Semarang (ANTARA) - "Tidak diundang! (Ganjar Pranowo, red) wis          kemajon (kelewatan), yen Kowe pinter, ojo keminter  (bila kamu pintar, jangan sok pintar-red)."

Pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pemenangan Pemilu sekaligus Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto tersebut, untuk ukuran budaya Jawa yang sarat unggah-ungguh, termasuk keras dan menohok.

Biasanya dalam menghadapi persaingan bahkan konflik, wong Jowo cenderung memilih diksi yang cenderung melipir (menyamping) atau pasemon, sindiran halus. Dengan cara itu, yang disindir pun sebenarnya juga sudah tahu.

Baca juga: Pengamat: PDIP mestinya tak anggap Ganjar sebagai ancaman Puan

Akan tetapi, politik memang keras, sangat keras. Bahkan mengutip jargon lawas, politik menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan.

Oleh karena itu, bila Bambang Pacul, sapaan Bambang Wuryanto, secara terbuka menggunakan diksi yang keras, dalam dunia politik itu bisa dipahami.

Tidak diundangnya Ganjar Pranowo selaku kader PDI Perjuangan sekaligus Gubernur Jawa Tengah memang menyulut kontroversi. Apalagi jarak tempuh antara Kantor Gubernur Jateng di Jalan Pahlawan dengan Kantor DPD PDIP Jateng Brigjen Sudarto, tempat Ketua DPP PDIP Puan Maharani memberi pengarahan kepada seluruh kader di Jateng untuk penguatan soliditas partai menuju Pemilu 2024, hanya sekitar 5 menit. 

Namun, pernyataan Bambang Wuryanto pada Minggu (23/5) atau sehari setelah pertemuan tersebut menjadi jelas. PDIP menilai aktivitas Ganjar di media dan media sosial dinilai sebagai pencitraan menyongsong Pilpres 2024.

Kendati pilpres masih lama, kontestasi antarsosok yang digadang-gadang bakal berlaga dalam hajatan politik tersebut sudah mulai mencuat terutama di media sosial. Survei popularitas dan elektabilitas yang dilakukan sejumlah lembaga sigi menambah panas persaingan antarpendukung di dunia maya.

Sejumlah survei menunjukkan bahwa Ganjar Pranowo memiliki elektabilitas hingga belasan persen untuk Pilpres 2024.

Survei IPS pada awal April 2021, misalnya, dari 30 nama calon presiden, elektabilitas Ganjar Pranowo sebesar 14,4 persen, nomor dua setelah Prabowo (25,4 persen).

Di zaman kedigdayaan media sosial, harus diakui bahwa Ganjar memiliki kemampuan berkomunikasi dengan kalangan milenial hingga rakyat bawah. Konten-konten yang diunggah di medsos juga mampu memantik percakapan warganet sehingga menambah popularitasnya di dunia maya. 

Para pengikutnya di medsos tidak hanya warga Jateng tapi lintas provinsi dan lintas generasi. Bila diamati, konten-konten yang diunggah di media sosial seperti Instagram atau Youtube memang digarap serius sehingga memikat warganet.

Ganjar juga tidak sungkan mengunggah kehangatan keluarganya. Konten seperti ini memberi kedekatan sekaligus memiliki engagement di kalangan warganet.

Di luar penetrasinya di jagat maya, kinerja Ganjar selaku Gubernur Jateng sejak 2013 hingga sekarang menorehkan prestasi lumayan di bidang pembangunan termasuk dalam menerapkan sistem yang mampu mengeliminasi praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Prestasi itulah yang antara lain menjadikan Ganjar Pranowo -- dicalonkan oleh PDIP -- kembali dipilih warga Jateng pada Pilgub 2018. Duet Ganjar-Taj Yasin meraih 10.362.694 suara atau 58,78 persen.

Bisa saja saat ini PDIP menyerang Ganjar agar tidak melakukan pencitraan demi Pilpres 2024. Namun, politik itu sangat dinamis. Dalam hitungan hari bahkan jam bisa saja berubah.

Apa pun yang disampaikan oleh Bambang Wuryanto saat ini bisa saja kelak berubah. Dalam dunia politik, yang sudah pasti adalah ketidakpastian. 

Jadi, terlalu dini untuk menyatakan karier politik Ganjar di PDIP sudah berakhir. ***

Baca juga: Rudyatmo sayangkan Ganjar sebagai kader PDIP tak diundang
Baca juga: Survei: Karir politik Ganjar di PDIP di ujung tanduk
 

Pewarta : Achmad Zaenal M
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024