Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sekitar sepertiga dari total 722 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang modalnya masih di bawah Rp6 miliar, memerlukan pehatian khusus dari regulator karena mereka sudah mulai "angkat tangan" untuk memenuhi syarat minimum modal inti.
Jika dihitung secara kasar, sepertiga dari 722 BPR tersebut mencapai 240 BPR.
"Sepertiga dari 722 BPR itu sudah mulai 'angkat tangan', ada yang ingin minta bergabung di satu grup. Namun kami masih pantau sampai akhir Desember 2019. Kami masih dalam proses monitoring, dan belum bisa nyatakan itu sudah gagal atau masih bisa," ujar Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR OJK Ayahandayani dalam pelatihan media di Bandung, Jawa Barat, Jumat.
Adapun total 722 BPR tersebut merupakan jumlah BPR yang sudah diingatkan OJK untuk memenuhi modal minimum sebanyak Rp3 miliar selambat-lambatnya pada 31 Desember 2019, dan Rp6 miliar paling lambat 31 Desember 2024.
Dari 722 BPR itu, ujar Ayahandayani, sebanyak sepertiganya belum mampu memenuhi syarat minimum modal inti dan memerlukan perhatian khusus. Sepertiganya lagi diyakini mampu memenuhi kewajiban modal inti minimum. Sedangkan sisanya masih dalalm probabilitas yang seimbang antara mampu atau tidak memenuhi kewajiban modal inti minimum.
"Sepertiga yang tidak memenuhi itu, sudah diminta penagwas jika tidak bisa memenuhi syarat modal, bahwa perlu untuk merger, atau caru investor," ujarnya.
Apalagi tenggat waktu untuk memenuhi syarat modal inti minimum Rp3 miliar sudah tinggal hitungan bulan, maka OJK telah memberikan perhatian khusus.
"Sepertiga itu harus dipertajam pengawasannya," ujarnya.
Jika dirincikan, dari 722 BPR tersebut, sebanyak 374 BPR masih hanya memiliki modal inti di kurang dari Rp3 miliar. Mereka akan diberi waktu untuk memenuhi syarat modal inti minimum hingga 31 Desember 2019.
Sedangkan 348 BPR lainnya, memiliki modal inti kurang dari Rp6 miliar. Sebanyak 348 BPR tersebut harus meningkatkan modal intinya hingga Rp6 miliar paling lambat 31 Desember 2024.
Ketentuan tersebut sesuai Peraturan OJK (POJK) 5/POJK.03/2015 tentag Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Permudahan Modal Inti Minimum BPR.
Ayahandayani mengatakan apabila BPR tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut maka OJK akan membatasi aktivitas kegiatan BPR.
“Sanksinya kegiatan dibatasi, yang tadinya punya kegiatan terkait valas, kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) atau terkait ATM maka kami minta dibekukan dulu termasuk perluasan jaringan kantor dan wilayah operasional BPR akan dibatasi pada tingkat kabupaten,” ujarnya.
Adapun total BPR di Indonesia berjumlah 1.597 BPR.
Jika dihitung secara kasar, sepertiga dari 722 BPR tersebut mencapai 240 BPR.
"Sepertiga dari 722 BPR itu sudah mulai 'angkat tangan', ada yang ingin minta bergabung di satu grup. Namun kami masih pantau sampai akhir Desember 2019. Kami masih dalam proses monitoring, dan belum bisa nyatakan itu sudah gagal atau masih bisa," ujar Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR OJK Ayahandayani dalam pelatihan media di Bandung, Jawa Barat, Jumat.
Adapun total 722 BPR tersebut merupakan jumlah BPR yang sudah diingatkan OJK untuk memenuhi modal minimum sebanyak Rp3 miliar selambat-lambatnya pada 31 Desember 2019, dan Rp6 miliar paling lambat 31 Desember 2024.
Dari 722 BPR itu, ujar Ayahandayani, sebanyak sepertiganya belum mampu memenuhi syarat minimum modal inti dan memerlukan perhatian khusus. Sepertiganya lagi diyakini mampu memenuhi kewajiban modal inti minimum. Sedangkan sisanya masih dalalm probabilitas yang seimbang antara mampu atau tidak memenuhi kewajiban modal inti minimum.
"Sepertiga yang tidak memenuhi itu, sudah diminta penagwas jika tidak bisa memenuhi syarat modal, bahwa perlu untuk merger, atau caru investor," ujarnya.
Apalagi tenggat waktu untuk memenuhi syarat modal inti minimum Rp3 miliar sudah tinggal hitungan bulan, maka OJK telah memberikan perhatian khusus.
"Sepertiga itu harus dipertajam pengawasannya," ujarnya.
Jika dirincikan, dari 722 BPR tersebut, sebanyak 374 BPR masih hanya memiliki modal inti di kurang dari Rp3 miliar. Mereka akan diberi waktu untuk memenuhi syarat modal inti minimum hingga 31 Desember 2019.
Sedangkan 348 BPR lainnya, memiliki modal inti kurang dari Rp6 miliar. Sebanyak 348 BPR tersebut harus meningkatkan modal intinya hingga Rp6 miliar paling lambat 31 Desember 2024.
Ketentuan tersebut sesuai Peraturan OJK (POJK) 5/POJK.03/2015 tentag Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Permudahan Modal Inti Minimum BPR.
Ayahandayani mengatakan apabila BPR tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut maka OJK akan membatasi aktivitas kegiatan BPR.
“Sanksinya kegiatan dibatasi, yang tadinya punya kegiatan terkait valas, kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) atau terkait ATM maka kami minta dibekukan dulu termasuk perluasan jaringan kantor dan wilayah operasional BPR akan dibatasi pada tingkat kabupaten,” ujarnya.
Adapun total BPR di Indonesia berjumlah 1.597 BPR.