Mantan lurah diadili akibat pungli perizinan tanah
Semarang (ANTARA) - Mantan Lurah Sawah Besar, Kota Semarang, Jaka Suryanta, diadili atas dugaan melakukan pungutan liar (pungli) untuk membantu pengurusan biaya pengalihan hak atas tanah yang disebut biaya pologoro sebesar Rp160 juta pada 2021.
Jaksa Penuntut Umum Rayun Syahputra dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu, mengatakan terdakwa menerima sejumlah uang yang diduga berkaitan dengan proses pengurusan hak peralihan tanah secara bertahap.
"Terdakwa menerima masing-masing Rp100 juta, Rp10 juta, Rp20 juta, dan Rp30 juta dalam proses penerbitan sertifikat," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Judi Prasetya tersebut.
Atas penerimaan uang tersebut, kata dia, terdapat tanda terima dalam setiap penyerahannya.
Padahal, lanjut dia, proses peralihan sertifikat tersebut tidak dipungut biaya.
Atas penerimaan sejumlah uang tersebut, kata dia, terdakwa sebagai pejabat negara tidak melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas dakwaan jaksa, terdakwa Jaka Suryanta tidak akan mengajukan eksepsi sehingga persidangan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan.
Jaksa Penuntut Umum Rayun Syahputra dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu, mengatakan terdakwa menerima sejumlah uang yang diduga berkaitan dengan proses pengurusan hak peralihan tanah secara bertahap.
"Terdakwa menerima masing-masing Rp100 juta, Rp10 juta, Rp20 juta, dan Rp30 juta dalam proses penerbitan sertifikat," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Judi Prasetya tersebut.
Atas penerimaan uang tersebut, kata dia, terdapat tanda terima dalam setiap penyerahannya.
Padahal, lanjut dia, proses peralihan sertifikat tersebut tidak dipungut biaya.
Atas penerimaan sejumlah uang tersebut, kata dia, terdakwa sebagai pejabat negara tidak melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas dakwaan jaksa, terdakwa Jaka Suryanta tidak akan mengajukan eksepsi sehingga persidangan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan.