Pemkot Semarang targetkan buat 5.000 sumur resapan cegah banjir
Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang menargetkan pembuatan sebanyak 5.000 titik biopori di seluruh kota sebagai upaya mencegah banjir yang selama ini menjadi permasalahan di wilayah tersebut.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, di Semarang, Senin, menjelaskan bahwa biopori sudah dikenal luas, namun implementasinya di Kota Semarang masih belum optimal.
"Sebenarnya sih kalau biopori ini sudah umum ya, hanya penerapannya itu yang belum masif," kata Ita, sapaan akrab Hevearita, saat peluncuran Gerakan Pembuatan Lubang Resapan Biopori, di Jalan Argopuro, Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur.
Pembuatan biopori dimulai dengan 100 titik di enam jalan utama, yaitu Jalan Sultan Agung, Jalan S. Parman, Jalan Diponegoro, Jalan Pahlawan, Kalisari, dan Jalan Pemuda.
Menurut dia, biopori sangat bermanfaat untuk peresapan air di saat hujan dan sebagai proses pembuatan pupuk kompos dengan media daun-daun kering.
“Manfaat biopori itu adalah pertama untuk peresapan air di saat hujan, ini adalah antisipasi untuk menghadapi musim hujan yang akan datang," katanya.
"Kemudian yang kedua, daun-daun yang rontok ini bisa dimanfaatkan menjadi kompos sehingga tidak perlu harus beli pupuk," ujarnya menambahkan.
Bahkan, kata dia, di daerah yang miring, pemanfaatan biopori juga dapat mengantisipasi adanya longsor.
Ia mengungkapkan pentingnya pemanfaatan daun-daun kering yang sering ditemukan tidak diangkat oleh petugas kebersihan.
"Saya berpikir bagaimana daun itu tidak diangkat tetapi bisa dimanfaatkan sehingga dimasukkan ke dalam biopori,” katanya.
Langkah tersebut, kata Ita, tidak hanya mengurangi volume sampah organik, tetapi juga bisa mengolahnya menjadi kompos yang bermanfaat.
Oleh karena itu, Ita berharap gerakan tersebut tidak hanya menjadi acara seremonial semata, tetapi berkembang menjadi budaya yang meluas di masyarakat.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pembuatan biopori di jalan-jalan protokol Kota Semarang, terutama di daerah yang sering mengalami genangan air saat hujan, seperti Jalan Pahlawan dan Jalan Pemuda.
"Nah, saya minta ini utamanya di jalan-jalan protokol, seperti kita tahu kalau setiap hujan itu kan selalu tergenang seperti Jalan Pahlawan atau Jalan Pemuda, ada genangan sehingga ini juga bisa membantu air itu tidak semua masuk drainase tetapi juga masuk ke dalam biopori-biopori," katanya.
Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga akan memperbanyak biopori di 17 titik ruang terbuka hijau (RTH) yang tersebar di 11 kecamatan Kota Semarang.
Tak hanya itu, DLH juga telah membuat dan menyosialisasikan pembuatan biopori di 97 Program Kampung Iklim (Proklim) yang tersebar di seluruh Kota Semarang.
"Semoga ini bisa menjadi salah satu solusi pencegahan banjir dan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos untuk pupuk di wilayah-wilayah Kota Semarang," katanya.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, di Semarang, Senin, menjelaskan bahwa biopori sudah dikenal luas, namun implementasinya di Kota Semarang masih belum optimal.
"Sebenarnya sih kalau biopori ini sudah umum ya, hanya penerapannya itu yang belum masif," kata Ita, sapaan akrab Hevearita, saat peluncuran Gerakan Pembuatan Lubang Resapan Biopori, di Jalan Argopuro, Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur.
Pembuatan biopori dimulai dengan 100 titik di enam jalan utama, yaitu Jalan Sultan Agung, Jalan S. Parman, Jalan Diponegoro, Jalan Pahlawan, Kalisari, dan Jalan Pemuda.
Menurut dia, biopori sangat bermanfaat untuk peresapan air di saat hujan dan sebagai proses pembuatan pupuk kompos dengan media daun-daun kering.
“Manfaat biopori itu adalah pertama untuk peresapan air di saat hujan, ini adalah antisipasi untuk menghadapi musim hujan yang akan datang," katanya.
"Kemudian yang kedua, daun-daun yang rontok ini bisa dimanfaatkan menjadi kompos sehingga tidak perlu harus beli pupuk," ujarnya menambahkan.
Bahkan, kata dia, di daerah yang miring, pemanfaatan biopori juga dapat mengantisipasi adanya longsor.
Ia mengungkapkan pentingnya pemanfaatan daun-daun kering yang sering ditemukan tidak diangkat oleh petugas kebersihan.
"Saya berpikir bagaimana daun itu tidak diangkat tetapi bisa dimanfaatkan sehingga dimasukkan ke dalam biopori,” katanya.
Langkah tersebut, kata Ita, tidak hanya mengurangi volume sampah organik, tetapi juga bisa mengolahnya menjadi kompos yang bermanfaat.
Oleh karena itu, Ita berharap gerakan tersebut tidak hanya menjadi acara seremonial semata, tetapi berkembang menjadi budaya yang meluas di masyarakat.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pembuatan biopori di jalan-jalan protokol Kota Semarang, terutama di daerah yang sering mengalami genangan air saat hujan, seperti Jalan Pahlawan dan Jalan Pemuda.
"Nah, saya minta ini utamanya di jalan-jalan protokol, seperti kita tahu kalau setiap hujan itu kan selalu tergenang seperti Jalan Pahlawan atau Jalan Pemuda, ada genangan sehingga ini juga bisa membantu air itu tidak semua masuk drainase tetapi juga masuk ke dalam biopori-biopori," katanya.
Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga akan memperbanyak biopori di 17 titik ruang terbuka hijau (RTH) yang tersebar di 11 kecamatan Kota Semarang.
Tak hanya itu, DLH juga telah membuat dan menyosialisasikan pembuatan biopori di 97 Program Kampung Iklim (Proklim) yang tersebar di seluruh Kota Semarang.
"Semoga ini bisa menjadi salah satu solusi pencegahan banjir dan pemanfaatan sampah organik menjadi kompos untuk pupuk di wilayah-wilayah Kota Semarang," katanya.