Kudus (ANTARA) - Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) berharap pemerintah tetap memberlakukan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk gula petani, kata Sekjen DPN APTRI M. Nur Khabsyin.
"Pasalnya, gula petani merupakan komoditas bahan pokok yang bersifat strategis seperti halnya beras, jagung, dan kedelai. Untuk itu, harus dibebaskan dari PPN hingga ke tingkat konsumen," ujarnya melalui rilis yang diterima Antara di Kudus, Kamis.
Harapan DPN APTRI tersebut, kata Khabsyin, sudah disampaikan dalam konsultasi DPN APTRI dengan Ditjen Pajak agar gula petani tetap mendapat pembebasan PPN sampai ke tingkat konsumen.
Dalam konsultasi yang dilaksanakan pada Selasa (29/3), pengurus DPN APTRI diterima langsung oleh Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama.
Adanya desakan agar gula petani tetap dibebaskan dari PPN dilakukan seiring mulai diberlakukannya Undang-Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam UU tersebut, Pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen yang berlaku efektif pada 1 April 2022.
Kemudian, muncul isu jika gula petani akan menjadi komoditas yang dikenai PPN 11 persen, sehingga meresahkan kalangan petani tebu.
"Jika gula petani dikenai PPN, maka pedagang akan berusaha menekan harga gula di tingkat petani. Pada saat ekonomi nasional belum baik akibat pandemi tentu akan memberatkan petani tebu, sedangkan keuntungan dari pembebasan PPN tidak hanya petani karena masyarakat juga diuntungkan karena mendapatkan gula dengan harga terjangkau," ujarnya.
Berdasarkan PMK 99/2020 disebutkan bahwa gula merupakan komoditas pangan strategis yang mendapatkan pembebasan PPN. Namun, berdasarkan sosialisasi yang dilakukan Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan terkait UU HPP sebelumnya belum ada jawaban pasti apakah gula petani menjadi komoditas pertanian yang mendapatkan pembebasan PPN atau tidak.
"Saat kami tanyakan langsung, jawabannya saat itu masih menunggu Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU HPP. Untuk itu, kami tetap mendesak agar gula petani mendapatkan pembebasan PPN seperti halnya ketentuan PMK 99/2020," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menegaskan sejauh ini masih berlaku PMK 99 tahun 2020 bahwa gula petani tidak dikenai PPN karena masuk bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat luas.
Yoga juga menegaskan dalam rancangan Peraturan Pemerintah sebagai turunan UU HPP, pemerintah juga menjamin gula petani tetap akan dibebaskan dari PPN.
"Saat ini kami memang masih memproses PP-nya. Namun, dalam rancangan yang ada ketentuan dalam PMK 99/2020 tetap akan diakomodir sehingga komoditas gula konsumsi dengan kriteria gula kristal putih asal tebu tanpa campuran perasa dan pewarna akan dibebaskan dari PPN," ujarnya.