Menyimak adu opini di media sosial, terutama di Twitter dan Facebook, rasanya suasana panas masih akan berlangsung hingga beberapa pekan ke depan kendati Polri sudah menetapkan Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka.
Setelah aksi damai 4 November 2016 di Jakarta yang diikuti oleh ratusan ribu orang, pada 19 November 2016, Jakarta bakal jadi tuan rumah untuk aksi massa bertajuk Parade Bhinneka Tunggal Ika.
Terlalu sulit untuk tidak mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan respons atas Aksi 14 November 2016. Aksi tersebut juga bakal mengerahkan massa dengan kemasan yang berbeda.
Kasus penistaan Al Quran yang diduga dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama harus diakui menyebabkan suhu politik nasional memanas. Sepanjang yang terbaca dalam lini masa di media sosial, kondisinya memang terbelah menjadi dua kubu: menista dan tidak menista Al Quran dengan segala argumentasinya.
Namun, ketika aksi 19/11 belum terlaksana, melalui media sosial pula mencuat ajakan untuk menarik uang dari bank (ATM) pada 25 November 2016. "Rush money" dalam waktu bersamaan ini tentu bisa menyulitkan likuiditas perbankan andai gerakan tersebut benar terealisasi.
Betapa pun, sebagian besar uang bank dari dana pihak ketiga ditempatkan dalam portofolio investasi, tidak disimpan dalam bentuk tunai, kecuali dalam jumlah tertentu untuk melayani transaksi harian yang jumlahnya sudah diperkirakan. Mungkin tidak sampai 20 persen dari dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan.
Gerakan tersebut, tentu saja sudah keluar dari konteks tuntutan semula bahwa Ahok harus diproses hukum atas tuduhan penistaan Al Quran.
Gerakan menarik besar-besaran uang di bank pada waktu bersamaan jelas bakal menimbulkan kekacauan. Tentu saja yang paling menderita atas kekacauan tersebut rakyat kecil yang jumlahnya lebih dari 100 juta jiwa di negeri ini.
Bila pangkal persoalannya memang perkara Ahok, biarlah diselesaikan secara hukum. Tidak pada tempatnya bila masalah tersebut melebar ke mana-mana. Masyarakat tidak bisa terus-menerus hidup dalam bayang-bayang konflik.
Karena, untuk melanjutkan hidup yang lebih sejahtera, kita butuh suasana aman dan nyaman.
Saatnya meredakan ketegangan dengan meredam nafsu merasa paling benar sendiri. ***