Semarang (ANTARA) - Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang tidak memberikan tim hukum mendampingi dosen berinisial D yang diduga melakukan kekerasan pada dokter di Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung Semarang.

"Tim hukum untuk D, ya kewenangan dia mau menunjuk siapa. Kami tidak mau mengatur," kata Prof Jawade Hafidz yang ditunjuk sebagai juru bicara Unissula, di Semarang, Kamis.

Dosen Fakultas Hukum Unissula berinisial D, sebelumnya diduga melakukan kekerasan terhadap seorang dokter di RSI Sultan Agung Semarang karena kecewa dengan pelayanan yang diberikan.

Yang jelas, Jawade yang juga Dekan FH Unissula tidak mengizinkan dosen FH Unissula untuk mendampingi yang bersangkutan menghadapi persoalan tersebut.

Ia khawatir niat baik sesama dosen FH Unissula untuk mendampingi D sebagai rekan dosen akan dimaknai lain sehingga tidak mengizinkan untuk memberikan pendampingan hukum.

"Memang D berhak didampingi dan berhak memilih (tim hukum, red.). Kalau alumni hukum dari mana saja kan boleh, tapi kalau dosen aktif di FH Unissula tidak diizinkan," katanya.

Secara akademik, Unissula juga telah memberikan sanksi berupa pembebasan dari tugas dan fungsi akademik sebagai dosen paling lama enam bulan.

"Rektor Unissula telah menjatuhkan sanksi kepada D berupa pembebasan dari tugas dan fungsi akademik sebagai dosen paling lama enam bulan terhitung sejak surat keputusan (SK) diterbitkan hari ini," katanya.

Tindakan tegas tersebut didasarkan rekomendasi dari Dewan Etik yang ditugaskan oleh Rektor Unissula untuk mengklarifikasi dan mengonfirmasi kejadian yang melibatkan dosen tersebut.

Ia mengatakan Dewan Etik telah bekerja dengan meminta keterangan pihak-pihak terkait untuk mengetahui kejelasan peristiwa tersebut dan telah mengantongi berbagai fakta yang menjadi dasar pemberian rekomendasi.

Menurut dia, sanksi yang direkomendasikan Dewan Etik mengacu pada Surat Keputusan Rektor Unissula Nomor 2663/A.1/SH/III/2023 tentang Kode Etik Dosen Unissula.

Berdasarkan Rekomendasi Dewan Etik, kata dia, maka rektor Unissula dengan kewenangan yang dimiliki menerbitkan SK Nomor 8945/G.1/SH/IX/2025 tentang penjatuhan sanksi kode etik dosen atas nama yang bersangkutan.

"Itulah langkah tindakan serius yang dilakukan rektor selalu pimpinan tertinggi guna menegakkan hukum dan menertibkan tindakan dosen agar tidak melakukan tindakan yang melanggar kode etik dosen," kata Jawade.

Laporan dari Dokter A selaku korban juga telah disampaikan kepada Polda Jateng pada Jumat (12/9) lalu, sebagaimana dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto.

Baca juga: Unissula tugaskan Dewan Etik terkait dugaan kekerasan dosen


Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2025