Melestarikan Warisan Budaya Asli Indonesia
Semarang, ANTARA JATENG - Genap 9 tahun, UNESCO mengukuhkan batik Indonesia dalam daftar warisan kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) tepatnya 2 Oktober 2009. Pengukuhan tersebut kemudian diikuti dengan penetapan Hari Batik Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2009.
Pemerintah menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional dan mengharapkan seluruh lapisan masyarakat baik pejabat dan pemerintahan, pegawai BUMN, hingga pelajar mengenakan batik yang kini memiliki model beragam serta mengikuti tren fashion kekinian.
Di pemerintahan, BUMN atau swasta, satu hari dalam sepekan biasanya diwajibkan mengenakan seragam batik. Begitu juga di sekolah-sekolah, mulai dari SD hingga SMA. Batik menjadi keseharian dan kebanggaan.
Untuk meningkatkan kecintaan dan kebanggaan terhadap batik bagi para pelajar SMA, bahkan ada yang menjadikan membatik masuk dalam mata pelajaran sekolah. Ya, membatik menjadi kurikuler, bukan sekadar kegiatan ekstrakurikuler, seperti yang telah diterapkan di SMAN 1 Sokaraja, Banyumas.
SMAN 1 Sokaraja menggandeng para pengrajin batik untuk memberikan pelajaran membatik selama dua jam setiap minggunya untuk siswa kelas X hingga kelas XII, agar para peserta didik dapat mengembangkan batik khas Sokaraja.
Tidak hanya bekal pelajaran, tetapi sekolah juga mengadakan uji kompetensi membatik bekerja sama dengan lembaga pendidikan ketrampilan (LPK) dari luar, sehingga siswa memiliki sertifikat yang bisa dijadikan sebagai bekal bekerja ke sentra-sentra industri batik, jika mereka tidak melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Kegiatan yang diharapkan dapat melahirkan para penerus pengrajin batik yang dilakukan SMAN 1 Sokaraja tersebut tentu akan lebih memberikan hasil maksimal terhadap upaya bangsa dalam melestarikan warisan budaya asli Indonesia, jika juga dilakukan oleh sekolah-sekolah lain secara masif.
Pemerintah menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional dan mengharapkan seluruh lapisan masyarakat baik pejabat dan pemerintahan, pegawai BUMN, hingga pelajar mengenakan batik yang kini memiliki model beragam serta mengikuti tren fashion kekinian.
Di pemerintahan, BUMN atau swasta, satu hari dalam sepekan biasanya diwajibkan mengenakan seragam batik. Begitu juga di sekolah-sekolah, mulai dari SD hingga SMA. Batik menjadi keseharian dan kebanggaan.
Untuk meningkatkan kecintaan dan kebanggaan terhadap batik bagi para pelajar SMA, bahkan ada yang menjadikan membatik masuk dalam mata pelajaran sekolah. Ya, membatik menjadi kurikuler, bukan sekadar kegiatan ekstrakurikuler, seperti yang telah diterapkan di SMAN 1 Sokaraja, Banyumas.
SMAN 1 Sokaraja menggandeng para pengrajin batik untuk memberikan pelajaran membatik selama dua jam setiap minggunya untuk siswa kelas X hingga kelas XII, agar para peserta didik dapat mengembangkan batik khas Sokaraja.
Tidak hanya bekal pelajaran, tetapi sekolah juga mengadakan uji kompetensi membatik bekerja sama dengan lembaga pendidikan ketrampilan (LPK) dari luar, sehingga siswa memiliki sertifikat yang bisa dijadikan sebagai bekal bekerja ke sentra-sentra industri batik, jika mereka tidak melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
Kegiatan yang diharapkan dapat melahirkan para penerus pengrajin batik yang dilakukan SMAN 1 Sokaraja tersebut tentu akan lebih memberikan hasil maksimal terhadap upaya bangsa dalam melestarikan warisan budaya asli Indonesia, jika juga dilakukan oleh sekolah-sekolah lain secara masif.