Padi Biosalin kolaborasi BRIN-Pemkot Semarang siap panen
Semarang, Jateng (ANTARA) - Padi varietas Biosalin, yang merupakan hasil kolaborasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Pemerintah Kota Semarang di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang, Jateng, telah siap dipanen.
"Alhamdulillah, teman-teman juga bisa melihat hasilnya sangat luar biasa gemuk-gemuk (padinya). Ini hari ke-64 (sejak ditanam), jadi nanti tanggal 25 Oktober akan dilakukan panen dan panen akan menjadi benih," kata Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu di Semarang, Rabu.
Mengawali aktivitasnya, wali kota yang akrab disapa Mbak Ita tersebut menyempatkan meninjau perkembangan padi varietas Biosalin menjelang waktu panen di Kelurahan Mangunharjo.
Padi Biosalin merupakan varietas padi yang dirancang untuk beradaptasi dengan kondisi lahan pesisir, dengan kadar garam dalam tanah cukup tinggi, sehingga tidak hanya tahan terhadap salinitas, tetapi juga memiliki potensi hasil yang tinggi.
Padi Biosalin yang ditanam di lahan seluas satu hektare itu merupakan hasil kolaborasi antara BRIN, Brida Kota Semarang, Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, dan Kelompok Tani Sumber Rejeki Mangunharjo Kecamatan Tugu.
Ita menjelaskan ada dua sistem penanaman padi Biosalin, pertama yaitu penyemaian dulu baru kemudian ditanam, kedua yaitu sistem tabila (tanam benih langsung).
Nantinya, kata dia, bulir hasil panen padi Biosalin tersebut akan menjadi benih yang ditanam di lahan pertanian payau di Jepara dan Batang, bekerja sama dengan Undip.
"Undip juga akan melakukan tanam percontohan di Jepara dan di Batang. Kami akan mengajak Kelompok Tani Sumber Rejeki yang nantinya bisa menjual benih ini kepada masyarakat. Jadi, selain menanam untuk dikonsumsi, lebih menguntungkan juga dengan penjualan benih," lanjut Mbak Ita.
Selain itu, ia juga berkomitmen memastikan ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan), serta saluran-saluran air yang memadai untuk menunjang panen padi Biosalin secara optimal dengan menggandeng perusahaan-perusahaan lewat CSR.
"Kami sudah minta, ini sedang berproses dengan Bank Jateng untuk membuat embung pakai geomembran dan juga alat bantuan cultivator untuk mengolah karena kelompok tani juga belum punya. Bahan bakarnya dari petrasol (hasil olahan sampah plastik) sehingga petani tidak mengeluarkan dana untuk bahan bakar," katanya.
Selain bisa bertahan di kawasan pesisir, varietas padi Biosalin juga memiliki keunggulan, yaitu hasil panen yang lebih banyak sekitar 6-7 ton per ha, misalnya dibanding padi Inpari 32 yang hanya bisa menghasilkan 3 ton per ha.
Ia berharap upaya-upaya mengoptimalkan hasil panen padi Biosalin tersebut akan mendorong multiplier effect dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Terlebih, saat ini pemerintah pusat tengah gencar melakukan berbagai inovasi yang menunjang ketahanan pangan.
"Nah, diharapkan kalau dengan seperti ini petani-petani yang ada di pesisir juga akan sama sejahteranya dengan petani yang ada di kawasan airnya biasa (tidak payau)," katanya.
Adapun untuk perawatannya, para petani mengaku tidak jauh berbeda antara kedua varietas tersebut, yakni Biosalin dengan Inpari.
"Kalau untuk perawatan, saya rasa sama saja dengan Inpari atau lainnya sama saja. Hanya istilahnya baru saya pupuk satu kali saja karena musim kemarau kekurangan air. Itu memupuk hanya satu kali (hasilnya bagus)," kata anggota Kelompok Tani Sumber Rejeki Mangunharjo, Muhson.
"Alhamdulillah, teman-teman juga bisa melihat hasilnya sangat luar biasa gemuk-gemuk (padinya). Ini hari ke-64 (sejak ditanam), jadi nanti tanggal 25 Oktober akan dilakukan panen dan panen akan menjadi benih," kata Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu di Semarang, Rabu.
Mengawali aktivitasnya, wali kota yang akrab disapa Mbak Ita tersebut menyempatkan meninjau perkembangan padi varietas Biosalin menjelang waktu panen di Kelurahan Mangunharjo.
Padi Biosalin merupakan varietas padi yang dirancang untuk beradaptasi dengan kondisi lahan pesisir, dengan kadar garam dalam tanah cukup tinggi, sehingga tidak hanya tahan terhadap salinitas, tetapi juga memiliki potensi hasil yang tinggi.
Padi Biosalin yang ditanam di lahan seluas satu hektare itu merupakan hasil kolaborasi antara BRIN, Brida Kota Semarang, Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, dan Kelompok Tani Sumber Rejeki Mangunharjo Kecamatan Tugu.
Ita menjelaskan ada dua sistem penanaman padi Biosalin, pertama yaitu penyemaian dulu baru kemudian ditanam, kedua yaitu sistem tabila (tanam benih langsung).
Nantinya, kata dia, bulir hasil panen padi Biosalin tersebut akan menjadi benih yang ditanam di lahan pertanian payau di Jepara dan Batang, bekerja sama dengan Undip.
"Undip juga akan melakukan tanam percontohan di Jepara dan di Batang. Kami akan mengajak Kelompok Tani Sumber Rejeki yang nantinya bisa menjual benih ini kepada masyarakat. Jadi, selain menanam untuk dikonsumsi, lebih menguntungkan juga dengan penjualan benih," lanjut Mbak Ita.
Selain itu, ia juga berkomitmen memastikan ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan), serta saluran-saluran air yang memadai untuk menunjang panen padi Biosalin secara optimal dengan menggandeng perusahaan-perusahaan lewat CSR.
"Kami sudah minta, ini sedang berproses dengan Bank Jateng untuk membuat embung pakai geomembran dan juga alat bantuan cultivator untuk mengolah karena kelompok tani juga belum punya. Bahan bakarnya dari petrasol (hasil olahan sampah plastik) sehingga petani tidak mengeluarkan dana untuk bahan bakar," katanya.
Selain bisa bertahan di kawasan pesisir, varietas padi Biosalin juga memiliki keunggulan, yaitu hasil panen yang lebih banyak sekitar 6-7 ton per ha, misalnya dibanding padi Inpari 32 yang hanya bisa menghasilkan 3 ton per ha.
Ia berharap upaya-upaya mengoptimalkan hasil panen padi Biosalin tersebut akan mendorong multiplier effect dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Terlebih, saat ini pemerintah pusat tengah gencar melakukan berbagai inovasi yang menunjang ketahanan pangan.
"Nah, diharapkan kalau dengan seperti ini petani-petani yang ada di pesisir juga akan sama sejahteranya dengan petani yang ada di kawasan airnya biasa (tidak payau)," katanya.
Adapun untuk perawatannya, para petani mengaku tidak jauh berbeda antara kedua varietas tersebut, yakni Biosalin dengan Inpari.
"Kalau untuk perawatan, saya rasa sama saja dengan Inpari atau lainnya sama saja. Hanya istilahnya baru saya pupuk satu kali saja karena musim kemarau kekurangan air. Itu memupuk hanya satu kali (hasilnya bagus)," kata anggota Kelompok Tani Sumber Rejeki Mangunharjo, Muhson.