiliki sejumlah karya seni terutama kontemporer desa, antara lain tarian Jingkrak Sundang, Topeng Saujana, dan wayang gunung dengan tokoh-tokoh satwa, terutama serangga.
Mereka juga mengembangkan kemahiran berolah karya instalasi seni dengan memanfaatkan berbagai bahan alam, seperti jerami, bambu, dan batang kering tanaman pertanian. Keberadaan sanggar seni dengan karya-karya mereka menjadi salah satu kekuatan penting Komunitas Lima Gunung.
Dusun Keron yang lokasinya relatif tak jauh dari alur Kali Pabelan yang aliran airnya berhulu di Gunung Merapi itu, berpenduduk 89 keluarga atau sekitar 350 jiwa melingkupi empat rukun tetangga.
Sebagian besar warga hidup sehari-hari sebagai petani komoditas hortikultura dan padi, peternak, serta buruh bangunan. Kepala dusun setempat saat ini dijabat oleh seorang perempuan muda bernama Sri Asih.
Penyelenggaraan Festival Lima Gunung telah dikenal masyarakat luas, terutama di kalangan seniman, pemerhati budaya, pegiat dan pengamat sosial, baik di dalam maupun luar negeri. Kekuatan kemandirian penyelenggaraannya setiap tahun, terkesan membuat festival tersebut selalu bergereget.
Para petinggi komunitas, termasuk inspirator utama yang juga budayawan Sutanto Mendut, selalu menjadi tumpuan konfirmasi berbagai pihak di Magelang maupun berbagai kota dan luar negeri, secara individu maupun kelompok, untuk sekadar menjadwalkan hendak menonton maupun ingin terlibat dalam pementasan kesenian.
Keputusan Dusun Keron sebagai lokasi Festival Lima Gunung tahun ini, memang disambut antusias warga setempat. Ihwal yang menjadi angan-angan gembira bersama adalah dusun mereka bakal didatangi ribuan orang karena festival tersebut.
"Terima kasih Festival Lima Gunung tahun ini di Keron," kata Kadus Keron Sri Asih dalam pertemuan dengan para petinggi Komunitas Lima Gunung beberapa waktu lalu ketika mengungkapkan kegembiraan warganya.
Pijakan berpikir sederhana warga Dusun Keron terkait dengan festival tersebut, yakni menjadi tuan rumah yang baik untuk perhelatan yang tahun ini bertema "Pala Kependhem", tentang berbagai tanaman pertanian dengan buah yang terpendam tanah, seperti singkong, tales, uwi, dan gembili itu.
Masyarakat Dusun Keron mewujudkan persiapan tersebut melalui gotong royong secara intensif sejak beberapa bulan terakhir. Mereka ingin menjadikan dusun tersebut berwajah bersih dan tertata rapi. Setidaknya, secara sepihak warga ingin membuat siapa saja yang hadir dalam festival beroleh gembira, nyaman, dan terkesan.
Sasaran gotong royong warga sebenarnya bukan hal baru karena telah lama menjadi angan-angan bersama mereka, yakni perbaikan dan pengembangan infrastruktur dusun. Pelaksanaan "proyek" itu semacam mendapat cantelan tepat karena festival.
"'Nyengkakaken anggenipun mbangun dusun ingkang sampun sawetara wekdal dipun ngen-ngen' (Mempercepat keinginan lama warga untuk membangun infrastruktur dusun, red.)," katanya.
Selagi panitia besar Festival Lima Gunung XV/2016 mempersiapan agenda perhelatan agar semakin matang melalui berbagai pertemuan formal maupun informal, termasuk komunikasi intesif melalui grup media sosial mereka, warga Keron pun juga bergerak seakan tiada berhenti menyiapkan dusunnya.
Warga seakan dibangkitkan untuk mewujudkan angan-angan pembangunan infrastruktur dusunnya selama ini.
"Warga 'gumregah' (bangkit) kerja bakti," kata seorang tokoh warga setempat yang juga Ketua RT04/RW11 Dusun Keron Abdul Rozak yang masa mudanya menjadi pemain ketoprak dan penabuh gamelan.
Seminggu sekali terhitung sejak awal April lalu, mereka kerja bakti membangun jalan lingkar dusun. Jalan lingkar itu hendak digunakan ratusan seniman Komunitas Lima Gunung dengan jejaringnya, termasuk dari luar kota, untuk kirab budaya saat puncak festival.
Dengan swadaya masyarakat, ruas jalan lingkar dusun sekitar 500 meter dilebarkan menjadi tiga meter, sebagian sisinya diperkuat menggunakan tanah dan pasir yang diwadahi ratusan karung dan sebagian lainnya diperkuat menggunakan tatanan potongan bambu.
Anggota kelompok peternak sapi juga secara swadaya membangun talud dari batu dan semen sepanjang 20 meter, tepat di depan kandang bersama mereka. Jalan di depan kandang akan menjadi jalur menuju panggung utama Festival Lima Gunung, di areal sawah tepi Dusun Keron.
Pemerintah desa setempat juga berinisiatif mengucurkan sejumlah Dana Desa diwujudkan menjadi 300 batang paralon, untuk warga Dusun Keron mengganti saluran air bersih dari salah satu sumber air, menuju dusun itu.
Pasokan air bersih untuk warga kawasan setempat bukan dari sumur atau perusahaan air bersih, akan tetapi mengandalkan sumber air yang dirawat secara berkala oleh mereka.
Untuk mencukupi kebutuhan air bersih sehari-hari, warga Dusun Keron memanfaatkan pasokan melalui pipa dari sumber air di Tlatar (kawasan Ibu Kota Kecamatan Sawangan). Kondisi pipa-pipa paralon tersebut telah usang karena berusia cukup waktu.
"Kami juga memperbaiki bak besar penampungan air yang menjadi pusat pengaturan distribusi ke rumah-rumah," ujar Sri Asih.
Penggantian pipa paralon air bersih, dianggap warga sebagai kebutuhan penting. Untuk jangka pendek, tentunya bagian tidak lepas dari upaya mereka melayani dengan baik para tamu festival, sedangkan jangka panjangnya, warga setiap hari akan beroleh kelancaran pasokan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga.
Sekitar 60 rumah warga juga telah didata, agar masing-masing pemiliknya menyiapkan secara memadai, sebagai tempat transit atau menginap para tamu festival. Para tamu festival boleh menginap secara gratis di rumah-rumah warga.
Warga juga beriuran bambu untuk pembuatan karya seni instalasi dusun dengan berbagai bahan alami yang dikerjakan terutama oleh para pemuda setempat.
Sedikitnya 300 batang pohon bambu dari berbagai pekarangan warga dipotong dalam rangkaian gotong royong mereka untuk berbagai keperluan festival, termasuk pembuatan dua panggung besar pementasan.
Sujono yang juga salah satu petinggi Komunitas Lima Gunung itu, mengemukakan bahwa sesungguhnya Festival Lima Gunung bukan sekadar menghadirkan pementasan berbagai kesenian, baik oleh anggota komunitas maupun jejaringnya.
Akan tetapi, ujarnya, festival tahun ini juga menampilkan kehendak warga secara kompak dan swadaya dalam membangun infrastruktur dan fasilitas umum dusun.
Pada Festival Lima Gunung XIV/2015 di kawasan Gunung Andong Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, masyarakat setempat memanfaatkan pergelaran itu untuk meresmikan hasil gotong royong selama dua tahun mereka merehab masjid menjadi lebih besar dan tampak megah.
Momentum Festival Lima Gunung 2016 dijadikan warga kawasan Gunung Merapi dan Merbabu di Dusun Keron itu, untuk mewujudkan kehendak swadaya membangun jalan lingkar dusun dan perbaikan saluran air bersih mereka.
"Penggantian pipa air bersih dan pembangunan jalan lingkar dusun kami menjadi ingatan berharga atas festival tahun ini," kata Sujono.