Jakarta (ANTARA) - Calon anggota legislatif dari PPP Daerah Pemilihan III Jawa Timur Norman Zein Nahdi mengakui menggunakan uang Rp250 juta untuk biaya kampanye, padahal dana tersebut dititipkan oleh mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy agar dikembalikan kepada Haris Hasanuddin.
"Pada 28 Februari 2019 di hotel Grand Mercure saya terima Rp250 juta di sela acara mukernas PPP. Saya diminta agar menyampaikan bungkusan itu ke Pak Haris dengan tidak menyinggung perasaan beliau," kata Norman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Norman menjadi saksi untuk dua terdakwa, yaitu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanudin yang didakwa menyuap Ketua Umum PPP yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2014-2019 Romahurmizy alias Rommy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin senilai Rp325 juta dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik Muh Muafaq Wirahadi yang didakwa menyuap Rommy Rp91,4 juta.
"Saya terima di dalam tas warna hitam tapi saya tidak hitung uangnya. Begitu saya pulang naik kereta, saya lihat oh ini uang dan jumlahnya juga saya tahu setelah sampai di Surabaya jumlahnya Rp250 juta. Mas Rommy tidak mengatakan itu uang apa," ungkap Norman yang merupakan Sekretaris DPW PPP Jatim.
Baca juga: Tahanan KPK keluhkan pemborgolan saat salat Jumat dan Kebaktian
Setelah menerima uang dari Rommy, namun Norman tidak langsung mengembalikan uang tersebut kepada Haris seperti pesan Rommy, tetapi malah menggunakan uang Rp250 juta itu untuk kebutuhan kampanye di dapil III Jawa Timur, yaitu Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo.
"Saya butuh dana karena caleg butuh dana memesan baliho, untuk pertemuan-pertemuan dan saksi, akhirnya saya pakai dulu dan pada malam sebelum hari OTT, saya sempat ngomong ke Pak Haris, 'Pak saya mau bicara dengan sampeyan', maksudnya minggu pagi mau ngomong ke Haris dan mas Rommy kalau uangnya buat nyaleg dulu baru dikembalikan secara bertahap," ungkap Norman.
Norman mengaku tidak memilik sumber pendanaan lain untuk kampanye sehingga ia nekad menggunakan uang itu lebih dulu.
"Uangnya sudah habis, Rp70 juta untuk memesan baliho dan atribut, sisanya membayar saksi dan pertemuan keliling di dapil. Saat OTT saya mau menyampaikan hal ini tapi saya tidak tahu mau menyampaikan ke siapa," tambah Norman.
Norman pun mengaku dalam rentang waktu 28 Februari-15 Maret 2019 ia tidak sempat mengontak Rommy maupun Haris perilah penggunakan uang itu.
Baca juga: KPK panggil calon rektor UIN sebagai saksi kasus Rommy
"Saya tidak sempat mikir sama sekali, jadi saya pikir tidak ada peristiwa seperti itu. Faktanya selama dua minggu itu, satu minggu saya di Surabaya dan seminggu lagi saya ke dapil," ungkap Norman
Ia juga pernah meminta uang kepada Haris sebanyak dua kali sebesar Rp5 juta untuk uang saku selama mukernas.
"Banyak yang saya minta pinjami untuk perjuangan saya pencalegan, untuk caleg ini saya habis sampai Rp1 miliar dengan pinjam-pinjam ke mana-mana," tambah Norman.
Dalam sidang 26 Juni 2019 lalu, Rommy mengakui menerima uang Rp250 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanudin di rumah Rommy pada 6 Februari 2019.
Baca juga: Tiga calon rektor UIN bakal dipanggil sebagai saksi untuk kasus Rommy
Meski awalnya Rommy berusaha menolak, ia lantas menerima uang tersebut dan berusaha untuk mengembalikan uang itu melalui Norman pada 28 Febuari 2019, namun ternyata Norman tidak mengembalikan uang tersebut sehingga Rommy pun melaporkan Norman ke Bareskrim Polri dengan tuduhan penggelapan.
"Saya baru tahu dilaporkan oleh Mas Rommy ke Bareskrim dari berita 'online', saya tahu setelah sidang kemarin itu dan belum dipanggil Bareskrim," ungkap Norman.
Baca juga: Begini alur suap jabatan di Kemenag Jatim, Rommy terima Rp325 juta
"Pada 28 Februari 2019 di hotel Grand Mercure saya terima Rp250 juta di sela acara mukernas PPP. Saya diminta agar menyampaikan bungkusan itu ke Pak Haris dengan tidak menyinggung perasaan beliau," kata Norman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Norman menjadi saksi untuk dua terdakwa, yaitu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanudin yang didakwa menyuap Ketua Umum PPP yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2014-2019 Romahurmizy alias Rommy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin senilai Rp325 juta dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik Muh Muafaq Wirahadi yang didakwa menyuap Rommy Rp91,4 juta.
"Saya terima di dalam tas warna hitam tapi saya tidak hitung uangnya. Begitu saya pulang naik kereta, saya lihat oh ini uang dan jumlahnya juga saya tahu setelah sampai di Surabaya jumlahnya Rp250 juta. Mas Rommy tidak mengatakan itu uang apa," ungkap Norman yang merupakan Sekretaris DPW PPP Jatim.
Baca juga: Tahanan KPK keluhkan pemborgolan saat salat Jumat dan Kebaktian
Setelah menerima uang dari Rommy, namun Norman tidak langsung mengembalikan uang tersebut kepada Haris seperti pesan Rommy, tetapi malah menggunakan uang Rp250 juta itu untuk kebutuhan kampanye di dapil III Jawa Timur, yaitu Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo.
"Saya butuh dana karena caleg butuh dana memesan baliho, untuk pertemuan-pertemuan dan saksi, akhirnya saya pakai dulu dan pada malam sebelum hari OTT, saya sempat ngomong ke Pak Haris, 'Pak saya mau bicara dengan sampeyan', maksudnya minggu pagi mau ngomong ke Haris dan mas Rommy kalau uangnya buat nyaleg dulu baru dikembalikan secara bertahap," ungkap Norman.
Norman mengaku tidak memilik sumber pendanaan lain untuk kampanye sehingga ia nekad menggunakan uang itu lebih dulu.
"Uangnya sudah habis, Rp70 juta untuk memesan baliho dan atribut, sisanya membayar saksi dan pertemuan keliling di dapil. Saat OTT saya mau menyampaikan hal ini tapi saya tidak tahu mau menyampaikan ke siapa," tambah Norman.
Norman pun mengaku dalam rentang waktu 28 Februari-15 Maret 2019 ia tidak sempat mengontak Rommy maupun Haris perilah penggunakan uang itu.
Baca juga: KPK panggil calon rektor UIN sebagai saksi kasus Rommy
"Saya tidak sempat mikir sama sekali, jadi saya pikir tidak ada peristiwa seperti itu. Faktanya selama dua minggu itu, satu minggu saya di Surabaya dan seminggu lagi saya ke dapil," ungkap Norman
Ia juga pernah meminta uang kepada Haris sebanyak dua kali sebesar Rp5 juta untuk uang saku selama mukernas.
"Banyak yang saya minta pinjami untuk perjuangan saya pencalegan, untuk caleg ini saya habis sampai Rp1 miliar dengan pinjam-pinjam ke mana-mana," tambah Norman.
Dalam sidang 26 Juni 2019 lalu, Rommy mengakui menerima uang Rp250 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanudin di rumah Rommy pada 6 Februari 2019.
Baca juga: Tiga calon rektor UIN bakal dipanggil sebagai saksi untuk kasus Rommy
Meski awalnya Rommy berusaha menolak, ia lantas menerima uang tersebut dan berusaha untuk mengembalikan uang itu melalui Norman pada 28 Febuari 2019, namun ternyata Norman tidak mengembalikan uang tersebut sehingga Rommy pun melaporkan Norman ke Bareskrim Polri dengan tuduhan penggelapan.
"Saya baru tahu dilaporkan oleh Mas Rommy ke Bareskrim dari berita 'online', saya tahu setelah sidang kemarin itu dan belum dipanggil Bareskrim," ungkap Norman.
Baca juga: Begini alur suap jabatan di Kemenag Jatim, Rommy terima Rp325 juta