Solo (ANTARA) - Jumlah aduan terkait dengan teknologi finansial di Soloraya cukup rendah seiring dengan mulai meningkatnya pemahaman masyarakat terkait industri keuangan tersebut.
"Untuk pengaduan yang sifatnya walk in (datang ke Kantor OJK, red.) dari awal tahun hingga saat ini jumlahnya ada 28 pengaduan," kata Pelaksana Harian Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Surakarta Triyoga Laksito di Solo, Selasa.
Terkait dengan aduan tersebut, pihaknya mengarahkan kepada si pengadu agar langsung menghubungi Kantor OJK pusat melalui kontak layanan 157.
Baca juga: OJK batasi akses data digital pribadi bagi "fintech lending"
"Ini kami lakukan mengingat pengawasan fintech terintegrasi di pusat. Dari aduan yang masuk ada yang ilegal ada yang legal, artinya ada yang sudah mengantongi izin OJK dan ada yang belum," katanya.
Ia mengatakan sejauh ini jumlah perusahaan fintech di Indonesia yang terdata oleh OJK sebanyak 300 perusahaan, namun yang mendaftar baru sebanyak 106 perusahaan.
Terkait hal itu, pihaknya mendorong agar perusahaan yang belum mendaftar segera mendaftarkan diri ke OJK untuk memastikan pengawasannya.
Sementara itu, untuk menghindari agar masyarakat tidak mudah terjerat iming-iming pinjaman melalui fintech nakal, diperlukan kedewasaan masyarakat.
"Banyak yang menawari kredit, kalau sekiranya berisiko tinggi ya jangan mengajukan pinjaman di fintech," katanya.
Baca juga: Ganjar ajak OJK dan BI dongkrak ekonomi Jateng
Kalaupun si calon peminjam ingin melakukan pinjaman ke perusahaan fintech diharapkan sebelumnya melakukan pengecekan melalui OJK.
"Masyarakat juga bisa tahu yang terdaftar melalui website OJK. Sebelum memutuskan pinjam harus dikroscek dahulu. Pada intinya yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah yang melakukan simpan pinjam," katanya.
"Untuk pengaduan yang sifatnya walk in (datang ke Kantor OJK, red.) dari awal tahun hingga saat ini jumlahnya ada 28 pengaduan," kata Pelaksana Harian Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Surakarta Triyoga Laksito di Solo, Selasa.
Terkait dengan aduan tersebut, pihaknya mengarahkan kepada si pengadu agar langsung menghubungi Kantor OJK pusat melalui kontak layanan 157.
Baca juga: OJK batasi akses data digital pribadi bagi "fintech lending"
"Ini kami lakukan mengingat pengawasan fintech terintegrasi di pusat. Dari aduan yang masuk ada yang ilegal ada yang legal, artinya ada yang sudah mengantongi izin OJK dan ada yang belum," katanya.
Ia mengatakan sejauh ini jumlah perusahaan fintech di Indonesia yang terdata oleh OJK sebanyak 300 perusahaan, namun yang mendaftar baru sebanyak 106 perusahaan.
Terkait hal itu, pihaknya mendorong agar perusahaan yang belum mendaftar segera mendaftarkan diri ke OJK untuk memastikan pengawasannya.
Sementara itu, untuk menghindari agar masyarakat tidak mudah terjerat iming-iming pinjaman melalui fintech nakal, diperlukan kedewasaan masyarakat.
"Banyak yang menawari kredit, kalau sekiranya berisiko tinggi ya jangan mengajukan pinjaman di fintech," katanya.
Baca juga: Ganjar ajak OJK dan BI dongkrak ekonomi Jateng
Kalaupun si calon peminjam ingin melakukan pinjaman ke perusahaan fintech diharapkan sebelumnya melakukan pengecekan melalui OJK.
"Masyarakat juga bisa tahu yang terdaftar melalui website OJK. Sebelum memutuskan pinjam harus dikroscek dahulu. Pada intinya yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah yang melakukan simpan pinjam," katanya.