Artinya, angka inflasi pada Juli yang bakal dicatat Badan Pusat Statistik pada awal Agustus 2015 bakal tidak jauh berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya, yang biasanya dalam kisaran 0,5-0,6 persen/bulan.
Harga beras memang sempat melangit pada Maret 2015 hingga 25 persen. Namun akhirnya mereda setelah pemerintah melakukan intervensi. Harga beras akhirnya hanya mengalami sedikit kenaikan.
Selama Ramadhan memang ada laporan sejumlah daerah mengalami kelangkaan elpiji 3 kilogram sehingga harganya di pedalaman Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, misalnya, menembus Rp30.000. Padahal harga resminya dalam kisaran Rp16.000/tabung.
Namun, secara umum harga kebutuhan dapur selama Ramadhan hingga Idul Fitri 2015 memang terkendali.
Dalam sistem ekonomi pasar, harga ditentukan oleh variabel pasokan dan permintaan. Boleh jadi relatif antengnya harga selama Ramadhan itu disebabkan konsumen dengan sadar mengerem belanja sehingga terjadi kelebihan pasokan atau paling tidak relatif seimbang.
Para pekerja memang menerima tambahan penghasilan berupa THR atau tabungan yang dipanen menjelang Lebaran. Seharusnya daya beli mereka jauh lebih kuat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya sehingga konsumsinya pun seharusnya bertambah.
Akan tetapi Ramadhan dan Lebaran kali ini ceritanya berbeda.
Idul Fitri kali ini hampir berbarengan dengan tahun ajaran baru sekolah. Itu berarti masyarakat harus menyisihkan dana lebih besar untuk bayar uang masuk sekolah, beli seragam, peranti pendidikan, dan segala yang berkaitan dengan biaya penidikan. Tahun perkuliahan baru pun segera dimulai setelah pada Ramadhan lalu PTN mengumumkan mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN.
Pilihan realistis orang tua adalah mengendapkan tambahan penghasilan untuk cadangan dana pendidikan alias manabung sementara THR-nya.
Tidak semua peserta didik beruntung bisa bersekolah di negeri sehingga orang tua harus menyiapkan dana lebih banyak. Sudah jamak bila sekolah swasta memungut rupiah lebih banyak.
Pendidikan di zaman sekarang ini sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga banyak orang tua menyisihkan kelebihan pendapatannya pada Lebaran untuk dana pendidikan.
Caranya, mereka mengerem belanja makanan, minuman, buasana, dan rekreasi selama Lebaran 2015 karena sebentar lagi bakal banyak membelanjakan uang untuk pendidikan anak.
Fenomena ini tentu patut disyukuri. Karena, hal itu menandakan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan anak kian meningkat.
Oleh karena itu, boleh jadi relatif antengnya harga kebutuhan pokok selama Ramadhan hingga Lebaran cenderung dipicu oleh kesadaran untuk mengendalikan konsumsi sehingga tidak sampai menyebabkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan kebutuhan pokok di pasar. Alhasil, harga relatif stabil.
Namun, untuk membuktikan kebenaran dugaan tersebut, mari kita tunggu laporan BPS pada awal Agustus 2015. ***
Harga beras memang sempat melangit pada Maret 2015 hingga 25 persen. Namun akhirnya mereda setelah pemerintah melakukan intervensi. Harga beras akhirnya hanya mengalami sedikit kenaikan.
Selama Ramadhan memang ada laporan sejumlah daerah mengalami kelangkaan elpiji 3 kilogram sehingga harganya di pedalaman Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, misalnya, menembus Rp30.000. Padahal harga resminya dalam kisaran Rp16.000/tabung.
Namun, secara umum harga kebutuhan dapur selama Ramadhan hingga Idul Fitri 2015 memang terkendali.
Dalam sistem ekonomi pasar, harga ditentukan oleh variabel pasokan dan permintaan. Boleh jadi relatif antengnya harga selama Ramadhan itu disebabkan konsumen dengan sadar mengerem belanja sehingga terjadi kelebihan pasokan atau paling tidak relatif seimbang.
Para pekerja memang menerima tambahan penghasilan berupa THR atau tabungan yang dipanen menjelang Lebaran. Seharusnya daya beli mereka jauh lebih kuat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya sehingga konsumsinya pun seharusnya bertambah.
Akan tetapi Ramadhan dan Lebaran kali ini ceritanya berbeda.
Idul Fitri kali ini hampir berbarengan dengan tahun ajaran baru sekolah. Itu berarti masyarakat harus menyisihkan dana lebih besar untuk bayar uang masuk sekolah, beli seragam, peranti pendidikan, dan segala yang berkaitan dengan biaya penidikan. Tahun perkuliahan baru pun segera dimulai setelah pada Ramadhan lalu PTN mengumumkan mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN.
Pilihan realistis orang tua adalah mengendapkan tambahan penghasilan untuk cadangan dana pendidikan alias manabung sementara THR-nya.
Tidak semua peserta didik beruntung bisa bersekolah di negeri sehingga orang tua harus menyiapkan dana lebih banyak. Sudah jamak bila sekolah swasta memungut rupiah lebih banyak.
Pendidikan di zaman sekarang ini sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga banyak orang tua menyisihkan kelebihan pendapatannya pada Lebaran untuk dana pendidikan.
Caranya, mereka mengerem belanja makanan, minuman, buasana, dan rekreasi selama Lebaran 2015 karena sebentar lagi bakal banyak membelanjakan uang untuk pendidikan anak.
Fenomena ini tentu patut disyukuri. Karena, hal itu menandakan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan anak kian meningkat.
Oleh karena itu, boleh jadi relatif antengnya harga kebutuhan pokok selama Ramadhan hingga Lebaran cenderung dipicu oleh kesadaran untuk mengendalikan konsumsi sehingga tidak sampai menyebabkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan kebutuhan pokok di pasar. Alhasil, harga relatif stabil.
Namun, untuk membuktikan kebenaran dugaan tersebut, mari kita tunggu laporan BPS pada awal Agustus 2015. ***