Solo (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat stabilitas industri jasa keuangan (IJK) di wilayah Solo Raya terjaga baik pada Maret 2024.
Kepala OJK Surakarta Eko Yunianto di Solo, Jawa Tengah, Minggu, mengatakan, pada Maret 2024 kinerja IJK menunjukkan pertumbuhan positif.
"Ini tercermin dari pertumbuhan di masing-masing sektor industri keuangan dengan likuiditas yang memadai," katanya.
Salah satunya di sektor perbankan, dikatakannya, tetap terjaga dan tumbuh secara year on year (yoy) atau tahunan. Pihaknya mencatat aset perbankan pada periode tersebut naik sebesar 4,63 persen, dari Rp112,39 triliun menjadi Rp117,59 triliun.
Selanjutnya, untuk kredit atau pembiayaan perbankan juga tumbuh sebesar 3,66 persen atau sebesar Rp3,79 triliun. Ia mengatakan kenaikan tersebut dari Rp103,484 triliun pada Maret 2023 menjadi Rp107,277 triliun pada Maret tahun ini.
Selain itu, pada dana pihak ketiga (DPK) tercatat mengalami peningkatan sebesar 5,30 persen, yakni dari Rp90,76 triliun menjadi Rp95,57 triliun.
Sedangkan untuk likuiditas perbankan di wilayah Solo Raya pada Maret 2024 masih terjaga dengan loan to deposit ratio (LDR) pada angka 112,24 persen dan rasio non-performing loan (NPL) sebesar 9,19 persen dengan nominal sebesar Rp9,86 triliun.
"Sektor penyumbang NPL terbesar periode Maret 2024 adalah industri pengolahan dengan nominal sebesar Rp6,76 triliun dan industri perdagangan besar dan eceran sebesar Rp1,52 triliun," katanya.
Sementara itu, berdasarkan data posisi Desember 2023, total aset lembaga keuangan mikro/syariah (LKM/S) di wilayah Solo Raya mengalami peningkatan secara yoy sebesar Rp1,18 miliar atau 3,53 persen, dari Rp33,43 miliar menjadi Rp34,60 miliar.
"Demikian juga dengan jumlah pembiayaan meningkat secara yoy sebesar Rp290,63 juta atau 3,04 persen yang diikuti dengan peningkatan laba/rugi sebesar Rp2,12 juta atau 0,02 persen," katanya.
Dari sisi piutang, perusahaan pembiayaan di wilayah Solo Raya pada posisi Maret meningkat secara yoy sebesar Rp630,37 miliar atau 14,23 persen, dari 4,43 triliun menjadi Rp5,06 triliun.
"Untuk non-performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan mengalami penurunan sebesar Rp4,58 miliar atau 3,05 persen, dari 150,25 miliar menjadi Rp145,67 miliar," katanya.
Kepala OJK Surakarta Eko Yunianto di Solo, Jawa Tengah, Minggu, mengatakan, pada Maret 2024 kinerja IJK menunjukkan pertumbuhan positif.
"Ini tercermin dari pertumbuhan di masing-masing sektor industri keuangan dengan likuiditas yang memadai," katanya.
Salah satunya di sektor perbankan, dikatakannya, tetap terjaga dan tumbuh secara year on year (yoy) atau tahunan. Pihaknya mencatat aset perbankan pada periode tersebut naik sebesar 4,63 persen, dari Rp112,39 triliun menjadi Rp117,59 triliun.
Selanjutnya, untuk kredit atau pembiayaan perbankan juga tumbuh sebesar 3,66 persen atau sebesar Rp3,79 triliun. Ia mengatakan kenaikan tersebut dari Rp103,484 triliun pada Maret 2023 menjadi Rp107,277 triliun pada Maret tahun ini.
Selain itu, pada dana pihak ketiga (DPK) tercatat mengalami peningkatan sebesar 5,30 persen, yakni dari Rp90,76 triliun menjadi Rp95,57 triliun.
Sedangkan untuk likuiditas perbankan di wilayah Solo Raya pada Maret 2024 masih terjaga dengan loan to deposit ratio (LDR) pada angka 112,24 persen dan rasio non-performing loan (NPL) sebesar 9,19 persen dengan nominal sebesar Rp9,86 triliun.
"Sektor penyumbang NPL terbesar periode Maret 2024 adalah industri pengolahan dengan nominal sebesar Rp6,76 triliun dan industri perdagangan besar dan eceran sebesar Rp1,52 triliun," katanya.
Sementara itu, berdasarkan data posisi Desember 2023, total aset lembaga keuangan mikro/syariah (LKM/S) di wilayah Solo Raya mengalami peningkatan secara yoy sebesar Rp1,18 miliar atau 3,53 persen, dari Rp33,43 miliar menjadi Rp34,60 miliar.
"Demikian juga dengan jumlah pembiayaan meningkat secara yoy sebesar Rp290,63 juta atau 3,04 persen yang diikuti dengan peningkatan laba/rugi sebesar Rp2,12 juta atau 0,02 persen," katanya.
Dari sisi piutang, perusahaan pembiayaan di wilayah Solo Raya pada posisi Maret meningkat secara yoy sebesar Rp630,37 miliar atau 14,23 persen, dari 4,43 triliun menjadi Rp5,06 triliun.
"Untuk non-performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan mengalami penurunan sebesar Rp4,58 miliar atau 3,05 persen, dari 150,25 miliar menjadi Rp145,67 miliar," katanya.