Cilacap (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, akan segera memasang tiga sirine early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini bencana tsunami.
"Saat ini di Cilacap terdapat dua EWS tsunami dari BMKG, masing-masing dipasang di Tegalkamulyan dan Jetis, seluruhnya masih berfungsi dengan baik. Itu betul-betul kami pelihara semaksimal mungkin dan masih bagus," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap Wijonardi di Cilacap, Senin.
Dia mengatakan hal itu kepada wartawan saat mendampingi Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dan Wakil Bupati Cilacap Syamsul Aulia Rahman melakukan penyusuran jalur evakuasi dalam rangkaian peluncuran sistem peringatan dini tsunami berbasis frekuensi radio dan aplikasi Sirita (Sirens for Rapid Information on Tsunami Alert).
Baca juga: Wilayah Cilacap paling rawan terhadap bencana tsunami
Baca juga: Cilacap diguncang gempa dua kali pada Jumat pagi
Selain itu, kata dia, terdapat sirine EWS tsunami lainnya yang terpasang di 26 titik dan rutin dilakukan uji coba dua kali dalam sebulan.
Dari 26 EWS itu, lanjut dia, terdapat 11 titik yang harus dilakukan perawatan sehingga untuk sementara dinonaktifkan.
"Kemarin saat uji coba terakhir, ternyata 11 titik itu harus kami lakukan evaluasi untuk diperbaiki. Kemudian tahun ini kami membuat tiga titik EWS baru, untuk menambah lagi," katanya.
Ia mengatakan belum lama ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga memasang Ina-Buoy atau alat deteksi dini tsunami di pantai selatan Cilacap.
Terkait dengan keberadaan sirine EWS tsunami maupun alat deteksi dini tsunami tersebut, dia mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aksi vandalisme atau merusak peralatan tersebut.
"Alat-alat itu penting untuk keselamatan kita. Saya minta tolong masyarakat untuk menjaga EWS yang kita punya, itu penting, kita butuh semuanya," kata Wijonardi.
Kepala BMKG Dwikorita mengatakan jika ada sirine EWS tsunami yang sudah rusak harus diumumkan kepada masyarakat.
"Sirine rusak harus diumumkan, sirine off, dimatikan, jadi publik biar tahu, enggak apa-apa. Jadi jangan dipakai dan itu kalau mau diganti, kita sudah mencarikan onderdilnya, sudah enggak ada yang jual," katanya.
Pihaknya mengganti teknologi sirine EWS tsunami itu dengan menggunakan frekuensi radio atau handy talky (HT) untuk diteruskan kepada masyarakat yang selanjutnya dapat memakai kentongan dan sebagainya.
"Jadi, cari alternatif meskipun kita mencoba men-develop (mengembangkan, red.) sirine yang versi baru, tapi masih uji coba. Jadi kalau sirine yang itu, umurnya sudah melampaui dan pemeliharaannya mahal, bagi pemerintah daerah berat, sehingga kami sedang mengupayakan men-develop sirine yang versi lebih murah tapi suaranya agak kalah kencang, ini ada kelemahannya, ini sedang di-develop, sambil menunggu itu sementara yang sudah jalan Sirita tadi," katanya.
Sistem informasi berbasis frekuensi radio (radio broadcaster) salah satu media diseminasi info gempa bumi dan peringatan dini tsunami dari BMKG yang disampaikan dalam bentuk suara yang diharapkan bisa menjangkau kelompok masyarakat rentan, khususnya yang mengalami kendala dalam melihat atau membaca.
Sistem peringatan dini berbasis frekuensi radio tersebut menggunakan teknologi yang relatif sederhana karena masyarakat cukup mendengarkan dari frekuensi radio yang digunakan oleh BPBD, sehingga ketika terjadi gempa bumi masyarakat secara otomatis akan mendengar info tersebut.
Untuk sistem peringatan dini berbasis Android berupa aplikasi Sirita sebagai alternatif dari keterbatasan jumlah sirine yang terpasang. Pengguna telepon pintar yang telah memasang aplikasi Sirita secara otomatis akan menerima sirine ketika BPBD mengaktifkan fitur peringatan dini tunami meskipun teleponnya dalam posisi hening atau getar.