Temuan ikan berformalin di pasar tradisional, kenali ciri-cirinya
Semarang (ANTARA) - Tim Jejaring Keamanan Pangan Daerah (JKPD) Jawa Tengah menemukan ikan yang mengandung pengawet kimia, salah satunya formalin di pasar tradisional yang menjadi pusat kulakan pedagang.
Ketua JKPD Jateng Dyah Lukisari di Semarang, Rabu, menyampaikan bahwa temuan ikan berformalin tersebut ada di Pasar Legi Surakarta yang dijadikan tempat kulakan pedagang pasar di wilayah Jateng.
Dari hasil uji sampel, masih saja ditemukan ikan mengandung pengawet mayat (formaldehid) dengan kadar 3,80 mg/kg sampai 154,43 mg/kg yang berpotensi memicu kanker.
Dari temuan sampel ikan berpengawet itu, kata dia, berasal dari jenis teri nasi, layur asin, dan cumi asin. Dari 41 produk ikan asin, 54 persen di antaranya positif mengandung bahan formalin.
Berdasarkan pengakuan pedagang Pasar Legi, kata dia, ikan asin yang diperdagangkan berasal wilayah Jawa Timur.
"Kami akan menempuh sanksi administratif dulu kepada pedagangnya," kata Dyah, yang juga Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Jateng
Dari kajian hukum, ia mengingatkan bahwa produsen dan mereka yang memperjualbelikan pangan tidak aman bisa dikenai pidana.
Namun, pihaknya terlebih dahulu akan memberikan teguran tertulis sehingga, usaha pedagang di Pasar Legi tidak serta merta gulung tikar.
Selain itu, Dyah akan menggandeng Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk memastikan produksi formalin diawasi ketat.
Ia berharap produsen formalin memberikan rasa pahit pada produknya agar memberikan ciri rasa getir jika disalahgunakan pada makanan.
Di sisi lain, ia mengajak konsumen cerdas memilih karena tidak semua ikan asin berpengawet kimia berbahaya.
"Ciri ikan berpengawet kimia adalah memiliki aroma menyengat, warna bersih, cerah, bertekstur keras dan alot," katanya.
Ciri lain adalah tidak rusak jika disimpan lebih dari sebulan dengan suhu kamar dan tidak dihinggapi lalat.
"Sedangkan ikan yang tidak mengandung formalin cenderung mudah hancur, warna agak kusam dan rusak jika disimpan dalam satu bulan kurang dari satu bulan," katanya.
Sementara itu, Inspektur Pengawas Obat dan Makanan BBPOM Semarang Risad Setiadi mengatakan cemaran formalin pada makanan tidak dapat ditoleransi karena dapat menyebabkan penyakit jika dikonsumsi.
"Jika dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kronis. Zat formalin yang menumpuk bersifat karsinogenik (penyebab kanker, red.)," katanya.
Ketua JKPD Jateng Dyah Lukisari di Semarang, Rabu, menyampaikan bahwa temuan ikan berformalin tersebut ada di Pasar Legi Surakarta yang dijadikan tempat kulakan pedagang pasar di wilayah Jateng.
Dari hasil uji sampel, masih saja ditemukan ikan mengandung pengawet mayat (formaldehid) dengan kadar 3,80 mg/kg sampai 154,43 mg/kg yang berpotensi memicu kanker.
Dari temuan sampel ikan berpengawet itu, kata dia, berasal dari jenis teri nasi, layur asin, dan cumi asin. Dari 41 produk ikan asin, 54 persen di antaranya positif mengandung bahan formalin.
Berdasarkan pengakuan pedagang Pasar Legi, kata dia, ikan asin yang diperdagangkan berasal wilayah Jawa Timur.
"Kami akan menempuh sanksi administratif dulu kepada pedagangnya," kata Dyah, yang juga Kepala Dinas Ketahanan Pangan (Dishanpan) Jateng
Dari kajian hukum, ia mengingatkan bahwa produsen dan mereka yang memperjualbelikan pangan tidak aman bisa dikenai pidana.
Namun, pihaknya terlebih dahulu akan memberikan teguran tertulis sehingga, usaha pedagang di Pasar Legi tidak serta merta gulung tikar.
Selain itu, Dyah akan menggandeng Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk memastikan produksi formalin diawasi ketat.
Ia berharap produsen formalin memberikan rasa pahit pada produknya agar memberikan ciri rasa getir jika disalahgunakan pada makanan.
Di sisi lain, ia mengajak konsumen cerdas memilih karena tidak semua ikan asin berpengawet kimia berbahaya.
"Ciri ikan berpengawet kimia adalah memiliki aroma menyengat, warna bersih, cerah, bertekstur keras dan alot," katanya.
Ciri lain adalah tidak rusak jika disimpan lebih dari sebulan dengan suhu kamar dan tidak dihinggapi lalat.
"Sedangkan ikan yang tidak mengandung formalin cenderung mudah hancur, warna agak kusam dan rusak jika disimpan dalam satu bulan kurang dari satu bulan," katanya.
Sementara itu, Inspektur Pengawas Obat dan Makanan BBPOM Semarang Risad Setiadi mengatakan cemaran formalin pada makanan tidak dapat ditoleransi karena dapat menyebabkan penyakit jika dikonsumsi.
"Jika dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kronis. Zat formalin yang menumpuk bersifat karsinogenik (penyebab kanker, red.)," katanya.