Kalimat ajakan untuk Ngopi pada setahun terakhir ini memang akrab di telinga kita, salah satunya via media sosial yang menunjukkan saat ini; ngopi atau minum kopi telah menjadi tren bahkan berhasil masuk dalam gaya hidup kaum milenial dan mengarah menjadi kebutuhan hidup masyarakat.
Tren Ngopi itulah yang kemudian ditangkap banyak pihak, mulai dari menjamurnya kedai kopi, kafe, termasuk Doesoen Sirap yang berada di Desa Kelurahan Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah yang ikut mengambil peluang dengan memanfaatkan potensinya yakni sebagai daerah penghasil kopi. Bahkan agar lebih menjual, nama daerahnya pun berubah menjadi Doesoen Kopi Sirap.
Letak Doesoen Kopi Sirap sekitar 44 km (sekitar 1,5 jam) dari Kota Semarang, lewat jalur tol Banyumanik-Bawen dan keluar di Bawen, kemudian ambil arah Ambarawa.
Setelah masuk jalan desa, ada gapura yang bertuliskan Wisata Edukasi dan Budaya sebagai tanda sudah masuk Desa Wisata Doesoen Kopi Sirap dengan sambutan hamparan tanaman kopi. Selain hamparan tanaman kopi, wisatawan juga dapat istirahat melepas penat di gubug-gubug yang ada di antara tanaman kopi, atau bisa juga di Griya Kopi Sirap yang menyediakan kuliner khas daerah setempat dan sensasi menyaksikan para barista meracik kopi.
Semuanya menjadi berdaya
Sebagai desa wisata, para petani Doesoen Kopi Sirap kini semakin bersemangat karena mereka dibekali ilmu mulai dari pembibitan, penanaman, perawatan, pemupukan, panen, hingga pascapanen dan pengetahuan yang mereka miliki pun bisa menjadi modal bagi mereka untuk disampaikan kepada para wisatawan (sebagai pemandu wisata).
Ketua Kelompok Tani Rahayu Empat Doesoen Kopi Sirap Ngadiyanto misalnya, fasih menjelaskan mengenai topografi dan kecocokan tanah terhadap jenis tanaman kopi tertentu, sehingga para petani tidak sekadar mengejar kuantitas tetapi juga kualitas.
"Dari total 35 hektare hamparan kopi yang ada, ada dua varietas kopi yakni Robusta dan Arabika dengan dominasi tanaman Robusta karena secara geografis lokasinya berada di ketinggian 800 dpl, sangat cocok untuk menanam kopi jenis Robusta," jelas Ngadiyanto.
Pilihan para petani ternyata sangat tepat karena menurut coffee master yang juga Co-Founder Kopisob Reza Adam Ferdian bahwa saat ini masyarakat lebih banyak menyukai jenis Robusta, juga kopi dari Doesoen Sirap menghasilkan taste yang unik yakni pada Kopi Robusta muncul rasa kacang, karamel, sedikit rasa asam jeruk, dan uniknya ada rasa kayu pinus karena unsur hara tanah yang terbawa.
"Itu saja (kopi,red) dibuat dengan natural bisa menghasilkan rasa yang unik dan keunikan lain dari kopi di Doesoen Sirap yakni clean after tastenya yang bagus, walaupun diseduh dengan menggunakan air gunung, dijemur dengan langsung terkena sinar matahari, namun tidak ada rasa yang nyangkut di tenggorokan. Hal itu menjadi nilai lebih dari Kopi Sirap yang masih bisa terus dioptimalkan. Apalagi jika pascapanennya ditangani dengan baik, tentu nilainya bisa lebih," kata Mas Rez, panggilan akrab Reza Adam Ferdian.
Hal tersebut disampaikan Mas Rez saat peresmian Griya Kopi Doesoen Kopi Sirap oleh PT Bank Central Asia (BCA) Tbk, Minggu (8/9) yang dihadiri seluruh stakeholder terkait, termasuk Komisaris Independen PT BCA Tbk Cyrillus Harinowo dan Vice President CSR BCA Ira Bachtar, yang dalam kesempatan tersebut masih terus menggali potensi yang dapat dikembangkan untuk dapat menaikkan nilai jual Doesoen Kopi Sirap.
Cyrillus Harinowo bahkan langsung tertarik saat Mas Rez menyampaikan bahwa kualitas Kopi Sirap bisa menembus pasar lelang jika pascapanen ditangani secara khusus (menggunakan peralatan khusus, red.), sehingga harganya dari yang biasa dijual di pasar ritel Rp22 ribu per kilo gram bisa mencapai Rp120 ribu per kilo gram untuk bean kopi Robusta pilihan.
Harinowo bermimipi Doesoen Kopi Sirap bisa seperti Gua Pindul di Gunung Kidul Yogyakarta, kesejahteraan masyarakat meningkat karena mereka berdaya salah satunya karena adanya kunjungan wisatawan yang terus meningkat dari yang awalnya 2.000 di tahun 2011 sekarang menjadi 12ribu sampai 14 ribu pada saat libur panjang yang sama-sama merupakan desa wisata binaan BCA.
Baca juga: BCA naikkan nilai petani Doesoen Kopi Sirap
Tidak hanya petani yang mendapatkan pelatihan, tetapi para pemuda di Doesoen Kopi Sirap juga mendapatkan pelatihan materi yang sama ditambah dengan ilmu bagaimana mencari pasar dan memasarkan Kopi Sirap melalui media sosial maupun melalui jalur konvensional dengan door to door, ilmu menyajikan dan mengemas kopi, serta fokus pada pelatihan menjadi barista.
"Para pemuda dilatih menjadi barista. Kami juga juga diajari bagaimana promosi di media sosial juga Word of mouth (WOM) memasarkan Kopi Sirap. Tidak jarang kami sampaikan ke teman-teman kuliah. Begitu pula saat ada event, seluruh anak-anak muda juga terlibat seperti panen raya saat ini," kata Nikmatun Nihayah, remaja Doesoen Kopi Sirap yang saat ini kuliah di IAIN Salatiga.
Tidak hanya petani, kaum muda, tetapi para ibu di Doesoen Kopi Sirap juga menjadi berdaya dengan menyajikan beraneka ragam kuliner khas daerah setempat yang dijual kepada para wisatawan, mulai dari paket sate ayam lengkap dengan ketupat potong yang ditaburi bumbu kacang dan kecap, nasi jagung goreng, jenang, likak likuk yang terbuat dari singkong, cetil cetot dari singkong, jenang candil dari ketan, gablok pecel, lento, tiwul, rolade dari daun singkong, lotis, lotek, gemblong mawur dari singkong, klemet, dan lainnya.
"Sudah tiga panen raya kopi seperti ini dan biasanya panen raya berkisar bulan Agustus atau September. Pengunjung banyak sekali yang datang dan mereka juga menyukai makanan yang kami disediakan dan juga harganya terjangkau," kata Mutiah (53) warga setempat yang bersama para ibu lainnya di sela melayani wisatawan.
Tampilan para ibu-ibu, pemuda, petani dalam panen raya yang dilakukan pascaperesmian Griya Kopi Doesoen Kopi Sirap tersebut terlihat menarik dengan balutan kebaya dan jarik, sementara para pemuda mengenakan pakaian lurik, dan masyarakat setempat mengenakan seragam batik.
Baca juga: Petani Temanggung diminta hanya petik kopi merah
Ngadiyanto menambahkan dengan seluruh pihak bergerak dan mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah serta stakeholder terkait, pendapatan para petani di Doesoen Kopi Sirap terus meningkat apalagi dari total produksi per hamparan 1.200 ton, 250 ton green bean kopi Robusta di antaranya masuk ke pasar ekspor Jepang, Korea, China, dan Arab melalui eksportir Taman Delta dan sisanya lari ke pasar ritel.
"Harga Green bean Robusta yang diambil eksportir Rp22 ribu per kilonya, sementara yang masuk ke ritel bisa lebih mahal Rp25 ribu per kilo sampai Rp100 ribu per kilo gram," kata Ngadiyanto.
Tidak hanya hasil kopi, Ngadiyanto juga mengaku dengan banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Doesoen Kopi Sirap sebanyak 500 orang per bulan, banyak dari mereka yang ingin belajar lebih mengenai kopi misal terkait dengan cara menanam, memupuk, panen, pascapanen, atau cara membuat kopi, dan per materi dibandrol dengan harga Rp75.000.
Tingkatkan kemandirian
Akademisi dari Teknologi Pangan Universitas Diponegoro Bambang Dwiloka menilai bahwa hamparan tanaman kopi tidak sekadar menghasilkan biji kopi, tetapi tanaman kopi memiliki nilai lebih sebagai agrowisata, apalagi saat ini masyarakat semakin banyak yang mencari tempat wisata untuk keluar dari kepenatan dan rutinitas sehari-hari.
Bambang menilai sangat tepat petani dan pemuda yang ada di desa wisata menguasai wilayahnya seperti di Doesoen Kopi Sirap, petani juga pemuda selain menguasai mengenai proses pembibitan hingga pascapanen, juga pas jika mengetahui manfaat kopi bagi kesehatan.
"Semakin banyak yang tahu mengenai manfaat kopi bagi kesehatan, kandungan gizi dari kopi, cara pembibitan, tanam, pemupukan, hingga panen, dan pascapanen tentu masyarakat akan semakin aware dan nilai Kopi Sirap akan terus naik," kata Bambang.
Dan hal itu menjadi cita-cita Kepala Doesoen Kopi Sirap Achmad Rofii, wilayahnya bisa menjadi destinasi wisata kopi untuk wisatawan domestik sampai internasional, sehingga dapat membangun kemandirian di masyarakat dan untuk mencapai hal tersebut, warganya terus berlajar meningkatkan produksi kopi yang berkualitas.
Hal sama juga disampaikan Camat Jambu Edi Sukarno yang mengaku bahwa saat ini Doesoen Kopi Sirap telah menemukan mutiara hitam (kopi,red.) dan untuk terus menjaganya, pemerintah daerah setempat memanfaatkan teknologi saat ini.
"Kami selalu melibatkan pemuda dalam budidaya tanaman kopi, sering membuat lomba dengan memanfaatkan era digital melalui media sosial, yang banyak mendapat like sebagai pemenangnya. Untuk kedai penjual kopi lokal terbanyak juga mendapatkan uang Rp2 juta. Itu semua untuk terus memberikan semangat dan dapat mengembangkan Kopi Sirap," kata Edi.
Segala upaya untuk memajukan Doesoen Kopi Sirap berbuah manis dengan banyaknya wisatawan yang datang pada panen raya, Minggu (8/9) karena penasaran ingin ikut panen raya kopi, dapat merasakan kopi, dan makanan khas yang sebagian besar dibungkus dengan menggunakan daun pisang.
"Ternyata memang maknyus, nikmat betul Kopi Sirap. Ini saya datang ke sini bersama rombongan karena ingin melihat prosesi panen raya sekaligus ingin ikut merasakan memetik dan melihat proses menjadi siap saji," kata Hamidi Arif yang datang bersama istri dan anaknya serta rombongan dari Salatiga.
Baca juga: Peluang pengembangan industri pengolahan kopi masih besar