Harga Mobil Kian Semu
Namun, seiring dengan semakin banyaknya merek mobil yang ingin menikmati gurihnya rezeki dari bisnis otomotif ini maka kian banyak pemainnya.
Mobil merek Jepang sampai hari ini memang masih menguasai pasar otomotif di Indonesia. Namun, raksasa otomotif dari luar Jepang tidak tinggal diam. Merek terus mengincar pasar otomotif negeri ini yang terus menggeliat. Tahun 2013 diperkirakan sekitar 1,2 juta mobil baru terjual dan tahun depan tetap menanjak hingga 1,3 juta unit meski suku bunga bank naik.
Toyota, Honda, Suzuki, Mitsubishi, dan Daihatsu yang selama puluhan tahun menguasai pasar otonomif di Indonesia tidak bisa lagi duduk manis berbagi pangsa pasar (market share). Kehadiran kembali Nissan dan Mazda, misalnya, mampu merebut hati konsumen. Duo merek asal Korea, KIA dan Hyundai, seperti halnya dengan orang Korsel, terus ngotot agar bisa merobek dominasi merek-merek Jepang.
Bagaimana dengan merek mobil dari China? Sejak masuk pada 2006, Chery, Geely, dan Foton, harus bekerja lebih keras lagi. Ada pengalaman traumatik konsumen di masa lalu setelah beli sepeda motor merek China. Sebab, ketangguhannya kalah jauh dibanding merek Jepang, India, atau Korsel. Harganya memang lebih murah, namun harga jualnya juga rontok karena kalah segalanya dari merek yang sudah mapan.
Belakangan, merek asal Amerika Serikat, Chevrolet dan Ford, juga serius bertempur untuk mengais pangsa pasar. Chevy, demikian julukan Chevrolet, juga ikut merangsek di segmen mobil tujuh penuimpang atau mobil keluarga alias MPV dengan varian Spin yang dijadikan andalan.
Saking inginnya menikmati kue di segmen ini, varian ini pernah ditawarkan dengan iming-iming diskon 25 persen dari daftar harga (price list). Mungkin belum pernah terjadi di negeri ini penjualan mobil baru dengan diskon 25 persen!
Namun, program banting harga ternyata bukan hanya berlaku untuk pemain baru. Pemain kawakan seperti Mitsubishi, Suzuki, Toyota, dan Daihatsu ternyata juga mengiming-imingi calon konsumen dengan diskon, "cash back", atau apa pun namanya berupa pengurangan harga, hingga belasan persen. Sebuah "city car" merek terkenal bisa dibawa pulang dengan harga di bawah Rp130 juta. Padahal di daftar harga tercatat Rp157 juta lebih. Kalau tak punya uang kontan sebanyak itu, cukup setorkan Rp 20 juta untuk bawa ulang mobil setelah akad kredit diteken.
Kalau melihat besarnya rabat, "cash back", atau apa pun yang intinya mengurangi harga resmi, itu menandakan harga mobil sekarang ini semu. Jadi, harga riil sangat tergantung pada kecakapan pembeli alias tidak ada kepastian harga.
"Untuk menghabiskan stok tahun ini," dalih seorang wiraniaga mobil di Java Mall Kota Semarang. Padahal, jauh sebelum menjelang tutp tahun, diler resmi merek mobil-mobil terkenal juga adu diskon demi menjaga pangsa pasar mereka. Bahkan ada merek tertentu yang berani memberi tenor angsuran hingga 72 bulan alias enam tahun!
Taktik banting harga bukan fenomena akhir tahun. Bersamaan dengan semakin banyaknya merek otomotif yang bertarung di Indonesia, mereka berlomba merebut konsumen. Kalau sulit dibujuk dengan keunggulan fitur yang diusung mobil, tentu harga dan kemudahan memperoleh barang yang dijadikan jurus industri mobil untuk merayu konsumen.
Seperti kelahiran anak pertama yang dinantikan, kemunculan mobil murah ramah lingkungan mendapat sambutan meriah. Karena dalam benak konsumen sudah terpatri bahwa kebanyakan mobil berharga di atas Rp160 juta maka ketika muncul mobil dengan harga sedikit di bawah Rp 100 juta, itu dikatakan murah. Padahal, kalau melihat performa dan teknologi yang melekat di dalam mobil yang dilabeli dengan LCGC (low cost green car), itu tidak bisa disebut sebagai mobil murah. Itu harga yang sangat pantas bagi produsen mobil.
Harga mobil jenis LCGC saat ini memang belum diobral karena termasuk keluaran baru. Namun tidak ada yang bisa menjamin bahwa tahun depan produsen mobil tidak akan menerapkan taktik kuno menjual dengan cara banting harga.
Honda dengan Brio Satya bakal lebih banyak yang mengaspal di jalan. Holden juga bakal memeriahkan segmen pemula, yakni mereka yang pindah kelas dari bersepeda motor ke mobil. Tata dari India juga bakal menguji ketangguhannya untuk melahap medan jalan raya di Indonesia.
Jalanan bakal macet. Mobil berisi satu orang itu sangat boros. Namun, memiliki mobil tak ada kaitan dengan kemacetan dan boros energi. Kalau tak percaya, tanyalah pembeli mobil pada hari ini. ***