Magelang (Antaranews Jateng) - Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 bakal digelar pada 7-9 Desember mendatang setelah berbagai proses sebelumnya menuju puncak perhelatan itu dilakukan, dan yang terakhir pada 4-6 November lalu di Jakarta, berupa prakongres.
Soal kongres kebudayaan keberapa sempat menjadi diskusi panjang pada masa lampau. Di tengah adu argumentasi para peserta kongres pada 1948 di Magelang, Wakil Presiden Mohammad Hatta menyetujui bahwa hajatan di kota itu sebagai yang pertama, antara lain karena persiapan yang lebih matang dan cakupan yang luas ketimbang perhelatan-perhetalan serupa sebelumnya.
Pendapat Hatta itu, sebagaimana ditulis pada 2007 oleh pemerhati kebudayaan dan Dewan Pakar Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Nunus Supardi, diterima secara bulat oleh peserta kongres di kota berudara sejuk, Magelang, waktu itu.
Beberapa kali kongres kebudayaan, sejak yang pertama pada 1918, di Surakarta, berupa Kongres Kebudayaan Jawa (Kongres Java Institut) hingga Indonesia merdeka pada 1945, hajatan itu dinyatakan sebagai tonggak sejarah kebudayaan bangsa.
Barangkali untuk mendukung pemahaman yang lebih baik tentang sejarah Kongres Kebudayaan Indonesia, patut disusun periodisasi sejarah kongres itu sejak sebelum Indonesia merdeka, masa-masa kemerdekaan, hingga era Reformasi sekarang ini.
Tanpa meminggirkan tuntutan periodisasi sejarah kongres yang manfaatnya bisa menjadi jalan lebih baik dalam mendorong usaha-usaha memperkaya pustaka perjalanan kebudayaan Indonesia, hal yang substansial atas perhelatan tersebut pada 2018 adalah tujuan perhelatan. Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 mendapatkan payung hukum kuat melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyebut bakal dirumuskannya strategi kebudayaan melalui Kongres Kebudayaan Indonesia 2018, berupa dokumen perencanaan pemajuan kebudayaan nasional untuk jangka waktu 20 tahun yang dapat diperbarui setiap lima tahun.
Pentingnya strategi kebudayaan yang disusun oleh berbagai pemangku kebudayaan itu, antara lain karena strategi itu menjadi panduan menentukan kebijakan dalam pemajuan kebudayaan dan memberikan arah bagi pembangunan nasional, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Kesadaran terhadap posisi penting kebudayaan mesti terus-menerus diperkuat guna membangun ketahanan bangsa dari arus kebudayaan global yang imbasnya seringkali dianggap tidak sesuai dengan budaya bangsa.
Demikian pula dengan wujud mendasar atas kebudayaan Indonesia pun sepertinya menjadi kebutuhan yang harus diperkuat rumusannya. Kebudayaan bukan semata-mata kesenian, tradisi, dan ritusnya, namun juga nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Terlebih bangsa ini juga meliputi himpunan kekayaan dan keragaman budaya, antara lain karena kondisinya yang nusantara, memiliki ribuan suku bangsa dan karakter unik kedaerahan masing-masing, membawahi masyarakat dengan berbagai agama dan kepercayaan, serta latar belakang kehidupan masyarakat yang multikompleks lainnya.