Solo (ANTARA) - Salah satu dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menorehkan prestasi gemilang di kancah internasional dengan berhasil meraih hibah penelitian internasional dari Sylff Research Grant (SRG) tahun 2026.
Dosen Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan UMS Obby Taufik Hidayat, Ph.D., tersebut berhasil lolos pada program hibah penelitian bergengsi yang diberikan oleh The Ryoichi Sasakawa Young Leaders Fellowship Fund (Sylff) kepada para akademisi muda dari berbagai negara.
Hibah ini diberikan kepada peneliti yang memiliki proyek unggulan dengan dampak sosial yang kuat, inovatif, serta berpotensi memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan global yang berkelanjutan.
Ia berhasil lolos setelah melalui proses seleksi ketat dan kompetitif dari berbagai akademisi muda dari berbagai negara. Melalui penelitian yang diajukan, ia berfokus pada service learning yang diadakan di Malaysia, Singapura, Jepang, dan Indonesia.
"Di Indonesia itu, istilah service learning termasuk belum begitu familiar. Kebanyakan teori dan konsepnya datang dari negara-negara Barat, misalnya dari Amerika atau Italia yang sekarang juga diadopsi oleh Singapura dan Malaysia untuk kawasan Asia Tenggara. Dan negara-negara tersebut pedagogi service learning sudah ada dalam kurikulum pendidikan formal mereka khususnya pada kurikulum pendidikan tinggi," katanya.
Di Indonesia, pedagogi yang paling mirip dari service learning adalah kuliah kerja nyata (KKN). Namun, menurut dia KKN belum bisa dikatakan service learning karena belum cukup memenuhi aspek-aspek maupun filosofi service learning.
"Temuan dari penelitian saya sebelumnya, KKN itu lebih cenderung ke pengabdian masyarakat, sehingga mahasiswa tidak terlalu banyak mendapatkan dampak dari pedagogi inovatif tersebut, terlebih jika dikaitkan dengan student learning outcome atau capaian pembelajaran mahasiswa," katanya.
Dia mencontohkan seperti mahasiswa dari prodi Bahasa Inggris, ketika KKN dominan mengajar Al Quran di masjid setiap sorenya, itu merupakan hal positif tetapi tidak sesuai dengan kredit capaian pembelajaran mahasiswa.
Penelitiannya nanti akan dilakukan dengan analisis komparasi dari pelaksanaan service learning di Singapura, Malaysia, Jepang, dan Indonesia. Untuk Singapura dan Malaysia, Obby mengatakan alasannya karena kedua negara ini telah mengintegrasikan service learning pada kurikulum pendidikan tinggi mereka.
Di Malaysia, service learning dilakukan selama tiga bulan, sedangkan di Singapura dilakukan selama enam bulan. Hal ini kontras dengan KKN Indonesia yang hanya dilakukan selama satu bulan.
"Mereka ada kelas dulu bikin proposal, identifikasi masalah dulu. Kemarin di penelitian saya ketika saya datang, mereka (mahasiswa KKN) masih bingung mau ngapain," katanya.
Ia menilai satu bulan terlalu singkat dan tidak memberikan banyak dampak balik ke mahasiswa mengingat pada minggu pertama mahasiswa perkenalan ke target KKN, lalu pada minggu terakhir perpisahan meninggalkan lokasi KKN.
Lebih lanjut, melalui hibah ini peneliti menargetkan luaran berupa publikasi ilmiah pada jurnal internasional bereputasi Globalisation, Societies, and Education yang terindeks Scopus Q1, sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan sekaligus penguatan reputasi akademik UMS di tingkat global.
Dengan diraihnya hibah penelitian internasional tersebut, lanjutnya, posisi UMS sebagai universitas berdaya saing global semakin menguat. Capaian ini sekaligus menambah rekognisi internasional bagi kampus dalam bidang riset dan inovasi yang menunjukkan bahwa sivitas akademika UMS mampu berkiprah dan diakui dalam jejaring ilmiah dunia.

