Kudus (ANTARA) - Tradisi Bulusan yang digelar masyarakat di Desa Hadipolo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, setiap tahun setelah Lebaran, pada tahun ini kembali digelar terbuka untuk masyarakat umum, setelah sebelumnya digelar secara terbatas karena masih masa pandemi COVID-19.
"Sebelumnya, selama dua tahun Tradisi Bulusan hanya digelar secara terbatas dan tidak ada acara apa-apa, sedangkan tahun ini kembali diadakan dan terbuka untuk umum," kata Fatoni, Kepala Dukuh Sumber Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Rabu.
Meskipun terbuka untuk umum, kata dia, dalam pelaksanaannya akan diterapkan sejumlah batasan bagi pengunjung. Batasan ini untuk memastikan protokol kesehatan tetap dilaksanakan selama tradisi berlangsung.
Puncak acara tradisi Bulusan pada Lebaran ketujuh, nantinya ditandai dengan kirab menuju makam Mbah Dudo. Tahun ini iring-iringan kirab dibatasi satu gunungan saja.
Baca juga: Tradisi "kupatan" di Kudus ditiadakan demi cegah COVID-19
Perayaan bulusan, bagi warga sekitar dianggap sebagai kegiatan peringatan hari lahirnya (khaul) bulus, yang menurut cerita bulus tersebut merupakan jelmaan dua orang manusia yang bernama Kumoro dan Komari, murid Kiai Dudo.
Perayaan tradisi Bulusan berlangsung sejak lama, yakni ketika Sunan Muria masih melakukan syiar agama Islam.
Kembali digelarnya tradisi Bulusan diyakini akan menggerakkan roda perekonomian masyarakat sekitar dengan berjualan aneka makanan dan minuman serta berbagai keperluan masyarakat.
Saat puncak acara Bulusan, warga sekitar akan memberi makan bulus (sejenis kura-kura) yang sebelumnya berada di sungai setempat, kini ditempatkan di kolam. Selain itu, masyarakat jika hendak mengadakan hajat juga datang untuk memberi makan di kompleks Makam Mbah Dudo, terutama saat tradisi Bulusan digelar.
Baca juga: Tradisi Bulusan Harus Didukung Kebersihan Sungai, Kata Bupati
"Sebelumnya, selama dua tahun Tradisi Bulusan hanya digelar secara terbatas dan tidak ada acara apa-apa, sedangkan tahun ini kembali diadakan dan terbuka untuk umum," kata Fatoni, Kepala Dukuh Sumber Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Rabu.
Meskipun terbuka untuk umum, kata dia, dalam pelaksanaannya akan diterapkan sejumlah batasan bagi pengunjung. Batasan ini untuk memastikan protokol kesehatan tetap dilaksanakan selama tradisi berlangsung.
Puncak acara tradisi Bulusan pada Lebaran ketujuh, nantinya ditandai dengan kirab menuju makam Mbah Dudo. Tahun ini iring-iringan kirab dibatasi satu gunungan saja.
Baca juga: Tradisi "kupatan" di Kudus ditiadakan demi cegah COVID-19
Perayaan bulusan, bagi warga sekitar dianggap sebagai kegiatan peringatan hari lahirnya (khaul) bulus, yang menurut cerita bulus tersebut merupakan jelmaan dua orang manusia yang bernama Kumoro dan Komari, murid Kiai Dudo.
Perayaan tradisi Bulusan berlangsung sejak lama, yakni ketika Sunan Muria masih melakukan syiar agama Islam.
Kembali digelarnya tradisi Bulusan diyakini akan menggerakkan roda perekonomian masyarakat sekitar dengan berjualan aneka makanan dan minuman serta berbagai keperluan masyarakat.
Saat puncak acara Bulusan, warga sekitar akan memberi makan bulus (sejenis kura-kura) yang sebelumnya berada di sungai setempat, kini ditempatkan di kolam. Selain itu, masyarakat jika hendak mengadakan hajat juga datang untuk memberi makan di kompleks Makam Mbah Dudo, terutama saat tradisi Bulusan digelar.
Baca juga: Tradisi Bulusan Harus Didukung Kebersihan Sungai, Kata Bupati