Purwokerto (ANTARA) - Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menemukan bahwa sistem penanggalan tradisional Jawa atau pranata mangsa dapat dimanfaatkan sebagai strategi adaptasi dan mitigasi risiko iklim untuk mendukung ketahanan pangan.
Penelitian itu dilakukan melalui Program Kreativitas Mahasiswa Skema Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
Tim riset terdiri atas Intan Hasna Fauzani Majid, Na’ilul Husna, Novan Meirahmandita, dan Naufal Mu’afa dari Program Studi Agribisnis dan Teknik Sipil angkatan 2023, serta Muhammad Hafid Fauzan dari program Studi Agribisnis angkatan 2022 dengan bimbingan dosen Indah Setiawati.
Ketua tim, Intan Hasna Fauzani Majid, mengatakan pranata mangsa tidak hanya berkaitan dengan perhitungan musim, tetapi juga mengandung nilai penting bagi petani di tengah perubahan iklim.
"Pranata mangsa jangan hanya dipandang sebagai warisan budaya, juga relevan sebagai pedoman pertanian di masa kini," katanya di Purwokerto, Rabu.
Berdasarkan hasil riset, kata dia, petani yang masih setia menggunakan penanggalan Jawa mengaku lebih aman dari risiko gagal panen akibat pola cuaca tidak menentu.
Menurut dia, hal itu karena pranata mangsa memberi pedoman waktu tanam yang lebih selaras dengan kondisi alam.
Riset mahasiswa Unsoed menemukan enam nilai utama yang terkandung dalam sistem pranata mangsa, yakni nilai ekologis mendorong petani menjaga keseimbangan lingkungan, mengurangi penggunaan pestisida, serta memberi waktu istirahat lahan.
Selanjutnya, nilai religius meyakini harmoni alam berkaitan dengan restu Tuhan, nilai sosial tampak dalam musyawarah petani untuk menentukan tanam serentak, serta nilai ekonomi memberikan pedoman tanam, panen, dan penjualan hasil pertanian agar keuntungan petani lebih optimal.
Baca juga: Meninjau kembali penerapan diferensiasi fungsional dalam KUHAP
Selain itu, nilai kosmografis mengaitkan kegiatan bertani dengan tanda-tanda alam seperti rasi bintang dan pergerakan matahari, serta nilai budaya menunjukkan keterkaitan aktivitas pertanian dengan adat istiadat.
"Sejumlah petani yang diwawancarai masih menganggap pranata mangsa relevan digunakan hingga kini," kata Intan.
Salah seorang petani asal Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Joko mengatakan penanggalan tradisional itu mampu meminimalkan risiko gagal panen.
"Kalau ikut pranata mangsa, biasanya hasilnya lebih aman. Kami berharap ilmu ini tidak hilang, biar anak-anak muda mau belajar juga," katanya.
Petani lainnya, Suwito mengatakan kalender Jawa merupakan pengetahuan turun-temurun yang tetap berguna di tengah kemajuan teknologi.
"Sekarang memang ada ramalan cuaca modern, tapi tanda-tanda alam tetap penting diperhatikan," katanya.
Melalui riset tersebut, mahasiswa Unsoed berharap pranata mangsa dapat terus dilestarikan dan dikembangkan, tidak hanya sebagai tradisi, juga sebagai strategi adaptif menghadapi perubahan iklim untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
Baca juga: Akademisi Unsoed: Penonaktifan anggota DPR ranah internal partai
Baca juga: Unsoed Purwokerto perkuat ekosistem halal melalui inovasi dan pelatihan
Baca juga: Pakar: Pemerintah harus serius tangani ketimpangan sosial pemicu demo

