Unsoed bantu petani Purbalingga tingkatkan ekspor gula semut
Purwokerto (ANTARA) - Tim Riset Produktif Inovatif Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto membantu petani yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama Central Agro Lestari (KUB CAL), Desa Bumisari, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dalam rangka meningkatkan daya saing produksi dan ekspor gula semut.
Saat ditemui usai kegiatan Monitoring dan Evaluasi Riset Produktif Inovatif (Rispro) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan di Laboratorium Terpadu Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsoed, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis, Ketua Tim Rispro Unsoed Dr Yanuar E Restianto mengatakan riset yang dilakukan di KUB CAL, Desa Bumisari, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga, mengusung tema "Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Organic Coconut Sugar Melalui Digital Mapping dan Ecommerce di Era Revolusi Industri 4.0".
"Kami bekerja sama dengan mitra sudah cukup lama, sejak 2018. Kebutuhan-kebutuhan mitra, kami coba jawab, dan salah satu yang selama ini menjadi kendala mereka berkaitan dengan masalah ekspor," jelasnya.
Selama ini, kata dia, KUB CAL sudah melakukan ekspor gula semut namun ada tuntutan konsumen dari luar negeri bahwa produk pangan organik harus bisa ditelusur mulai dari lokasi lahan, pohonnya, dan sebagainya.
Menurut dia, pihaknya mencoba menjawab tuntutan tersebut dengan teknologi digital mapping (pemetaan secara digital).
"Kami melakukan foto udara sendiri, tidak menggunakan foto-foto yang sudah ada, sehingga mendapatkan kondisi yang sebenarnya. Kalau menggunakan foto-foto dari Google, kita kan tidak bisa mengetahui kualitas maupun akurasinya," tegasnya.
Setelah pemetaan secara digital itu selesai, kata dia, pihaknya juga mengecek koordinat di lapangan untuk mencocokkan hasil foto dari udara dengan kondisi di lapangan.
Ia mengatakan semua itu dijadikan sebagai dasar untuk membuat sistem ketelusuran yang selanjutnya dipasang pada aplikasi e-commerce (perdagangan elektronik).
"Itu mungkin yang membedakan antara aplikasi e-commerce yang kami kembangkan dan aplikasi e-commerce pada umumnya. Pada aplikasi yang sudah ada, masih jarang atau kita belum menemukan yang bisa sampai menunjukkan produk ini asal-usulnya dari mana, itu sudah berhasil kami kembangkan," jelasnya.
Dengan demikian, konsumen dari luar negeri bisa langsung memindai produk tersebut, sehingga dapat mengetahui asalnya dari mana, siapa pemilik lahannya, di sekitar itu ada berapa banyak pohonnya, dan sebagainya.
Lebih lanjut, Yanuar mengatakan selama ini KUB CAL ekspor melalui eksportir, sehingga saat sekarang pihaknya sedang mendorong agar bisa ekspor sendiri karena sudah punya merek yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Bahkan di riset yang lain, lanjut dia, pihaknya sudah membantu KUB CAL dalam merancang pabrik yang bagus termasuk pembuatan label, pengemasan produk, dan sebagainya.
"Awal kami masuk, kapasitas ekspor gula semut organik yang dilakukan KUB CAL hanya sekitar 4 ton per minggu, namun sekarang sudah mencapai kisaran 180 ton per bulan," katanya.
Terkait dengan hasil riset tersebut, dia mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Purbalingga termasuk mengajukan rancangan Peraturan Bupati tentang Pengembangan Pertanian Organik.
Dengan demikian setelah adanya peraturan bupati tersebut, Yanuar mengharapkan peran serta Pemkab Purbalingga makin banyak meskipun selama ini sudah banyak perannya.
Menurut dia, hal itu disebabkan dalam usulan rancangan peraturan bupati tersebut lebih banyak di sisi hilirnya seperti bagaimana pemkab membantu memasarkan produk termasuk upaya perlindungan bagi petani baik penderes maupun pemilik lahan karena ternyata persaingan di dunia pertanian organik sangat ketat.
"Kondisi kemarin itu, banyak 'orang-orang dari luar' yang klaim lahan-lahan organik di Purbalingga. Padahal praktiknya mereka tidak ambil produknya dari situ, hanya untuk register saja," katanya.
Dengan adanya peraturan bupati tersebut, kata dia, petani menjadi terlindungi sehingga siapa pun yang masuk ke Purbalingga harus mengambil produknya juga, tidak hanya menggunakan namanya saja.
Baca juga: Kemenkop UKM tingkatkan daya saing pengrajin gula semut di Banyumas
Saat ditemui usai kegiatan Monitoring dan Evaluasi Riset Produktif Inovatif (Rispro) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan di Laboratorium Terpadu Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsoed, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis, Ketua Tim Rispro Unsoed Dr Yanuar E Restianto mengatakan riset yang dilakukan di KUB CAL, Desa Bumisari, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga, mengusung tema "Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Organic Coconut Sugar Melalui Digital Mapping dan Ecommerce di Era Revolusi Industri 4.0".
"Kami bekerja sama dengan mitra sudah cukup lama, sejak 2018. Kebutuhan-kebutuhan mitra, kami coba jawab, dan salah satu yang selama ini menjadi kendala mereka berkaitan dengan masalah ekspor," jelasnya.
Selama ini, kata dia, KUB CAL sudah melakukan ekspor gula semut namun ada tuntutan konsumen dari luar negeri bahwa produk pangan organik harus bisa ditelusur mulai dari lokasi lahan, pohonnya, dan sebagainya.
Menurut dia, pihaknya mencoba menjawab tuntutan tersebut dengan teknologi digital mapping (pemetaan secara digital).
"Kami melakukan foto udara sendiri, tidak menggunakan foto-foto yang sudah ada, sehingga mendapatkan kondisi yang sebenarnya. Kalau menggunakan foto-foto dari Google, kita kan tidak bisa mengetahui kualitas maupun akurasinya," tegasnya.
Setelah pemetaan secara digital itu selesai, kata dia, pihaknya juga mengecek koordinat di lapangan untuk mencocokkan hasil foto dari udara dengan kondisi di lapangan.
Ia mengatakan semua itu dijadikan sebagai dasar untuk membuat sistem ketelusuran yang selanjutnya dipasang pada aplikasi e-commerce (perdagangan elektronik).
"Itu mungkin yang membedakan antara aplikasi e-commerce yang kami kembangkan dan aplikasi e-commerce pada umumnya. Pada aplikasi yang sudah ada, masih jarang atau kita belum menemukan yang bisa sampai menunjukkan produk ini asal-usulnya dari mana, itu sudah berhasil kami kembangkan," jelasnya.
Dengan demikian, konsumen dari luar negeri bisa langsung memindai produk tersebut, sehingga dapat mengetahui asalnya dari mana, siapa pemilik lahannya, di sekitar itu ada berapa banyak pohonnya, dan sebagainya.
Lebih lanjut, Yanuar mengatakan selama ini KUB CAL ekspor melalui eksportir, sehingga saat sekarang pihaknya sedang mendorong agar bisa ekspor sendiri karena sudah punya merek yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Bahkan di riset yang lain, lanjut dia, pihaknya sudah membantu KUB CAL dalam merancang pabrik yang bagus termasuk pembuatan label, pengemasan produk, dan sebagainya.
"Awal kami masuk, kapasitas ekspor gula semut organik yang dilakukan KUB CAL hanya sekitar 4 ton per minggu, namun sekarang sudah mencapai kisaran 180 ton per bulan," katanya.
Terkait dengan hasil riset tersebut, dia mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Purbalingga termasuk mengajukan rancangan Peraturan Bupati tentang Pengembangan Pertanian Organik.
Dengan demikian setelah adanya peraturan bupati tersebut, Yanuar mengharapkan peran serta Pemkab Purbalingga makin banyak meskipun selama ini sudah banyak perannya.
Menurut dia, hal itu disebabkan dalam usulan rancangan peraturan bupati tersebut lebih banyak di sisi hilirnya seperti bagaimana pemkab membantu memasarkan produk termasuk upaya perlindungan bagi petani baik penderes maupun pemilik lahan karena ternyata persaingan di dunia pertanian organik sangat ketat.
"Kondisi kemarin itu, banyak 'orang-orang dari luar' yang klaim lahan-lahan organik di Purbalingga. Padahal praktiknya mereka tidak ambil produknya dari situ, hanya untuk register saja," katanya.
Dengan adanya peraturan bupati tersebut, kata dia, petani menjadi terlindungi sehingga siapa pun yang masuk ke Purbalingga harus mengambil produknya juga, tidak hanya menggunakan namanya saja.
Baca juga: Kemenkop UKM tingkatkan daya saing pengrajin gula semut di Banyumas