Kudus (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mendorong semua pemerintah desa di daerah itu mengalokasikan anggaran untuk program kesehatan dalam rangka pencegahan kekerdilan pada anak.
"Harapannya, pada APBDes Perubahan 2019 desa di Kudus sudah mulai mengalokasikan anggaran untuk mendukung program kesehatan, termasuk untuk pencegahan 'stunting' (kekerdilan)," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Joko Dwi Putranto di Kudus, Selasa.
Ia mengakui sebelumnya semua desa diajak rapat koordinasi untuk mendorong mereka mengalokasikan anggaran untuk bidang kesehatan yang di dalamnya terdapat program pencegahan kekerdilan.
Baca juga: Akademisi: Pangan sehat dapat cegah "stunting"
Dinkes Kudus juga mengajak pendamping desa mengawal penyusunan APBDes agar program pencegahan kekerdilan juga dimasukkan dalam program penganggaran oleh masing-masing desa.
Jika tahun ini sudah mulai dirintis, dia berharap, pada 2020 semua desa di Kabupaten Kudus yang berjumlah 123 desa ditambah sembilan kelurahan, sudah menganggarkannya.
Saat ini, lanjut dia, kasus kekerdilan pada balita di Kudus berkisar 21 persen dari jumlah anak balita yang ada di daerah itu.
Angka tersebut diklaim masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat provinsi maupun nasional.
Meskipun tergolong rendah, Dinkes Kudus memiliki target menurunkan angka kekerdilan tersebut menjadi lebih rendah.
"Kami optimistis upaya tersebut bisa tercapai karena selama ini Dinkes Kudus memiliki sejumlah program kesehatan yang menyasar masyarakat, terutama kalangan ibu hamil," ujarnya.
Upaya yang dilakukan Dinkes Kudus sebelumnya, yakni menggelar sosialisasi tentang pentingnya hidup sehat pelatihan terhadap kader kesehatan.
Baca juga: Dokter: Pencegahan stunting efektif dimulai 1.000 hari pertama kehidupan
Pada kesempatan sebelumnya, Dokter Spesialis Anak Abdul Hakam mengungkapkan bahwa kondisi anak pendek atau dikenal dengan istilah "stunting" bisa dicegah dengan melakukan deteksi dini guna mengungkap ada tidaknya permasalahan kesehatan akibat kekurangan gizi.
"Penyebab utama anak gagal mencapai tinggi badan sesuai potensi genetiknya karena kekurangan gizi maupun akibat terjadinya infeksi," ujarnya.
Penanggulangan balita pendek yang paling efektif, katanya, dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Upaya intervensi gizi spesifik kelompok 1.000 hari pertama kehidupan, katanya, dimulai sejak ibu hamil, menyusui, dan anak usia 0-23 bulan.
Oleh karena itu, dia menyarankan janin perlu diberikan asupan gizi yang baik dan seimbang serta pemeriksaan kesehatan ibu selama masa kehamilan untuk memastikan berat badan ibu sesuai dengan usia kehamilan.
Berita Terkait
Dinkes catat kasus penyakit DBD di Boyolali mulai berkurang
Kamis, 25 April 2024 8:46 Wib
Dinkes dukung BPJS Kesehatan Purwokerto dalam pencapaian KBK FKTP
Kamis, 28 Maret 2024 16:38 Wib
Dinkes Wonosobo antisipasi peredaran makanan tidak layak konsumsi
Kamis, 28 Maret 2024 8:51 Wib
Dinkes: Layanan bagi lansia bagian standar pelayanan minimal kesehatan
Selasa, 26 Maret 2024 19:55 Wib
Dinkes Boyolali sebut kasus DBD 2024 meningkat dibanding 2023
Selasa, 26 Maret 2024 11:33 Wib
Dinkes Temanggung minta warga tetap waspada DBD
Senin, 25 Maret 2024 18:48 Wib
Tren kasus DBD Boyolali 2024 terus menurun
Sabtu, 23 Maret 2024 17:07 Wib
Dinkes Jepara ajak masyarakat terapkan PHBS cegah BDB
Kamis, 21 Maret 2024 17:07 Wib