Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu, menolak nota keberatan (eksepsi) mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy alias Rommy.
"Mengadili, satu, menyatakan keberatan atau eksepsi dari terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa Muhammad Romahurmuziy tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dalam perkara ini Rommy didakwa menerima suap bersama-sama dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi terkait dengan pengangkatan keduanya dalam jabatan masing-masing.
Baca juga: Suara PPP turun, Rommy salahkan KPK
Majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang dibacakan oleh Rommy maupun tim penasihat hukumnya pada Senin (23/9).
Salah satu nota keberatan Rommy yang ditolak mengenai operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap dirinya yang dianggap memangkas suara PPP pada Pemilihan Umum 2019.
Majelis hakim menilai nota kesepahaman tersebut berada di luar konteks keberatan atau eksepsi yang diatur oleh undang-undang sehingga layak dikesampingkan.
"Semuanya itu menurut majelis hakim adalah diluar konteks keberatan atau eksepsi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 156 ayat 1 dan pasal 153 ayat 2 huruf a dan b, oleh karena itu tidak perlu dipertimbangkan dan harus dikesampingkan," ujar Fahzal.
Baca juga: Ditahan di Rutan KPK ukuran 4x7 meter untuk 25 orang, Rommy minta pindah
Penasihat hukum Rommy Maqdir Ismail mengatakan pihaknya akan mengajukan banding terkait putusan sela tersebut.
Dalam surat dakwaan tersebut disebutkan bahwa suap sebesar Rp325 juta tersebut diberikan lantaran Rommy telah melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Adapun rincian penerimaan uang tersebut, yakni Rommy menerima Rp255 juta dalam dua tahap masing-masing Rp5 juta pada Januari 2019 dan Rp250 juta pada Februari 2019.
Sementara untuk suap sebesar Rp91,4 juta diberikan diberikan karena Rommy telah melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Muhammad Muafaq Wirahadi sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik,
Atas perbuatannya, Rommy didakwa pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Caleg PPP akui gunakan Rp250 juta titipan Rommy
Untuk diketahui, Haris dan Muafaq telah divonis oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta.
Untuk Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Rommy dan Menag Lukman sebesar Rp325 juta.
Sedangkan Muafaq divonis 1,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap sejumlah Rp91,4 juta kepada Rommy dan caleg DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.
Sidang dilanjutkan pada Rabu 16 Oktober 2019 dengan agenda pembacaan pemeriksaan saksi.
Baca juga: KPK panggil calon rektor UIN sebagai saksi kasus Rommy
"Mengadili, satu, menyatakan keberatan atau eksepsi dari terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa Muhammad Romahurmuziy tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dalam perkara ini Rommy didakwa menerima suap bersama-sama dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi terkait dengan pengangkatan keduanya dalam jabatan masing-masing.
Baca juga: Suara PPP turun, Rommy salahkan KPK
Majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang dibacakan oleh Rommy maupun tim penasihat hukumnya pada Senin (23/9).
Salah satu nota keberatan Rommy yang ditolak mengenai operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap dirinya yang dianggap memangkas suara PPP pada Pemilihan Umum 2019.
Majelis hakim menilai nota kesepahaman tersebut berada di luar konteks keberatan atau eksepsi yang diatur oleh undang-undang sehingga layak dikesampingkan.
"Semuanya itu menurut majelis hakim adalah diluar konteks keberatan atau eksepsi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 156 ayat 1 dan pasal 153 ayat 2 huruf a dan b, oleh karena itu tidak perlu dipertimbangkan dan harus dikesampingkan," ujar Fahzal.
Baca juga: Ditahan di Rutan KPK ukuran 4x7 meter untuk 25 orang, Rommy minta pindah
Penasihat hukum Rommy Maqdir Ismail mengatakan pihaknya akan mengajukan banding terkait putusan sela tersebut.
Dalam surat dakwaan tersebut disebutkan bahwa suap sebesar Rp325 juta tersebut diberikan lantaran Rommy telah melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.
Adapun rincian penerimaan uang tersebut, yakni Rommy menerima Rp255 juta dalam dua tahap masing-masing Rp5 juta pada Januari 2019 dan Rp250 juta pada Februari 2019.
Sementara untuk suap sebesar Rp91,4 juta diberikan diberikan karena Rommy telah melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Muhammad Muafaq Wirahadi sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik,
Atas perbuatannya, Rommy didakwa pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Caleg PPP akui gunakan Rp250 juta titipan Rommy
Untuk diketahui, Haris dan Muafaq telah divonis oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta.
Untuk Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Rommy dan Menag Lukman sebesar Rp325 juta.
Sedangkan Muafaq divonis 1,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap sejumlah Rp91,4 juta kepada Rommy dan caleg DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.
Sidang dilanjutkan pada Rabu 16 Oktober 2019 dengan agenda pembacaan pemeriksaan saksi.
Baca juga: KPK panggil calon rektor UIN sebagai saksi kasus Rommy