Penggerebekan pabrik Paracetamol Caffeine Carisoprodol (PCC) di Purwokerto pada September kemarin cukup mengejutkan kita semua. Pabrik yang mampu menghasilkan ratusan ribu butir PCC dalam semalam itu, ternyata juga memproduksi Zenith dan pil lainnya.

Kini kita kembali dikejutkan dengan penggerebekan pabrik PCC di sejumlah wilayah di Jawa Tengah. Dalam waktu bersamaan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan BNNP Jawa Tengah pada Jumat (3/12) menggerebek pabrik PCC masing-masing di Semarang dan Solo.

Tidak tanggung-tanggung dari hasil penggerebekan di Semarang, BNN berhasil mengamankan 13 juta butir PCC siap edar dari pabrik beserta Djoni, pemilik pabrik yang diketahui memiliki senjata api. Selain itu, ada Sri Anggoro alias Ronggo sebagai pemilik modal dari Tasikmalaya.

Sementara di Solo, Kapolda Jateng Irjen Pol Condro Kirono didampingi Kepala Polres Kota Surakarta AKBP Ribut Hari Wibowo saat melakukan penggerebekan di pabrik PCC juga berhasil menemukan sejumlah barang bukti, antara lain alat mesin produksi, pengering tablet, dan bahan baku pembuatan pil PCC.

Kepala BNN Komjen Budi Waseso saat jumpa pers di Solo, Senin (4/12), menyatakan bahwa pabrik PCC di Solo merupakan pabrik besar karena berdasarkan catatan sejak Januari hingga saat ini sudah memproduksi sekitar 50 juta butir pil PCC. Angka tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan pabrik di Semarang yang memproduksi sekitar tiga juta pil PCC.

Artinya, masih dikatakan Budi, untuk produksi pil yang diberi merek Zenith di pabrik Solo mencapai sekitar 20.000-50.000 butir pil/hari dijual sekitar Rp4.000-5.000/butir sehingga pelaku mampu mengantongi pendapatan sekitar Rp2,7 miliar/bulan.

Melihat pelaku dengan beraninya memproduksi PCC dalam jumlah fantastis, belum lagi dilengkapi senjata, sangat memungkinkan adanya keterlibatan aparat di dalamnya. Dan hal itu diakui Budi Waseso yang mengendus keterlibatan oknum aparat, termasuk di sejumlah daerah di Indonesia yang kini terus didalami.

Peredaran PCC yang sengaja dilakukan untuk merusak generasi masa depan ini, bisa dibeli dengan bebas dan sudah menelan korban ratusan orang. Mereka yang mengonsumsi pil ini bisa bikin "fly" bahkan kematian.

Sebut saja di Kendari, awal mulanya PCC ini ditemukan, aparat selain mengamankan 2.631 butir, juga membuat 53 murid kejang-kejang dan satu orang meninggal dunia.

Kita berharap, aparat berwenang melakukan pengawasan ketat, jangan melakukan pembiaran. Untuk itu perlu sinergi antara badan, dinas daerah, ataupun lembaga yang berwenang mengawasi peredaran obat-obat berbahaya. Jadi, tak hanya Badan POM yang melakukan pengawasan, BNN maupun kepolisian juga harus benar-benar turun tangan, termasuk membongkar keterlibatan aparat dalam bisnis haram tersebut.

Jatuhnya korban PCC merupakan peringatan keras bagi pemerintah. BPOM mesti lebih serius mengawasi peredaran PCC dan obat-obat terlarang lainnya. Bila selama ini petugas BPOM rutin merazia makanan di pasar dan toko, semestinya mereka juga secara rutin memantau produksi berbagai obat keras dan merazia apotek, rumah sakit, serta tempat lainnya di mana obat-obatan ini dimungkinkan beredar.

Masyarakat hendaknya juga mewaspadai dan berhati-hati dalam membeli atau menenggak obat sebelum mendapat resep dokter, dan meyakini terlebih dahulu bahwa obat tersebut tidak palsu dan ilegal.


Pewarta : Mahmudah
Editor :
Copyright © ANTARA 2024